Oleh: M. Faizi (Jurnalis Serikat News)
Baru-baru ini, salah satu pejabat Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sumenep abai terhadap kerja jurnalistik dalam menyajikan sebuah berita. Melalui konfirmasi bertubi-tubi yang dikirim salah satu media online di Sumenep, pesan tampak terlihat centang dua dan terbaca tanpa ada iktikad baik dari Kepala Dinas tersebut untuk meresponsnya.
Padahal, konfirmasi yang disampaikan bermaksud baik guna menemukan secercah cahaya terang dari remangnya polemik labelisasi Program Keluarga Harapan (PKH) yang tak kunjung terpasang di rumah warga penerima PKH. Konfirmasi tersebut juga sama sekali tidak menyimpang dari rel kode etik jurnalistik sebagaimana mafhum dilakukan seorang wartawan dalam melaksanakan tugas peliputan di lapangan.
Bukan tanpa dasar, sorang wartawan dalam melaksanakan liputan dituntut untuk mentaati Kode Etik Jurnalistik (KEJ) sesuai perintah Pasal 7 ayat (2) UU Pers. KEJ yang disepakati masyarakat pers dan menjadi peraturan Dewan Pers ada 11 pasal. Antara lain, Pasal 1 tentang keseimbangan isi berita dan para pihak. Wartawan juga diwajibkan melakukan uji informasi atau konfirmasi dan seterusnya.
Namun faktanya, para pejabat yang menjadi narasumber atau yang dinilai mempunyai kompetensi atau kewenangan dalam menjawab hal yang ditanyakan oleh para pencari berita ini malah tidak menjawab. Narasumber ini tidak merespons saat dikonfirmasi baik melalui telepon dan aplikasi WhatsApp.
Masih segar dalam ingatan, pada sebuah pertemuan Bupati Sumenep Achmad Fauzi Wongsojudo memerintahkan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk mempermudah kinerja wartawan dalam menggali sebuah berita. Kira-kira begini pesan beliau: Jangan sampai wartawannya lari kencang untuk mendapatkan informasi, ternyata misalnya kepala OPD-nya tak dapat ditemui atau susah dihubungi untuk dikonfirmasi.
Suami Nia Kurnia Fauzi itu melanjutkan: Berikanlah informasi yang akurat kepada wartawan, utamanya mengenai kerja dan program pemerintah di Kabupaten Sumenep.
Hingga kini, realitas di lapangan berbanding terbalik dengan apa yang diperintahkan orang nomor wahid di bumi Sumekar. OPD yang dimaksudkan adalah Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) Kabupaten Sumenep.
Mantan sekretaris DPMPTSP itu malah cuek terhadap upaya konfirmasi yang disampaikan wartawan ihwal polemik labelisasi PKH yang tak kunjung terpasang di rumah penerima PKH. Seperti per hari ini, masih banyak warga yang jelas-jelas menerima PKH belum dilekatkan label sebagai penanda keluarga tersebut tergolong tidak mampu atau pra sejahtera.
Maka dari itu, atas kinerja Kadinsos P3A yang hanya omon-omon dan tidak kooperatif terhadap kinerja wartawan sebaiknya patut ditegur oleh Bupati Sumenep, Achmad Fauzi Wongsojudo sebagai orang nomor wahid di bumi Sumekar. Harapannya, Kadinsos P3A ke depan dapat mempermudah kinerja wartawan dalam menggali sebuah berita dan untuk sama berkontribusi demi kemajuan kabupaten yang terletak di ujung timur pulau Madura.
Jurnalis Serikat News Sumenep, Jawa Timur
Menyukai ini:
Suka Memuat...