SERIKATNEWS.COM – Menjelang Pemilu 2024, media sosial disuguhi berita-berita tentang pencalonan, kampanye, sampai isu penundaan. Namun, rakyat Indonesia banyak yang belum memahami esensi dari Pemilu dan bagaimana mencapai demokrasi.
Merespons isu tersebut, Center for Digital Society (CfDS) berkolaborasi dengan Perludem melalui serial perdana Desus untuk menyosialisasikan pemahaman mengenai Pemilu 2024 dan desas-desusnya kepada publik. Khoirunnisa Nur Agustyati (Direktur Eksekutif Perludem) menjadi pembicara pada kesempatan ini dengan dipandu oleh Heroik M. Pratama (Peneliti Perludem) dan Iradat Wirid (Peneliti CfDS) sebagai Host.
Transformasi Digital Pemilu 2024
Khoirunnisa Nur Agustyati dalam kesempatan ini menjelaskan mengenai kerangka hukum yang sama di Pemilu 2024 dengan Pemilu 2019, yakni UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Pilkada mengacu pada UU No. 10 Tahun 2016 (UU No 6 Tahun 2020). Namun, perbedaan mendasar terletak pada transformasi digital yang menjadikan teknologi rekapitulasi suara sebagai kebutuhan terpenting, sehingga tidak ada pergeseran suara karena rekapitulasi manual membutuhkan waktu 35 hari setelah Pemilu berlangsung.
“Selain itu, transformasi digital juga diperlihatkan oleh KPU dengan tujuan transparansi kepada publik lewat Sistem Informasi Partai Politik (SIPOL), aplikasi Sistem Informasi Data Pemilih (SIDALIH), dan sebagainya,” papar Khoirunnisa.
Lebih lanjut, Pemilu 2024 akan diwarnai oleh pemilih baru yang erat hubungannya dengan sosial media. Lewat platform inilah informasi mengenai Pemilu sampai kampanye akan didistribusikan.
“Namun belum ada mitigasi risiko-resiko di media sosial, seperti disinformasi dan transparansi sehingga dibutuhkan penanganan terkait penangkalan disinformasi,” katanya.
Peningkatan Literasi Digital sebagai Solusi
Tidak dapat disangkal bahwa disinformasi, hoaks, dan polarisasi melalui media sosial akan menjadi tantangan terbesar Indonesia di era Pemilu. Karena itu, dibutuhkan solusi mengikat untuk mendorong adanya ekosistem digital yang demokratis, yakni literasi digital.
Untuk meningkatkan literasi digital diperlukan sistematika pemberantasan konten penyebaran informasi, forum diskusi yang menggaet semua pihak terkait de-bunking dan pre-bunking, kolaborasi dari masyarakat sipil dengan platform media sosial, menganalisis disinformasi di Pemilu 2024, dan sistem pelaporan hoaks yang jelas. Hal terpenting dari Pemilu 2024 adalah partisipasi dari pemilih yang mampu secara cerdas memilih informasi saat kampanye berlangsung.
“Narasi yang memecah belah dan menjatuhkan akan menjadi clue utama dalam mengidentifikasi hal ini. Politik identitas menjadi mobilisasi politik untuk membangun sentiment emosional sehingga menjadikan pemilih muda komoditas politik yang terombang-ambing kepada kandidat tertentu. Karena itu, kita harus bisa menganalisis hal ini,” jelas Khoirunnisa. (*)
SerikatNews.com adalah media kritis anak bangsa. Menyajikan informasi secara akurat. Serta setia menjadi platform ruang bertukar gagasan faktual.
Menyukai ini:
Suka Memuat...