Beberapa waktu lalu Sepakbola Indonesia kembali tercoreng dan berduka dengan maraknya bentrokan antar suporter. Bentrokan Bonek di Solo, Bentrokan di tol Cikampek, Bentrokan antar Aremania dan Persib yang menimbulkan korban jiwa.
Entah sudah berapa Suporter di Indonesia yang telah menjadi korban kekerasan selama ini, namun ini jelas menjadi catatan hitam sepakbola Indonesia. Sepakbola yang seharusnya menjadi ajang yang menggembirakan dan dapat menjadi alat pemersatu rakyat, malah dijadikan menjadi alat pertunjukan kebrutalan.
Kita harus berkaca pada bagaimana pelaksanaan Piala Dunia Korea Jepang diperuntukan untuk neredakan hubungan kedua negara yang memanas, Atau bagaimana kita melihat Piala Dunia Meksiko 1986 yang digunakan untuk mengurangi permasalahan imigran gelap di kawasan Amerika, sementara Piala Dunia 2010 Afrika Selatan digunakan untuk memulihkan negara tersebut yang terpuruk akibat politik rasisme apartheid, dan masih banyak lagi contoh sepak bola menjadi alat perjuangan dan persatuan.
Sementara itu kejadian-kejadian kekerasan tentu tidak bisa dilepaskan dari tanggung jawab penyelenggara Liga Indonesia. Kita tentu menginginkan Liga Indonesia yang dijalankan secara profesional, agar lahir bibit unggul untuk persepakbolaan Nasional.
PSSI sebagai federasi sepakbola nasional tentu juga memiliki andil yang besar terhadap carut marutnya sepakbola hingga berujung pada hilangnya nyawa. Apakah PSSI memiliki regulasi terhadap penyalahgunaan aparatur negara tadi? Rasanya pesimis akan hal tersebut.
Untuk itu harus dilakukan langkah revolusi yang kongkrit didalam tubuh PSSI untuk menyelamatkan sepakbola Indonesia. Pembentukan sistem yang baik dan profesional ini menjadi kunci. Karena lembaga seperti PSSI bukan lembaga main-main yang bisa dikelola seenaknya. Atau hanya sebagai batu loncatan politik pimpinannya.
Penyalahgunaan aparatur negara harus dihapuskan dari sepakbola. Minimalisir Penggunaan sepak bola untuk kepentingan politik. Kelola sepakbola secara profesional dan transparan dengan membangun sistem persepakbolaan berjenjang yang baik. Jangan jadikan suporter hanya sebagai obyek untuk mencari keuntungan semata karena suporter menjadi faktor penting pengembangan sepakbola nasional. Suporter harus diberi pelatihan dan terutama pemahaman bahwa ada hal yang lebih besar dari Rivalitas bahkan lebih besar dari sepak bola itu sendiri, yakni Kemanusiaan.
Dampak yang akan ditimbulkan bila kejadian-kejadian seperti ini terus berlanjut tentu akan meluas seperti enggannya suporter untuk datang ke stadion yang bisa menyebabkan pihak sponsor juga menarik diri sehingga klub akhirnya menghalalkan segala cara untuk menghasilkan uang termasuk melakukan suap atau sepakbola gajah.
Apakah ini yang diinginkan dari sepakbola kita?
Suporter bersatu
Katakan TIDAK untuk Kekerasan!!!
Pemerhati Politik dan Sepak Bola,
Ketua Umum Paguyuban Suporter Timnas Indonesia (PSTI) 2016-sekarang,
Aktivis Rumah Gerakan 98