Badan hukum ormas HTI memang sudah dibubarkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2017 yang mengubah UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pun juga menolak gugatan HTI. Keputusan ini otomatis mengesahkan pembubaran organisasi Islam tersebut oleh pemerintah lewat sebuah SK Kemenkum HAM. Kini HTI menjadi ‘ormas terlarang’ di Indonesia. Terhitung, sudah ada puluhan negara di dunia yang menolak dan membubarkan gerakan makar dan ideologi radikalisme HTI. Indonesia mungkin menjadi negara terahir yang membubarkan Hizbut Tahrir.
Namun, apakah beberapa hal diatas menandakan bahwasanya gerakan HTI sudah tidak ada? SALAH BESAR !. Berikut saya coba jelaskan menggunakan perspektif saya pribadi.
HTI Menurut Saya
Saya kira gerakan HTI itu seperti segelas air mentah. Kenapa air mentah? Sebab mereka memahami ilmu agama hanya menelan ‘mentahan’ saja tanpa mau berproses bagaimana supaya ilmu agama yang didapatnya itu benar-benar sudah matang dan layak untuk ‘dikonsumsi’.
Saya ulangi tulisan saya, Gerakan HTI menurut saya seperti air mentah didalam sebuah gelas. Dimana jika gelas tersebut dipecahkan, maka air mentah didalamnya akan tumpah ruah.
Begitu juga dengan HTI. HTI hanyalah wadah sebagaimana NU, Muhammadiyah, FPI dan lain sebagainya. Jika pemerintah membubarkan HTI secara organisasi, sama saja dengan ketika kita memecahkan gelas yang berisi air mentah. HTI akan semakin bebas berorasi dimuka umum, terlebih jika tidak ada undang-undang yang tegas terkait orasi HTI apabila sudah menyangkut dalam ranah Ideologi dan dasar negara.
Faktanya setelah HTI sah dan resmi dibubarkan pemerintah, gerakan mereka tidak berhenti sampai disitu saja. Mereka menyusup ke berbagai institusi seperti partai-partai, PNS, pendidikan formal, kantor-kantor, masjid-masjid, majelis-majelis ta’lim dan lain sebagainya. Gerakan mereka sangat bebas, sebab mereka sudah tidak punya wadah yang menampung (organisasi) lagi.
Lalu, bagaimana cara mempersempit gerakan mereka?
Pertama, harus asa hukum tegas dari pemerintah terkait orasi-orasi menyimpang yang menyangkut sistem, ideologi dan dasar bernegara. Hukum ini sangat perlu, sebagai dasar masyarakat dalam bertindak. Kalau tidak ada hukum tegas, masyarakat akan kebingungan bagaimana menyikapi kasus-kasus yang terjadi.
Kedua, masyarakat harus sadar hukum dan sadar bernegara. Kalau tidak ada kesadaran hukum dan bernegara dari masyarakat, tentu saja sulit menangkal paham-paham radikal yang membahayakan ideologi bernegara di Indonesia. Jika masyarakat sudah sadar hukum dan sadar bernegara, pemerintah beserta aparat hukum dan masyarakat harus bersatu-padu bergotong-royong untuk menangkal dan menumpas paham-paham radikal-ekstrimis dan teroris yang banyak menyusup di negeri ini.
Ketiga, seluruh elemen bangsa harus andil bersikap untuk menghentikan penyebaran-penyebaran “Virus” radikal-ekatrimis dan teroris dengan banyak-banyak turun tangan membekali pengetahuan dan sikap terkait adanya ideologi-ideologi yang ‘menyimpang’ dari NKRI dan bagaimana cara mensikapinya dengan bijak kepada para pelajar, mahasiswa, pekerja, PNS dan lain sebagainya. Hal ini perlu dilakukan supaya dapat memperkuat komitmen keagamaan dalam lingkup kebangsaan mereka. Saya kira ini juga sangat diperlukan, supaya tidak ada lagi ‘korban’ doktrin prmahaman menyimpang dari golongan mereka.
Dalam langkah ketiga ini, masyarakat harus bersatu padu, tidak ada lagi skat-skat agama dan perbedaan yang dipertentangkan demi mempersempit dan bahkan meniadakan gerakan-gerakan hantu ideologis HTI dan kelompok-kelompok radikal lainnya.
Umat muslim (khususnya), harus selektif dan objektif dalam memilih orang sebagai khotib masjid, penceramah (da’i) atau sebagai pengisi acara dalam majelis ta’lim.
Terakhir, Buletin-buletin radikal yang terbukti berisi ujaran-ujaran kebencian, intoleransi, ajaran-ajaran yang menyimpang baik dalam beragama maupun dalam bernegara, patut untuk dimusnahkan, supaya tidak menjadi provokasi dan doktrin tulisan di ranah masyarakat.
Kita harus bersikap tegas kepada siapapun yang ideologinya menyimpang, baik dalam beragama maupun bernegara. Seperti Hizbut Tahrir (HTI), bukan ‘wadahnya’ (ormasnya) yang berbahaya, akan tetapi gerakan dan ideologi yang diusungnya-lah yang berbahaya. Pemerintah, aparat hukum dan masyarakat harus tegas, jangan sampai negeri ini dikuasai oleh orang-orang ‘Jahat’. Jangan pernah lengah, masa depan bangsa menantimu.
HTI bubar, simpatisannya tetap menyebar dan tetap ingin makar. Tidak ada kata dan tindakan lain selain, MUSNAHKAN !!
Salam Persatuan
NKRI HARGA MATI!!
MA Ma’arif Borobudur, dan
Anggota Jamaah Kopdariyah Magelang