Oleh: Mikhail Gorbachev Dom
Panggil saja saya Gorba, walau saya terlahir dengan nama panjang Mikhail Gorbachev Dom. Semenjak kecil saya tertarik dengan alam semesta sehingga pada saatnya saya memilih Ilmu Geografi untuk dipelajari pada jenjang sarjana dan Ilmu Lingkungan pada jenjang magister. Saya juga aktif di LSM lingkungan dan menjadi relawan untuk acara acara Lingkungan Hidup. Sebagai Ahli Lingkungan saya juga membantu berbagai Kementerian Lembaga serta Pemerintah Deerah untuk kebijakan Lingkungan Hidup, sebagai Pemerhati Lingkungan Hidup saya juga beberapa kali mengisi acara Lingkungan Hidup sebagai narasumber. Namun dengan segala kiprah tersebut saya merasa laju perbaikan Lingkungan Hidup belum berjalan dengan kecepatan yang dibutuhkan.
Di lain pihak saya melihat para Kepala Daerah yang hebat malah berhasil menata Lingkungan Perkotaan dengan baik, sebut saja Bu Risma dengan Kota Surabaya yang bersih, Pak Ridwan Kamil dengan tamantaman yang aduhai, Pak Ahok dengan normalisasi sungai (menghilangnya kekumuhan kota) dan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA). Maka mulailah saya melihat politik sebagai suatu harapan, padahal sebelumnya saya melihat politik sebagai salah satu yang memperburuk kondisi Lingkungan Hidup. Saat itu saya mulai berpikir mungkin saya bisa berharap pada proses politik Indonesia untuk menjadi lebih ramah lingkungan agar pembangunan yang terjadi di Indonesia juga ramah lingkungan.
Pada titik ini saya belum berminat untuk melirik Partai Politik karena stigma buruk yang menempel pada Partai Politik, saya baru menghargai produk mereka dalam bentuk Kepala Daerah saja, yang hebat hebat itu. Namun saat proses politik menghempaskan Pak Ahok ke belakang jeruji besi saya termasuk yang bersedih dan patah hati. Dalam keadaan patah hati tersebut saya pergi ke aksi lilin di Tugu Proklamasi, disitulah momen kesadaran politik saya bangkit dan merupakan perjumpaan saya dengan para politisi Partai Solidaritas Indonesia. Saat itu saya hanya melihat kok temen temen PSI agak beda saja, sehingga muncul keinginan saya untuk mengenal PSI lebih jauh.
Setelah kebersamaan singkat di Tugu Proklamasi tersebut saya menghubungi Sis Grace Natalie melewati Instagram, dan (walau saya tidak banyak berharap) ternyata dibalas, mulai dari sini saya mulai berpikir bahwa PSI beda dari Partai Politik lain. Lalu Sis Grace menyarankan saya meninjau PSI lewat web PSI, saya mengikuti saran Sis Grace dan setelah saya lihat cita cita PSI tidak bertentangan dengan cita cita saya, maka saya mendaftar menjadi relawan PSI lewat web, dengan mengisikan data saya di web. Setelah itu saya melaporkan kembali kepada Sis Grace bahwa saya sudah mendaftar, beliau lalu meminta saya menjadi anggota tetap dengan menyertakan KTP pada form pendaftaran yang diberikan lewat email. Saya yang saat itu setuju langsung mengerjakan apa yang diminta Sis Grace, walau setelah itu saya galau sendiri.
Saya galau karena mengingat bagaimana partai politik baru memang bagus dan idealis, semua partai memang begitu, tapi seiring berjalannya waktu partai umumnya jadi sama saja, ikut arus dan kehilangan integritasnya. Saya galau karena saya takut kehilangan banyak kesempatan karena saya berafiliasi dengan partai. Namun saya menghapus rasa galau saya itu dengan pemikiran, jika PSI ternyata mengecewakan maka saya akan menjadi orang pertama yang menarik dukungan saya terhadap PSI dan saat itu saya akan menjadi orang pertama juga yang mengkritik PSI, dan untuk saat ini saya percaya penuh PSI tidak akan mengecewakan saya, seperti saya tidak akan mengecewakan PSI.
Meski begitu rasa galau itu terus menghantui saya, sampai akhirnya saya melihat PSI mengadakan acara di markas PSI pada hari Jumat 2 Juni 2017, saya bertekat akan mengikuti acara ini dan memantau secara langsung bagaimana integritas mereka mereka yang tergabung di dalam partai. Saat itu ada diskusi tentang Pancasila, buka bersama dan diakhiri dengan ramah tamah. Ramah tamah dilakukan oleh seluruh DPP Partai, sambil perkenalan DPP dan visi misi partai. Dan pada momen itulah kesadaran politik saya mendapat penguatan, setelah mendengarkan sendiri apa yang menjadi visi misi partai, bagaimana pandangan setiap anggota DPP mengenai partai dan perpolitikan Indonesia. Lalu saat tanya jawab saya makin dikuatkan lagi, banyak dukungan dari teman teman yang hadir, semuanya mengerucut membicarakan satu hal “dulunya kami melihat partai politik itu buruk, namun dengan keberadaan PSI kami punya harapan akan politik yang lebih baik”. Saat itu juga saya tidak merasa salah langkah, bahkan semua langkah saya terasa sangat benar seakan saya terlahir memang untuk menjadi anggota Partai Solidaritas Indonesia.
Lewat semua pengalaman tadi saya sadar bahwa kebaikan butuh diperjuangkan, politik itu kotor, ya memang politik itu kotor karena semua yang terjun ke dunia politik tidak berjuang untuk membersihkannya, malahan ambil bagian dalam mengotori yang sudah kotor, seakan akan ini perlombaan menjadi yang paling kotor. Untuk itu juga saya ingin berbagi testimoni, untuk mengajak sebanyak banyaknya orang baik yang mau berjuang untuk perpolitikan Indonesia yang lebih bersih, mari berjuang bersama kami di Partai Solidaritas Indonesia. Sudah banyak korban dari perpolitikan yang kotor itu, kita tidak hanya bisa diam, kita tidak bisa selamanya menjadi penonton kejatuhan orang bersih dan hebat oleh kejahatan yang terorganisir dengan baik, saatnya kita menyerang balik kejahatan, dan saya memilih berjuang bersama PSI, #AkuPSI.
SerikatNews.com adalah media kritis anak bangsa. Menyajikan informasi secara akurat. Serta setia menjadi platform ruang bertukar gagasan faktual.
Menyukai ini:
Suka Memuat...