SERIKATNEWS.COM – Pengasuh Pondok Pesantren Fatihatul Quran, Kiai Mohammad Monib mengkritik gelar yang disandangkan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) kepada Sandiaga Uno (Bakal Calon Wakil Presiden 2019). Monib mempertanyakan dasar gelar santri post-Islamisme yang dilabelkan kepada pribadi Sandiaga Uno.
“Presiden PKS Sohibul Iman semena-mena menggunakan istilah santri post-Islamisme. Ini kebingungan epistimologi,” kata Monib dalam sebuah diskusi di D Hotel, Setiabudi, Jakarta Selatan, Sabtu (25/8/2018).
“Mas Sandi tidak pernah di pesantren, dari sisi ilmiah tidak bisa dipertanggungkawabkan,” tutur monib.
Menurutnya, gelar santri post-Islamisme hanyalah trik PKS saja untuk menggambarkan Sandi sebagai calon pemimpin dari kalangan Islam. Sebab, gambaran pemimpin Muslim tidak ada dalam diri Bakal Calon Presiden 2019 Prabowo Subianto, yang menjadi pasangan Sandi.
“Pak Prabowo tidak mungkin diceritakan sebagai santri, karena ya kita tahulah ceritanya embak Yenny diminta jadi imam salat. Wajar branding itu diarahkan kepada Sandi, branding pencitraan Pak Sandi sebagai santri,” tuturnya.
Monib menilai PKS sedang membuat narasi tipu daya dengan menyebut Sandi sebagai santri post-Islamisme. Monib juga berpendapat hal itu dilakukan PKS agar mendapat dukungan dari pesantren-pesantren.
“PKS dengan istilah santri post-Islamisme ini bagi saya ini narasi tipu daya agar bisa diterima oleh fakta dukungan politik di tingkat pesantren. Tapi secara ilmiah ini kekacauan,” tegas Monib.
Monib lantas menerangkan makna post-Islamisme. Menurutnya, istilah itu adalah paham yang terbuka terhadap gagasan dan ideologi yang berkembang.
“Konsekuensi yang harus ditanggung kalau ingin mengemas Sandi seorang dengan citra, branding sebagai santri post-Islamisme, maka mau enggak mau itu artinya harus menerima ide, gagasan, ideologi yang berkembang dalam teori-teori demokrasi,” imbuhnya.
Monib memberi contoh konsekuensi istilah post-Islamisme yang dipakai PKS, yaitu seperti menerima kesetaraan antara Muslim dengan non-Muslim, menerima adanya perbedaan agama dan membela kaum Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender dari kemarjinalan dan intimidasi.
“Misalnya kalau PKS ingin serius mengemas fase demokrasi, bisa enggak PKS ini menerima wacana tentang kesetaraan Muslim dan non-Muslim? Bisa enggak menerima nikah beda agama? Di dalam demokrasi, mau enggak mau ini harus diterima,” ujar Monib.
“Mau tidak, mampu tidak PKS yang membranding, ingin mencitrakan fase demokrasi, mau nenerima tidak membela LGBT? Ini sebuah problem tersendiri,” sambungnya.
SerikatNews.com adalah media kritis anak bangsa. Menyajikan informasi secara akurat. Serta setia menjadi platform ruang bertukar gagasan faktual.