Kemelut perang dagang antara dua negara Amerika Serikat (AS) Tiongkok masih menimbulkan banyak kekhawatiran bagi seluruh negara sekutu yang terdampak. Seperti yang kita ketahui sebelumnya, AS berikut beberapa negara Barat lainnya cenderung menganut ideologi ekonomi yang sangat liberal dan kapitalistik.
Bisa dikatakan AS sebagai pelopor sistem perdagangan bebas (free trade) dan sangat menentang jika ada negara yang melakukan proteksi terhadap perdagangan dengan negara lain di dunia ini. Maka, sikap proteksionisme yang dilakukan AS telah mengejutkan kita semua.
Diberlakukannya kenaikan tarif impor sebesar 25 persen untuk produk dari Tiongkok menimbulkan kecemasan yang luar biasa. Jika AS telah memilih kebijakan tersebut, tidak menutup kemungkinan pemberlakuan yang sama terhadap beberapa negara lainnya yang bersekutu dengan Tiongkok.
Kebijakan ekonomi AS dibawah era kepemimpinan Donald Trump ini tidak dapat terlepas dari slogan kampanyenya Makes American Great Again dan America First yang sedikit banyak akan memengaruhi sistem perekonomian global.
Banyak analis ekonomi dunia menyayangkan sikap proteksionisme yang dilakukan AS saat ini dengan alasan untuk melindungi ekonomi dalam negerinya dari pengaruh praktek dagang internasional.
Bagaimanapun juga, perang dagang tersebut justru menyulitkan posisi AS jika terus mencoba untuk memproteksi dari arus globalisasi meskipun harapan mereka adalah menangkap peluang untuk kembali menguasai ekonomi dunia.
Sementara itu, perekonomian Tiongkok di era kepemimpinan Xi Jinping memiliki ketahanan yang cukup signifikan. Penyebabnya, konsistensi pemerintahan Tiongkok dalam memperkuat pengawasan keuangan dan menekan resiko perdagangan dalam negeri dapat dikatakan telah berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi domestik.
Secara perlahan sistem perekonomian Tiongkok saat ini telah berubah menjadi pasar dengan sistem industri yang lengkap serta potensi konsumsi yang besar. Dan hal tersebut diprediksi akan terus meningkat dan sangat strategis mengingat populasi Tiongkok yang tersebar ke seluruh penjuru dunia.
Di sisi lain, perang dagang ini akan berpengaruh pada konstalasi politik Indonesia yang sedang menghadapi tahun politik. Sehingga, pemerintah harus segera melakukan evaluasi terkait kebijakan ekonomi nasional mengingat arah pembangunan nasional kita masih terus berjalan.
Tentu pemerintah Indonesia harus segera mengambil beberapa langkah strategis untuk menghindari kemungkinan – kemungkinan terburuk yang akan terjadi supaya tidak terjebak sampai menghambat pemerataan pembangunan.
Dengan kata lain, secara konstitusi negara menjamin terjadinya politik bebas aktif yang dilakukan sehingga Indonesia harus berani ambil resiko meskipun keputusan sulit akan dihadapi dalam pusaran gejolak perang dagang AS Tiongkok demi menyelamatkan pertumbuhan ekonomi nasional.
Indonesia harus bisa memenuhi kebutuhan ekonomi domestik dengan mengelola serta memaksimalkan peran peran BUMN. Ini adalah momen yang tepat agar menata sistem perekonomian yang lebih berpihak pada kebutuhan rakyat kita.
Selanjutnya, perbaikan manajemen harus dilakukan secara profesional, efektif dan inovatif dalam melakukan kerjasama perdagangan internasional karena potensi sumber daya yang dimiliki Indonesia sangat besar.
PERTARUNGAN sengit di Kabupaten Probolinggo menjelang pemilihan bupati menandai intensitas persaingan di arena politik. Calon-calon baru seperti Gus Haris, pengasuh
DEBAT keempat Pemilihan Presiden 2024, Minggu (21/1/2024) malam, tidak terlihat seperti debat kenegaraan. Debat kemarin terlihat jadi ambyar dan kurang