Dewan Riset Nasional (DRN) menerangkan makna daripada perang asimetris yaitu kelanjutan perang konvensional, dimana perang asimetris adalah peperangan yang memiliki spektrum sangat luas meliputi astagatra (delapan aspek kehidupan) yang didalamnya terdapat aspek trigatra dan pancagatra. Trigatra terdiri atas aspek geografi, demografi, dan sumber daya alam (SDA), dan pancagatra meliputi aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
“Asymmetric warfare merupakan perang murah meriah namun kehancurannya lebih dahsyat dari bom atom. Jika Jakarta di bom atom, daerah-daerah lain tidak terkena tetapi bila dihancurkan menggunakan asymmetric warfare maka penghancuran sistem di negara ini, bisa berjalan berpuluh-puluh tahun dan menyeluruh.
Sasaran perang non-militer tak hanya satu aspek tetapi juga beragam aspek, dapat dilakukan bersamaan, atau secara simultan dengan intensitas berbeda. Kelaziman sasaran pada perang asimetris ini ada tiga:
Pertama, merusak tujuan asas negara menjadi sesuai kepentingan kolonialisme
Kedua, melemahkan ideologi dengan mengubah pola pikir rakyatnya
Ketiga, menghancurkan ketahanan pangan dan energy security (jaminan pasokan energinya), dimana selanjutnya menjadi ketergantungan negara target atas kedua hal tersebut.
Keberhasilan dari perang asimetris akan berujung pada kontrol terhadap ekonomi dan penguasaan SDA sebuah negara, sebagaimana doktrin Henry Kissinger di panggung politik global: “Control oil and you control nations, control food and you control the people.” Kuasai minyak maka anda mengendalikan negara, kendalikan pangan maka anda mengontrol rakyat.
Pemerintah Indonesia atas pemahaman terjadinya perang asimetris terutama dalam hal SDA membuat Indonesia yang awalnya memiliki saham sangat kecil di Freepot, dalam kepemimpinan Jokowi bergerak pasti untuk mengambil haknya kepemilikan Freepot Indonesia.
Demikian halnya dalam bidang energy juga bergerak, jika sebelumnya secara terus menerus membodohi rakyat Indoneia berpuluh- puluh tahun dengan ” Hantu mafia energi!” sehingga Indonesia yang negaranya kaya dengan SDA menjadi miskin dan berada dalam lingkaran ” krisis energi’.
Namun kemaren pada 20 April 2018 ketegasan pemerintah untuk memberikan kesejahteraan kepada rakyat Indonesia pemilik sejati Republik, melalui kesepakatan bersama empat kementrian terkait akhirnya membuat keputusan membangun PLTN, kesepakatan ini menjadi tonggak perlawanan untuk menghancurkan gurita mafia energi yang selama ini menjajah Indonesia, memiskinkan masyarakat dengan tingginya tarif dasar listrik yang mencekik leher masyarakat tidak mampu.
Akibat ulah kapitalis lewat hantu mafia energi.Namun ikatan kapitalis atas nama broker yang selama ini menguasai energi Indonesia telah dihancur luluhkan Jokowi, lewat kebijakan memulai pembangunan PLTN dengan melawan opini yang dibangun oleh kelompok mafia energi.
Berbahagialah Indonesia yang memiliki pemimpin yang tegas, sederhana, jujur seorang Negarawan sejati yang selalu berpihak kepada rakyat Indonesia dengan slogannya kerja! kerja! dan kerja! dan Jokowi selalu berusaha mengembalikan kesejahteraan kepada rakyat Indonesia dengan kebijakannya yang terukur, cerdas serta tepat. Langkah yang perlu diberi apresiasi. Sebab negara ini punya rakyat bukan para broker atau mafia energi!
Penyerangan terhadap kedaulatan Indonesia melalui strategi model Arab Spring misalnya, menjadi contoh riil perang asimetris yang digerakkan oleh Barat (Amerika dan sekutu) melalui berbagai ‘gerakan massa’ berjilid-jilid dalam rangka menurunkan memenangkan perang asimetris yang sedang berlangsung.
Adapun bentuk serangan dalam perang asimetris juga “Melalui Kebijakan Negara”. Dimana terdapat agen kolonialisme (asing) pada posisi jabatan-jabatan strategis pemerintahan, ataupun dibentuk melalui Ormas Tertentu, yang kemudian melalui opini sosial media di-pahlawan-kan kepada publik seakan sebagai kelompok kredibel dan mewakili aspirasi rakyat.
Wujud nyata perang asimetris yang ditabuhkan saat ini ditujukan jelas kepada Jokowi terlihat dalam upaya terus menerus mengubah pola pikir rakyat. Berbagai strategi ditampilkan silih berganti bahkan sejak masa kampanye Pilpres dengan berbagai kampanye hitam dan yang terakhir terlihat melalui ungkapan Amin Rais membuat dikotomi virtual tentang Partai Allah dan Partai Setan. Ini contoh.
Dan ini warning atau peringatan, sehingga seseorang atau sekelompok orang akan memandang orang, kelompok, atau partai lain sebagai setan atau yang jahat, maka mereka akan tidak segan-segan untuk membunuh, membinasakan kelompok lain itu dalam politik, apalagi kalau mereka berkuasa. Jadinya, kita saling bunuh nanti. Negara ini pasti akan hancur melebihi hasil perang konvensional.
Oleh sebab itu Amin Rais seharus dapat dihukum karena dia melahirkan secara nyata untuk menganggap kelompok lain sebagai setan atau yang jahat. Ini sangat berbahaya karena dengan basis penilaian moral seperti ini, orang lain bisa dibunuh. Itu sangat berbahaya, maka semua potensi konflik sektarian sejak sekarang harus segera bisa dipadamkan.
Menajamnya isu sektarian akan bisa semakin tinggi menuju tahun 2019 apabila melakukan pembiaran terhadap serangan hoax dalam upaya membelah masyarakat.
Contoh lain adalah melalui gerakan tagar ganti Presiden 2019, jelas merupakan bagian serangan perang asimetris gerakan politik memperkuat gaung yang terjadi yaitu setanisasi lawan politik. Hal ini jelas sangat berbahaya dan mengajak menuju liberalisme demokrasi, demokrasi tanpa aturan. Melihat lawan politik secara hitam putih itu sangat berbahaya. Itu yang disebut Political Corectness.
Berbagai alasan dipakai untuk menutupi gerakan tersebut dengan mengatakan bahwa gerakan tagar ganti presiden 2019 merupakan gerakan rakyat dan sekaligus gerakan moral . Menurut saya pandangan tersebut “gagal paham “.
Gerakan ganti presiden 2019, bukan gerakan rakyat, jelas gerakan kaum oposisi yang berlindung seakan sebagai kritikan terhadap pemerintah, adalah klaim salah kaprah. Jelas bukan gerakan moral, tetapi gerakan politik.
Tagar ganti presiden 2019 sebelum masa kampanye adalah gerakan politik manusia yang suka panggung instan, karena memang manusianya bermental instan hasil bentukan opini teroganisir. Itu juga bukan gerakan moral! Gerakan moral macam apa ini? Menjadi badut dan bahan tertawaan orang! Biarkan mereka tetap menjadi badut, kita bisa nonton sandiwara gratis mereka. Badut tetap akan jadi badut. Hanya mampu bermimpi menjadi pejabat!
Gerakan ganti presiden 2019, merupakan sasaran tembak utama dari berbagai upaya kelompok oposisi selama ini. Karena memang kelompok Orba sangat berkepentingan untuk merebut kembali kendali atas negara ini demi penguasaan sumber dayanya.
Jokowi yang sangat mengutamakan dan berpihak pada rakyat bagi mereka merupakan halangan terbesar, dan karena itu harus dihabisi walau dalam setiap panggung disebut kawan bahkan mitra. Konsolidasi elit-elit lingkaran Suharto dan juga SBY terjadi, terutama di pihak oposisi pada aksi-aksi pengerahan massa berjilid-jilid. Yang jelas, mereka mau lawan Jokowi dan ganti dengan Prabowo. Itu bagian dari kampanye . Mereka memulai lebih awal dengan maksud lebih cepat mempengaruhi massa. Butuh strategi yang cerdas utk hadapin ini.
Tujuannya ya, pasti mengganti rezim sekarang dengan rezim Prabowo yang dipercaya akan lebih mudah dikendalikan oleh Amerika. Di sisi lain, Prabowo secara nyata memberi angin segar bagi kelompok intoleransi untuk dipakainya dalam perebutan kekuasaan sekaligus menegakkan Indonesia sebagai negara khilafah. Upaya membelokkan sistem sebuah negara sesuai kepentingan terselubung.
Perang melawan Jokowi merupakan bagian penguasaan SDA serta kawasan LCS.
Dalam KTT G-20 September 2013 di St. Petersburg, dinyatakan perlunya keterbukaan perbankan negara anggota untuk kemudahan kerjasama multilateralisme keuangan global, sebenarnya memberikan kekuasaan lebih luas kepada WTO, IMF dan World Bank mengendalikan kebijakan-kebijakan nasional negara anggotanya.
Perlu diketahui bahwa 80% perputaran uang di dunia dikuasai oleh IMF dan World Bank. Bayangkan saja bila ada seseorang mengajukan proposal pinjaman kepada sebuah bank di tingkat kecamatan, maka informasinya dapat diketahui langsung oleh World Bank dan IMF. Sehingga bagaimana postur sebuah negara dapat diketahui secara detail hingga orang per orang, baik keunggulan maupun kelemahannya.
Konflik kawasan perairan Laut Cina Selatan, sejatinya berpotensi menyeret ASEAN sebagai bagian arena perang antara Amerika versus Cina. Dengan mengondisikan melalui politik adu domba pada kawasan Asia Tenggara, khususnya ASEAN.
Kawasan Luat Cina Selatan sejak jaman kekaisaran Cina merupakan akses strategis dan tercatat dalam sejarah peradaban Cina dari generasi ke generasi dalam hal kewilayahan laut, sementara wilayah daratan membentang Jalur Sutra yang dimulai dari Xinjiang, Cina hingga membelah daratan Eropa dan jalur lainnya membelah hingga ke Asia dan Afrika.
Gerakan ganti Presiden 2019, tentu saja sangat berharap Jokowi tidak terpilih lagi. Kalau Jokowi jatuh, maka Amerika cukup fokus pada gerakan China tanpa kawatir Indonesia ikut menghalangi dalam kancah perang menguasai wilayah LCS.
Sudah pasti Indonesia dalam hal ini mesti cerdas dan tepat dengan segala kebijakannya. Jangan sampai pula Indonesia dianggap lawan langsung Amerika. Terlebih pada arena juga ada Australia mengincar dari belakang. Bagaimana juga Australia itu posisinya ambigu karena termasuk bagian dari anggota negara Persemakmuran seperti halnya Malaysia dan Singapura.
Oleh sebab itu posisi Indonesia sebagai negara Non Blok juga perlu dipertegas agar Indonesia tidak menghadapi serang dari arah Timur dan Selatan. Kemudian juga tentu sangat perlu diperhatikan stabilitas keamanan nasional, belajar dari kasus Ambon, dimana adanya warga asing yang ikut dalam konflik.
Sejarah mencatat bagaimana Soeharto lengser dari kekuasaan mendapat dukungan Amerika, sekarang Indonesia dibawah kepemimpinan Jokowi dirasakan membangun melalui aliansi yang kuat dengan China dan Rusia. Walau sebenarnya terjadi demikian akibat dari ulah Amerika sendiri melakukan embago senjata.
Hal ini menaikkan posisi Indonesia secara ekonomi dan geopolitik ke depan. Sekaligus mengakibatkan kekuatiran bagi Amerika. Hubungan Indonesia-China-Rusia merupakan potensi utama yang sangat bisa menyaingi Amerika-Eropa Barat.
Karena situasi inilah, maka kelompok Soeharto mesti dibackup lagi, dengan memberi dukungan kepada Prabowo. Kubu Green Camp di militer terus menerus memainkan perang proxy di Indonesia melalui naiknya kelompok intoleransi.
Indonesia negara yang besar! Sangat tepat negara yang besar memiliki seorang Presiden Jokowi, seorang negarawan sejati yang siap bertarung sekaligus memenangkan perang asimetris! Karena Jokowi didukung oleh segenap rakyat Indonesia yang selama ini merindukan kebebasan dari lilitan kapitalisme yang memperbudak dan menjajah rakyat Indonesia.
Jokowi sosok pemimpin yang tepat! cerdas! sederhana ! jujur! ulet! tangguh dalam memperjuangkan dan mengembalikan kesejahteraan untuk segenap rakyat Indonesia!
Anda yang sedang membaca tulisan ini pasti bangga dengan Jokowi Presiden Indonesia yang terus bekerja hingga tahun 2019 untuk membawa perubahan agar Indonesia menjadi lebih baik, sejahtera dan makmur. Ingatlah selalu untuk saat ini Jokowi adalah orang yang tepat, dan perlu dukungan dari segenap rakyat Indonesia!
Jokowi sedang menjadi target perang asimetris, apakah sebagai rakyat Indonesia berdiam diri melihat pemimpin Indonesia sedang menjadi target untuk dijatuhkan oleh asing?? Bersama kita bangun kesadaran Indonesia dalam ancaman, dan Jokowi selalu siap menerima mandat perjuangan rakyat.