Bila judul lagu dangdut menyatakan “Lebih Baik Sakit Gigi Daripada Sakit Hati”, maka di masa pandemi ini berlaku hal yang sebaliknya. Hidup seseorang akan menjadi lebih runyam ketika ia menderita sakit gigi di saat penularan Covid-19 mudah terjadi. Virus Sarscov-2 penyebab Covid-19 mudah memapar pada benda dan makhluk hidup, sehingga hasil uji PCR terhadap makhluk hidup dan benda mati yang terpapar menunjukkan hasil positif. Hasil uji positif ini turut menambahkan jumlah kasus positif pada data surveilans, yang turut meningkatkan kepanikan masyarakat.
Sarscov-2 memerlukan media cairan tubuh manusia (droplet) dari sistem pernafasan, hidung dan tenggorokan untuk dapat hidup dan berpindah inang. Dengan kata lain, virus Sarscov-2 hanya dapat menular melalui droplet yang berasa dari hidung dan tenggorokan. Hal inilah yang menjadi permasalahan bagi para pasien dan dokter gigi, juga dokter-dokter lainnya. Pemberitaan media yang masif meningkatkan kewaspadaan sampai pada level ketakutan/paranoia. Para nakes dan masyarakat melakukan berbagai cara untuk mencegah virus menempel dan memapar pada tubuh, termasuk dengan memborong alat pelindung diri seperti masker medis hingga penggunaan hazmat.
Keruwetan ini yang menyebabkan masyarakat, baik tenaga kesehatan, dokter, dokter gigi, perawat dan juga anggota masyarakat malas untuk saling bertemu. Sebisa mungkin tetap #DiRumahSaja, meskipun itu berarti menahan sakit gigi, sakit kepala, bahkan rasa lapar. Meskipun banyak virus, bakteri dan patogen lain di sekeliling kita, tampaknya hanya Covid-19 yang mampu membuat masyarakat nyaris berhenti beraktivitas. Kepanikan ini juga menyebabkan pasien sakit gigi enggan berkunjung ke klinik atau rumah sakit. Para tenaga kesehatan pun menjaga jarak sejauh mungkin sehingga aspek humanitas dalam pelayanan seperti terlupakan.
Uji Lab dan Keterlambatan Penanganan
Artikel berikut ini, Susahnya Sakit Gigi Kala Pandemi menceritakan kesulitan pasien saat berkunjung ke dokter gigi. Pasien sakit gigi harus menahan bengkak giginya dan dilayani secara virtual untuk menanyakan keluhannya. Tindakan langsung? Nanti dulu. Pasien harus melewati rangkaian pemeriksaan, termasuk lolos uji RT-PCR ataupun Rapid Test. Untungnya, beberapa klinik gigi tetap memberikan pelayanan kesehatan gigi yang mumpuni, bahkan dengan sarana pencegahan termutakhir. Sarana tersebut menghindarkan penularan dari pasien ke tenaga kesehatan dan sebaliknya, tanpa harus bertele-tele melaksanakan pengujian.
Sebenarnya, kita tidak perlu terlalu khawatir akan penularan Covid-19 bila kita mengingat kembali cara penularannya. Virus Sarscov-2 hanya menular dalam droplet melalui hidung dan tenggorokan. Dengan demikian, kita hanya perlu menutup hidung dan tenggorokan untuk mencegah penularan, tidak perlu sampai menutup tubuh dengan ketat menggunakan hazmat. Bila pasien mengalami sakit gigi, sehingga tidak mungkin menggunakan masker, maka dokter dan perawat lah yang menggunakan masker medis. Petugas medis juga bisa menambahkan penggunaan face shield. Penggunaan APD seperti ini secara logika dan faktual efektif untuk mencegah penularan virus Sarscov-2. Perlu ditambahkan bahwa baik pasien sebagai anggota masyarakat juga tenaga kesehatan harus tetap menjaga kesehatan fisik dan mental agar imunitas tubuh tetap mumpuni dalam melindungi diri dari virus dan patogen yang ada.