Jangan duduk di depan pintu, jangan buka payung di dalam rumah, jangan tidur sore-sore, jangan duduk di atas bantal dan masih banyak “jangan” lainnya yang kini tak terlalu akrab di kuping anak-anak muda.
Maha, mungkin sedikit dari anak-anak muda masa kini yang percaya pada mitos-mitos itu. Pitutur kehidupan, kata eyang. Kejadian di masa lampau mendorongnya untuk tidak meninggalkan larangan-larangan itu.
Jaman kecil dulu ia suka main di kali kampung sebelah dengan anak-anak seumurannya. Suatu ketika mereka melihat sepasang ikan yang beberapa hari itu berenang-renang di tempat yang sama, di atas batu berlubang dan berlumut. Tak ada yang menarik, yang ada justru keganjilan. Temannya, Natsir dan Nadya nekat membawa pulang dua ikan itu. Keduanya berakhir dengan sakit keras dan meninggal. Orang-orang kampung menyebutnya sial, karena telah memisahkan ikan yang dipercaya sebagai Mimi dan Mintuno. Sebagian lagi mengatakan arwah mereka dijemput wewe gombel. Sejak peristiwa itu, kali di kampung sebelah sepi, senyap, anak-anak tak lagi bermain pancing. Sesekali tukang angon memotong rumput Benggala yang tumbuh tinggi hingga hampir 2 meter di sekitar kali untuk pakan ternak. Sebelum musim penghujan, remaja masjid ramai-ramai menebang ranting-ranting pohon agar tak patah dan hanyut menyumbat saluran kali.
Trauma masa kecil itu ia bawa sampai dewasa. Sampai menikah dengan Alex, warga negara Kanada, sepupu seorang teman kuliah. Aku takut sama sungai, aku enggak makan ikan air tawar, dan kalau nasi belum matang jangan kau buka tutupnya. Pesannya saat Alex melamar di tepi sungai Mekong.
“Ini exception sayang, kalau tidak karena penasaranmu akan monster catfish, aku nggak mau temani kamu ke Vietnam,” jelas Maha sambil mempermainkan cincin berlian yang melingkar di jari manisnya. Agak sedikit kebesaran.
“Ada apa dengan sungai dan ikan air tawar?” tanya Alex. Matanya menyipit karena silau. Kacamata hitamnya tak mampu melindungi bola matanya yang berwarna hazel.
“Sungai, karena airnya keruh tak terlihat dasarnya. Ikan air tawar, karena rasa dan aroma dagingnya aneh menurutku, seperti tanah. Tanah liat, tanah comberan, pokoknya tanah.”
“Terus, kenapa dengan masak nasi?”
“Karena kalau nasinya belum matang, ngapain dibuka hahaa..”
***
Kini, pernikahan mereka sudah berjalan 3 tahun. Belum ingin memiliki anak. Alex sering bepergian ke luar negeri dan Maha baru bergabung di sebuah bank swasta. Namun sejak kena PHK karena pandemi, Maha memulai bisnis nasi bungkus antar. Tak disangka, yang tadinya hanya sebagai pelarian ternyata laris, ambyar! Dalam sehari sedikitnya 100 porsi “Maha Bungkus” diantar ke rumah-rumah pelanggan. Nasinya enak banget, pulen, wangi. Rahasianya apa sih? Testimony datang bertubi mengibaskan rasa bosan.
“Jadi, apa rahasianya ini,” Alex ikut penasaran. Dia tak terlalu suka nasi, tak terlalu tahu apa bedanya. Seorang teman menanggapi di kolom komentar IG Maha Bungkus. Sejak kuliah masakan Maha memang dahsyat, terutama nasinya yang pakai campuran ketan. I miss you darling! Bunyi komentar itu.
“Oh jadi pakai ketan?” goda Alex.
“Bukan, setan!” timpal Maha.
“Lho kok marah sih.”
“Kesel, buka rahasia dapur orang.”
“Hahaa Melly kan orangnya begitu, tapi maksudnya enggak jahat kan.”
***
Dua bulan berjalan, Maha Bungkus semakin booming, menggerus kenyataan bahwa keadaan saat ini tidak sedang baik-baik saja.
Jangan lupa takaran berasnya 3 banding 1, terus kalau mau wangi tambahkan daun Salam. Tunggu sampai daunnya layu dulu atau yang sudah kering sekalian, asal jangan yang baru dipetik. Ingat ya, jumlahnya harus ganjil. Kalau daunnya kecil-kecil pakai 3, jangan 2, demikian ajaran ibunya sejak Maha duduk di Sekolah Dasar. Resep turun temurun, kata ibu. Dan satu lagi yang tak kalah penting, tutup Magic Com jangan dibuka sebelum nasinya matang.
“Superstitious,” goda Alex.
“Whatever you say Mr. Puppy,” jawab Maha sambil berlalu ke dapur.
Menu yang sangat simple. Nasi hangat dengan aneka pilihan lauk, sambal merah yang digoreng dengan tomat, di-blender kasar bersama terasi bakar dan sejumput gula Jawa, dilengkapi sayuran sautéed dengan sedikit garam atau saus tiram. Praktis, enak, nggak ribet, bunyi testimony lainnya.
Tes, tes, tes, kran air di tempat cuci piring masih terus menetes. Tak mungkin memanggil tukang pipa masa PSBB begini. Selain itu, Maha dan Alex juga tak mau risiko mengundang orang lain ke rumah. Untung bukan wastafel kamar mandiku yang rusak, aku bakalan enggak bisa tidur, batinnya. Usai mengeringkan piring dan semua peralatan memasak, betapa kagetnya ia mendapati Alex tengah membuka tutup Magic Com dan membaui uapnya.
“Alex! Itu kan belum matang.”
“Oh maaf sayang tapi aromanya memang enak sekali.”
Maha mencoba melupakan peristiwa itu. Mencoba menepis klenik. Namun percaya tak percaya, Maha Bungkus lama kelamaan sepi. Nasinya tak sepulen dulu dan aromanya tak sewangi biasanya.
Penulis adalah News Presenter BeritaSatuTV dan Tenaga Ahli DPR RI, Jakarta
Mahasiswi Program Doktor Ilmu Kriminologi UI
Baru-baru ini meluncurkan buku Kumpulan Cerpen; Apple Strudel
Chat Nastiti untuk informasi lebih lanjut melalui Twitter/Instagram @nastitislestari