(Dikutip dari buku : Satu abad memorabilia Soerachmad pejuang kemerdekaan pendiri divisi Brawijaya. Jakarta: Millenium 2004, halaman 135 s/d 139)
Sebenarnya di “Brigade S” (Soerachmad) formalnya masih ada 1 batalyon lagi yang berada di bawah komandonya. Namun sejak semula sudah diduga oleh Soerachmad bahwa Batalyon Sabaraoedin yang diusulkan masuk “Brigade S” oleh Mayor Jonosewojo kemudian ikut dalam operasi penumpasan FDR/PKI di Dungus, sebenarnya mempunyai maksud-maksud tersendiri. Batalyon Sabaroedin sebelumnya ditugaskan Kolonel Soengkono untuk mengawal Tan Malaka. Mungkin karena itu, kemudian Mayor Sabaroedin secara politis dapat dipengaruhi oleh Tan Malaka yang dikenal sebagai “Trotsky”ist. Setelah Belanda menduduki kota Kediri, pasukan Sabaroedin dengan Tan Malaka berada di suatu daerah di barat Sungai Brantas di sekitar desa Gringging, Kediri. Di dekat daerah itu terdapat pula markas Divisi I/Gubernur Militer Jawa Timur di bawah Panglima Divisi Kolonel Soengkono dengan kompi dekking-nya Kompi Macan Kerah dengan komandan Kapten Sampoerno.
Ternyata kemudian Tan Malaka mengeluarkan pengumuman di radio dan selebaran bahwa karena Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta sudah ditangkap Belanda, maka Tan Malaka menyatakan bahwa Pemerintah Republik Indonesia sudah tidak ada lagi dan yang ada sekarang adalah Pemerintah Republik Rakyat Indonesia dengan Presidennya Tan Malaka. Dan sebagai Panglima Besar diangkat Sabaroedin. TNI yang tidak sejalan dengan Tan Malaka akan dilucuti.
Kemudian dilaporkan pula sendiri oleh Mayor Jonosewojo bahwa dia pernah dihubungi hendak diangkat menjadi Panglima Besarnya Tan Malaka. Tetapi Jonosewojo menolak dan karenanya yang diangkat adalah Sabaroedin.
Mendengar laporan itu, Letkol. Soerachmad memanggil Letnan I Soekadji Hendrotomo yang pada waktu itu adalah komandan kompi dekking Komando “Brigade S”/KMD Kediri dan memerintahkan untuk menangkap Tan Malaka dan Sabaroedin.
Dengan secepat kilat Kompi Soekadji Hendrotomo berhasil menangkap Tan Malaka dan Kompi Macan Kerah berhasil menangkap Sabaroedin. Sebagian pasukan Sabaroedin berhasil dilucuti dan sebagian lagi berhasil melarikan diri. Namun, malangnya pada saat bersamaan pasukan Belanda sedang menggempur ke daerah terjadinya peristiwa tersebut, karena akan menggempur Markas Divisi I yang dipimpin Kolonel Soengkono.
Tan Malaka kemudian berhasil ditangkap dan dibawa kejurusan Selatan ke daerah Kecamatan Mojo oleh Kompi Soekadji Hendrotomo. Tetapi Mayor Sabaroedin yang sudah tertangkap oleh Kompi Macan Kerah dapat melepaskan diri karena Kompi Macan Kerah menjadi kocar-kacir akibat gempuran pasukan Belanda. Sabaroedin berhasil lolos bersama pasukannya yang masih tersisa menyeberang Kali Brantas menuju ke Timur. Dalam perjalanan ke timur, Sabaroedin beserta pasukannya bertemu dengan Mayor Banoeredjo dengan kepala stafnya Kapten Roestamadji dan selanjutnya melarikan diri ke Kawi Selatan bergabung dengan Brigade XVI Warrow.
Mendengar laporan tersebut, Letkol Soerachmad menjadi sangat marah. Semula ia memerintahkan untuk mengejar dan menangkap Sabaraoedin tetapi diingatkan oleh stafnya bahwa kita masih menghadapi Belanda, sehingga untuk sementara niat menghukum Sabaroedin masih ditunda. Kemudian Soerachmad menanyakan kepada Lettu Soekadji Hendrotomo, “Dimana Tan Malaka sekarang?”
Soekadji H. menjawab, “Sudah ditembak mati, Pak, dan sudah ditanam.”
“Apa melalui proses?”
“Ya, proses yang singkat pengadilan perang di lapangan,” jawabnya.
Ya, begitulah kenyataan yang sebenarnya untuk menjawab semua misteri mengenai Tan Malaka.
Adapun Sabaroedin sendiri setelah penyerahan kedaulatan RI oleh Belanda datang menghadap Kolonel Soengkono. Kolonel Soengkono tidak mau menerimanya. Ia kemudian memerintahkan Mayor CPM Divisi I Soejatmo untuk menangkap Sabaroedin untuk selanjutnya diproses di pengadilan militer di lapangan dan dengan vonis tembak mati. Eksekusi vonis telah dilaksanakan di suatu tempat di dekat Nganjuk. Dengan demikian habis sudah riwayat Tan Malaka dan Sabaroedin.
Penulis adalah anggota Tan Malaka Institute (TMI)