Laporan Serikat News
Selasa, 12 September 2017 - 13:05 WIB
Foto: Dok, Pribadi
Oleh: RUDI SANTOSO*
Aku lahir dengan kasih sayang
Tumbuh besar di negeri nenek moyang
Ibuku menicintai persaudaraan
Melarang membenci perbedaan
Ayahku bukan golongan konglomerat
Dia lelaki tua yang menaruh nasibnya disawah
Lelaki kuat yang mengajarkan rendah hati dan berbelas kasih
Di pojok kota
Aku melihat orang-orang bebaju belang
Saling bergrmbira menikmati alunan lagu-lagu koplo
Dengan lantang mereka berteriak
Kita adalah orang-orang yang bijak
Kita adalah orang-orang yang benar
Memperjuangkan perintahNya
dan aku tak mengerti apa yang harus kuperjuangkan dariNya..? Selain menyembahNya
Kepada kau yang kerap membusungkan dada dengan harta yang di punya, kehidupan dan harta hanyalah titipan dari Tuhan
Kepada kau yang angkuh dengan pemikirannya, kecerdasan bukan untuk menjatuhkan kelompok lain, sejatinya ia tercipta untuk berbelas kasih antar sesama saudara
Kepada kau yang tidak pernah berhenti menyalahkan orang lain, siapapun berhak menentukan sikapnya, tak usah kau membenci bahkan mencaci maki, itu hanyalah milik Tuhan. Kau cukup mencintai perbedaan karena kita lahir atas nama persaudaraan dan kebenaran hanyalah milik Tuhan
Di negeri tempat aku berteduh
Berita baik adalah berita buruk
Berita buruk adalah berita buruk itu sendiri
Perbedaan ras, agama, bahasa, dan budaya
Telah menumbuhkan konflik dimana-mana
Mengatasnamakan harga diri tapi tak tau diri
Aku tak pernah berhenti gelisah diantara gelisah-gelisah orang lain
Melihat para kelompok menyalahkan kelompok yang lain
Menganggap dirinya dan kelompoknya yang paling benar
Nama Tuhan menjadi bahasa perlawanan
Negeriku dipenuhi orang-orang edan
Saling tikam menikam
Manusia semakin bertambah banyak
Permusuhan semakin menyengat
Lahir atas nama persauadaraan
Acuh kepada yang kelaparan
Hidup untuk mendekatkan diri kepada Tuhan
Sanak keluarga dan saudara menjadi tumbal untuk mendapatkan kekuasaan
Manusia harus saling menghargai perbedaan
Kepentingan pribadi dan kelompok bukanlah alasan untuk bermusuhan
Tuhan membenci itu
Surat ini kutujukan kepada hatiku yang remuk diantara gelisah-gelisah orang lain yang kelaparan hanya di hibur dengan konflik dimana-mana
Mereka hanya berharap belas kasih dari orang-orang di jalan dengan uang recehan
Bersabar dengan cacian dan makian
Siapapun yang membaca dan mendengar tentang puisi ini, beritakanlah kepada mereka yang selalu membusungkan dada dengan kemewahan yang dipunya
Kepada mereka yang tidak pernah memikirkan nasib saudara-sudaranya, acuh dan tidak ingin mengerti tentang perjuangan hidup saudaranya di jalan raya
Inilah teater kehidupan
Si miskin meraung kesakitan
Si kaya menjadi penguasa tanpa berdosa
Manusia-manusia semakin memutus tali persaudaraan
Saling menolong antar sesama, semakin menjadi perihal yang tabu
Manusia-manusia telah edan, negeri pun ikut edan, zaman pun edan
Angkuh di pelihara, kebencian merajalela
Hanya ada satu tempat
Untuk bersembunyi menyelamatkan diri
Yaitu di laut hati yang paling dalam
Berdzikir kepada Tuhan.
*Penulis lahir di Sumenep Madura. Mahasiswa Sosiologi UIN Sunan Kalijaga. Pendiri Kominitas Gerakan Gemar Membaca dan Menulis (K-G2M2). Beberapa puisinya termaktub dalam, Secangkir Kopi Untuk Masyarakat (2014), Sajak Kita (GemaMedia2015), Surat Untuk Kawanan Berdasi (2016), Ketika Senja Mulai Redup (2016,) Moraturium Senja (2016), Antologi Cerpen Muda Indonesia (Gema Media 2015), dan beberapa puisinya telah terbit diberbagai media cetak lokal dan nasional, buku puisi tunggalnya “Kecamuk Kota” (Halaman Indonesia 2016)
Insan Pilihan Tanda-tanda kerasulan Terlahir tanpa sandaran Cinta yang dipisahkan Hadirmu cahaya penuh keyakinan Diuji dan ditempa penuh cabaran Ikhlas