“Bagi saya kesejahteraan umum itu sumber kebahagian rakyat, negara tidak boleh menjadi tempat penggarong atas nama kapital, dan atas nama komoditi” Bung Karno.
Perekonomian indonesia masih kental dengan nuansa neoliberalisme. Sebagaimana yang terpatri dalam setiap kebijakan ekonomi-politiknya yang memihak kepada kepentingan pemilik modal. Modus operandi politik deregulasi dijalankan secara massif demi mempermudah dan melapangkan segala kepentingan pemiliki modal. Kran privatisasi atau swastanisasi dibuka selebar-lebarnya. Sehingga mengakibatkan seluruh aset produksi ekonomi berada dalam genggaman pemilik modal, serta sirkulasi keuntungan semakin deras mengalir ke tangannya
Parahnya, pemerintah indonesia belum menyadari akan kondisi tersebut. Justru malah masih mengikuti segala agenda-agenda neoliberalisme dengan penuh rasa semangat. Di tambah lagi, dengan adanya misi ambisius dari rezim politik saat ini yaitu pembangunan proyek infrastruktur. Pembangunan pelabuhan, jalan tol, bandara dan lain sebagainya terus saja di genjot, tujuannya tiada lain untuk menopang kepentingan pemilik modal dalam setiap akses-akses ekonominya. Tentu hal tersebut sangat kontra-produktif dengan harapan masyarakat selama ini. Karena masyarakat menginginkan adanya suatu perubahan nasib dan kesejahteraan dalam hidupnya.
Di samping itu, terjadinya perampasan tanah yang kian marak dan massif terjadi di tanah pertiwi pada akhir-akhir ini, menunjukkan salah satu bukti konkrit bahwa pemerintah masih konsisten dalam melakukan kerja-kerja neoliberal. Menurut Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) sepanjang tahun 2016, telah terjadi sebanyak 450 kasus konflik agraria di seluruh Indonesia dengan luasan tanah mencapai 1,26 juta hektar, yang disebabkan oleh pembangunan proyek infrastruktur, perluasan perkebunan, pertambangan dan lain sebagainya (CNN Indonesia, 05/01/2017).
Sedangkan rasionalisasi pemerintah dalam melakukan perampasan tanah rakyat tersebut tujuannya untuk pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Oleh karenanya, pemerintah bertindak secara koersif dan sewenang-wenang dalam mencabut ruang hidup dan penghidupan masyarakatnya sendiri, tanpa memikirkan dampak yang akan timbul selanjutnya. Bahkan, tidak mempertimbangkan struktur tatanan masyarakat yang sedang berkembang, seperti halnya tradisi dan budaya yang telah berlangsung secara turun-temurun dari generasi ke generasi.
Singkatnya, pemerintah telah dibutakan hati nuraninya oleh janji-janji palsu neoliberalisme. Janji yang akan mendatangkan kesejahteraan, pemerataan dan kebaikan untuk umat manusia tiada lain merupakan sebuah ilusi belaka dan omong kosong. Karena melihat realitasnya, neoliberalisme merupakan sebuah monster yang sangat kejam dan sadis, yang menyebabkan semakin tajamnya jurang kemiskinan antara orang kaya dan orang miskin, serta pula dapat menyengsarakan masyarakat karena mata pencarian hidupnya akan direnggut olet gurita imperium modal.
Dengan kondisi demikian, tentu watak ekonomi neoliberal yang telah dijalankan oleh pemerintah ini harus dilawan, termasuk pula jaringan laba-labanya yang telah lama mengikat dan mengkerangkeng sektor perekonomian Indonesia harus segera diputus dan digantikan dengan corak ekonomi yang lebih humanis, memihak pada rakyat kecil dan juga sesuai dengan identitas historis bangsa Indonesia.
Oleh sebab itu, maka perlu untuk menyongsong kembali ekonomi pancasila sebagai anti tesis dari ekonomi neoliberal, sekaligus menempatkan ekonomi pancasila sebagai jalan alternatif terhadap jalannya roda perekonomian Indonesia. Sebab, ekonomi pancasila merupakan cerminan dari Trisaktinya Bung Karno yaitu berdiri di kaki sendiri (Berdikari) dalam sektor ekonomi, dan memiliki cita-cita mulia yang bertumpu pada kemanusian dan keadilan.
Meskipun dalam kerangka historisitasnya, ekonomi pancasila bukanlah ide atau gagasan baru dalam lanskap pemikiran ekonomi di Indonesia. Melainkan gagasan klasik yang dulu pernah muncul pada tahun 1980-an yang digagas oleh Prof. Mubyarto. Namun ekonomi pancasila ini menjadi harapan baru bagi seluruh masyarakat Indonesia terkait aspek perekonomian indonesia kedepannya. Sebab ekonomi pancasila, di satu sisi merupakan manifestasi dari ideologi pancasila, dan di sisi lainnya merupakan bentuk konkret dari Undang-Undang Dasar 1945 tepatnya pasal 33. Selain itu, ekonomi pancasila adalah hasil racikan dari sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi sebagaimana yang pernah di gumamkan oleh Bung Karno.
Menurut hemat penulis ada beberapa hal mengenai pentingnya menyongsong dan mengkampanyekan ekonomi pancasila secara massif sebagai sebuah jalan alternatif bagi roda perekonomian Indonesia saat ini, diantaranya; Pertama, dalam penerapan ekonomi pancasila tidak menginginkan adanya suatu penindasan dan eksploitasi antar manusia satu dengan yang lainnya. Transaksi ekonomi yang berjalan dalam rel ekonomi pancasila sangat menjungjung tinggi nilai kemanusian, kekeluargaan, persatuan (gotong royong) dan keadilan.
Kedua, dalam ekonomi pancasila akan diatur terkait dengan kekayaan perorangan, supaya tidak terjadi ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial yang sangat mencolok. Ketiga, semangat dari ekonomi pancasila adalah semangat yang lahir dari masyarakat dalam menghendaki suatu perubahan untuk menuju keadaan tatanan sosial yang lebih baik, tetapi tetap berpegang teguh pada prinsip egaliter (kesetaran). Keempat, setiap kebijakan ekonomi-politik yang dikeluarkannya dalam ekonomi pancasila harus mengedepankan kepentingan seluruh masyarakat bukan segelintir orang saja. Karena ekonomi pancasila meletakkan kepentingan masyarakat sebagai proyeksi inti dan utama dalam basis pemikirannya. Kelima, dalam ekonomi pancasila terkandung nilai-nilai ketuhanan dan moral keagamaan sebagai “batu pijak “ landasannya.
Maka, penerapan ekonomi pancasila ini seharusnya bagi pemerintah merupakan sesuatu yang mutlak dilakukan. Karena ekonomi pancasila akan membawa babak baru bagi roda perekonomian Indonesia dan dapat menciptakan tatanan sosial-masyarakat yang lebih baik. Sehingga di tanah pertiwi ini tidak akan pernah terjadi peristiwa perampasan tanah, pengrusakan ekologi, krisis air, penggusuran dan lain sebagainya. Bahkan, pemerintah tidak perlu lagi untuk mengemis kepada investor asing dalam membangun negeri ini, cukup terapkan saja ekonomi pancasila secara tegas, dan tegakkan cita-cita ideologi pnacasila serta UUD 45 khususnya pasalnya 33.
*Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga, Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial.