Ketika sekitar tahun 1996 – 1998 sebagai seorang mahasiswa, saya tentu memperhatikan situasi politik negeri ini. Mulai dari sebelum peristiwa 27 Juli 1996, hingga dimulainya era Reformasi pasca jatuhnya rezim Soeharto 22 tahun yang lalu. Ada 1 tokoh yang cukup mecuri perhatian saya, yaitu Kwik Kian Gie, seorang politisi PDI hingga berubah menjadi PDI Perjuangan keturunan Tionghoa yang tidak mengganti nama menjadi nama Indonesia, tapi tidak mengurangi nasionalismenya.
Saking kagumnya saya dengan tokoh ini, maka ketika Gusdur mengangkatnya menjadi Menko ekuin saat pemerintahannya, saya berharap banyak Pak Kwik ini bisa menyelesaikan permasalahan ekonomi di Indonesia saat itu, termasuk saat menjadi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional atau Kepala Bappenas di Pemerintahan Ibu Megawati Soekarnoputri (meskipun saya orang yang kurang setuju Gusdur dijatuhkan) saya juga masih memiliki harapan kepadanya.
Sejalan dengan perkembangan situasi politik, selanjutnya yang begitu dinamis, saya pun tidak terlalu mengikuti lagi langkah politik yang dilakukan Pak Kwik, yang saya tahu hanya posisinya sekarang berseberangan dengan yang dilakukan oleh PDI Perjuangan, apa pun itu. Namun, saya masih menghormati keputusan tersebut sebagai dinamika politik belaka.
Akan tetapi, saya tergelitik dengan baru-baru ini Pak Kwik menanggapi menurunnya harga minyak dunia dikaitkan dengan harga BBM dalam negeri, berikut ini pernyataannya:

Twit ini saya kira ingin memojokkan pemerintah melalui Pertamina yang tidak menurunkan harga BBM. Kritik itu wajar, namun di sini saya melihat Pak Kwik menutup-nutupi informasi lengkap dan hanya memberikan sebagian kecil informasi saja guna tujuan tertentu. Dengan kata lain, Pak Kwik telah melakukan “pembodohan” kepada masyarakat. Mengapa begitu? Twit ini hanya memberikan perhitungan kasar dari keuntungan yang diperoleh pemerintah dalam hal ini Pertamina karena turunnya harga minyak dunia. Bagaimana dengan pertimbangan-pertimbangan lain? Tidak ada penjelasan di sana.
Contohnya, bisa saja pemerintah membeli minyak di luar negeri yang lagi turun tersebut untuk seluruh kebutuhan BBM dalam negeri agar harga jual di dalam negeri bisa ditekan, namun apakah hal tersebut tidak berdampak besar pada produksi dalam negeri? Tentu saja. Bagaimana nasib kilang-kilang minyak dalam negeri jika kita hanya membeli minyak dari luar negeri? Tentu kilang minyak kita akan terdampak bahkan mungkin kolaps. Bagaimana dengan puluhan ribu karyawan di sana? Bisa jadi kena PHK. Bagaimana juga dengan perusahaan rekanan yang terkait dengan produksi kilang minyak kita? Apakah itu juga luput dari perhatian Pak Kwik?
Ada banyak lagi pertimbangan pemerintah tentunya untuk tidak mengimpor BBM secara keseluruhan hanya untuk menekan harga BBM dalam negeri. Dampak-dampak lain juga harus menjadi pemikiran terutama di tengah ancaman pandemi seperti saat ini. Tentu PHK ribuan karyawan di perminyakan bukan menjadi langkah yang bijak demi menurunkan harga BBM.
Di sini saya kembali melihat Pak Kwik entah sengaja atau tidak, tidak memberikan informasi yang utuh kepada masyarakat. Kenapa sekarang Pak Kwik menghalalkan segala cara untuk menyerang pemerintah? Entahlah….
Yang pasti Pak Kwik….. Kau telah berubah!
Pemerhati Politik dan Sepak Bola,
Ketua Umum Paguyuban Suporter Timnas Indonesia (PSTI) 2016-sekarang,
Aktivis Rumah Gerakan 98
Menyukai ini:
Suka Memuat...