Demokrasi yang benar dan baik perlu kesabaran untuk menjadi dewasa. Hanya saja perjalanan menuju kedewasaan memerlukan effort yang tidak mudah. Bahkan kalau tidak hati-hati bisa terjerumus menjadi kekacauan bahkan berujung ke perang saudara. Perjalanan demokrasi tidak linear – hanya teoritis dan ideal yang linear. Kenyataannya tidak demikian. Hanya saja relasi positif dengan pendidikan itu pasti. Semakin tinggi rerata pendidikan demokrasi semakin baik. Namun ini juga berarti kita hatus bekejaran dengan meningkatan pendidikan secara cepat dan tepat – agar demokrasi yang kebablasan tadi bisa didudukan kembali ke relnya.
Sebenarnya ada anomali – yaitu tingkat primordialisme yang tinggi dan susah dicerahkan justru mengena dielit yang berpendidikan tinggi. Misalnya saja seorang berpendidikan S2 bahkan S3 yang begitu terpelajar dapat menganut pandangan yg amat Machiavelian.
Artinya untuk orang-orang tertentu tingkat pendidikan yang tinggi berkorelasi positif terhadap hasrat kekuasaan. Dan ketika orang-orang tersebut tidak dapat menahan diri dari hasrat nafsu berkuasa maka segala cara akan selalu menjadi halal.
Karena itu publik yang berakal sehat, yang berani menyatakan yang benar (yg berjihad dalam arti agama yg benar) amat diperlukan di masyarakat kita.
Pilkada dan pilpres yang sudah banyak kali dilakukan dengan biaya tinggi harusnya memberi pelajaran yang baik utk demokrasi. Yang kita lihat saat ini calon pemimpin yang dianggap tidak bersih masih dipilih oleh publik. Publik masih terpesona oleh dinasti politik. Publik masih mengikuti ajakan orang terkenal dan ahli disuatu bidang – padahal ajakan dan arahannya tidak tepat. Jadi adanya kebebasan bisa disalahgunakan untuk pengarahan-pengarahn yang tidak atau kurang bertanggung jawab. Hal ini akan memperlama bahkan mengganggu demokrasi seperti yang diinginkan. Yang menjadi masalah jika gangguan-gangguan ini semakin membesar maka dapat membelokan demokrasi sehingga terjadi seperti yang kita takutkan diatas.
Harus dicari sistem yang selalu dapat ditingkatkan menjadi lebih baik, lebih pantas dan lebih adil. Disamping tentunya lebih murah dan dengan resiko perpecahan yang kecil.Kalau kita mau menjadi bangsa yang besar kita harus mau bekerja keras menciptakan atau menemukan sistem itu.
Ada minimal Dua Pilihan
Pertama yang dapat kita kerjakan secara cepat bila kita yg memerintah maka utk bisa mengontrol tanpa gejolak besar adalah mengembalikan ke sistem pemilihan gubernur melalui DPRD tingkat 1 atau utk walikota/ bupati melalui DPRD tkt 2. Calon2 yg memenuhi syarat tertentu boleh diusung oleh masyarakat setempat atau melalui sejumlah anggota DPRD utk dipilih. Rekam jejak calon menjadi penting. Kampanye mengenalkan program yang mendetil bisa diketahui publik secara terbuka. Publik bisa menilai dan dapat memberi masukan. Utk kelak ktk calon terpilih publik segera mendukung program pejabat tersebut.
Semakin program daerah tersebut baik, terukur serta bisa dijalankan dan didukung masyarakat maka kemajuan daerqh tersebut dijamim cepat.
Pejabat terpilih yang minimal bersih-cakap-amanah merupakan kepanjangan tangan pemerintah pusat, namun punya otonomi sesuai UU.
Bagaimana dengan pemilihan presiden ? Apakah akan dikembalikan pada MPR ? Sebaiknya tidak. Pilpres tetap langsung dipilih rakyat karena publik tidak ingin pilpres dikembalikan cara lama. Aturan pencalonan ditetapkan secara baik dan adil, dengan menghargai azas keterwakilan parpol yang memenuhi syarat persentase di DPR. Calon presiden jauh hari harus dikenalkan dan keberatan dari masyarakat diperbolehkan sepanjang alasan keberatannya memenuhi alasan demi kemaslahatan bangsa. Disini besar kemungkinan calon presiden adalah mereka yang telah menjabat menjadi gubernur atau bupati/walikota yang sukses, dibuktikan dengan hasil karyanya saat menjabat. Sehingga tak perlu lagi upaya- upaya pencitraan.
Pilpres maksimal hanya dua kali untuk mencapai 50 plus 1.
Cara kedua – tetap seperti sekarang namun harus diperbaiki persyaratan calon presiden, gubernur, walikota/ bupati. Bahwa calon sdh sejak awal dikenalkan ke publik dgn persyaratan awal yang jelas. Tak bisa tiba-tiba saja calon muncul. Lalu terjadi dicalonkan lintas daerah krn menjadi kepala daerah suatu tempat bukan utk coba coba. Cara lintas daerah bisa dilakukan utk 20-25 tan yad.
Ini berarti calon yg matang dikarbit tidak mungkin ada. Atau calon yg muncul semata mata karena populer tanpa kecakapan yang tinggi.
Negara kita negara besar dengan permasalahan yang kompleks di mana tidak mungkin dipimpin oleh seorang yang hanya punya kemampuan ala kadarnya, kendati ia cerdas.
Akan lahir pemimpin teruji yang bisa memimpin tanpa primordialisme. Atau politik dinasti. Dimana ia membela kepentingan2 rakyat banyak secara baik dan benar.
Masyarakat harus mendorong dengan kuat ke arah itu. Itulah yang dimaksud diatas bahwa demokrasi memerlukan kesabaran. Bukankah bagi kita kesabaran itu bagian penting dari iman?