Sejarah tidak boleh kita lupakan, karena mengandung pelajaran yang sangat berharga. Termasuk sejarah agama yang mengandung spirit perubahan dalam masyarakat, agama-agama di dunia memiliki sejarahnya masing-masing dan menaruh banyak pelajaran yang tidak mudah dilupakan bagi para penganutnya.
Agama dalam kesejarahannya tidak selalu indah apa yang diidealkan oleh para penganutnya, yaitu agama hanya menciptakan keseimbangan hidup dengan penuh kedamaian karena dogma yang begitu kuat untuk tetap mengedepankan damai. Agama seolah hanya dirasa cukup dan dipaksa benar untuk diikuti oleh penganutnya, namun terkadang keindahan agama masih sering dikorup oleh para penganutnya. Kemudian agama tidak seindah yang diharapkan atau justru memicu kehadiran konflik, maka disaat seperti inilah agama menjadi ‘jahat’.
Sudah banyak konflik bahkan perang yang dipicu atas nama agama, atas nama agama perang besar terjadi, seperti: “Perang Suci” peperangan yang melibatkan Yahudi, Kristen, dan Islam, yang berlangsung kurang lebih 200th lamanya, menjadi catatan panjang dan kelam bagi agama-agama samawi. Ini hanya sebagai gambaran bahwa perang atas nama agama itu ada. Untuk itu perlu refleksi panjang bagi umat beragama agar tidak mudah menimbulkan perang atas nama agama.
Refleksi atas pernyataan Prof. Yudian sebagai Kepala BPIP juga perlu mendapat perhatian yang positif terlepas dari pro-kontra, namun lebih mengarah pada keilmuan akademik masyarakat beragama, karena Indonesia mayoritas penduduknya beragama. Masyarakat yang beragama harus sadar betul bahwa agama di satu sisi memiliki dogma kedamaian, namun di sisi yg lain memiliki dogma kekerasan, maka penting bagi siapa pun untuk menyadari ini. Kesadaran yang sudah dibangun oleh negara Indonesia adalah konsensus Pancasila termasuk agama di dalamnya. Untuk itu, apa yang dicita-citakan Pancasila sebagai induk konsensus bernegara harus mampu disadari oleh siapa pun, termasuk mereka yang beragama.
Jika memang kehidupan beragama saat ini sangat mengkhawatirkan terjadi konflik bahkan perang atas nama agama antar sesama bangsa terjadi di Indonesia, maka perlunya sebuah kesadaran umat agar agamanya tidak menjadi jahat. Tanda-tanda agama menjadi jahat, yaitu:
Pertama, bila agama mengklaim kebenaran agamanya sebagaimana yang mutlak dan satu-satunya, padahal kita ketahui bersama Pancasila mengakui semua agama, baik Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Budha, bahkan Konghucu.
Kedua, tanda agama menunjukkan jahat adalah ketaatan buta kepada pemimpin keagamaan mereka. Padahal perlu kita sadari dalam Pancasila asas musyawarah dijadikan kekuatan untuk tidak buta terhadap argumentasi apa pun.
Ketiga, agama menjadi jahat manakala agama mulai gandrung merindukan zaman ideal, lalu bertekad merealisasikan zaman tersebut ke zaman sekarang. Sebagaimana ada beberapa kelompok yang mengidealkan khilafah untuk mengganti ideologi Pancasila.
Keempat, agama menjadi jahat manakala agama dipakai untuk segala cara dan pembenaran. Jelas segala cara yang tidak benar di negara Indonesia ditolak dan telah di atur dalam Pancasila dan UUD.
Kelima, agama menjadi jahat manakala agama memekikkan Perang Suci, bicara atas nama Tuhan dan mengobarkan perang, bahkan perang terhadap pemerintah. Hal ini tidak boleh terjadi, umat beragama di Indonesia harus lebih dewasa dan menyadari betapa ruginya jika perang terjadi, apalagi atas nama agama, dan masyarakat Indonesia berbudi luhur dengan sikap keberagamaannya.
Jadi, mari kita renungankan bersama bahwa ancaman buruk itu pasti ada dari sisi agama, jika kita tidak mengindahkannya, dan kembali pada konsensus bersama yang telah disepakati yaitu Pancasila, agar kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara tetap berjalan sesuai koredor, dan menjadikan Indonesia sebagai pusat Peradaban Dunia.
- Braham Maya Baratullah, M.Si. (Dosen Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) An-Nur Yogyakarta)
- Dr. Masroer Ch Jb, M.Si. (Dosen UIN Suka)