SERIKATNEWS.COM – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menanggapi pernyataan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang akan mengafirmasi hak beragama kelompok Syiah dan Ahmadiyah di Indonesia. PBNU meminta Yaqut memberi klarifikasi agar kebijakan tersebut tak menimbulkan kesalahan persepsi.
“Mungkin yang dimaksud oleh Bapak Menteri Agama itu harus diklarifikasi terlebih dahulu agar orang-orang tak salah paham. Perlu ada dialog, perlu ada klarifikasi. Jadi jangan disalahpahami dulu. Ada kecenderungan orang, belum ada penjelasan apa-apa sudah bereaksi. Itu saya kira perlu didinginkan supaya tidak menjadi gejolak,” kata Wasekjen PBNU Masduki Baidlowi, Jumat (25/12/2020).
Masduki memahami maksud dari Yaqut yang ingin kelompok minoritas mendapatkan hak sebagai warga negara. Dia memahami atas perspektif perlindungan hak beribadah bagi kelompok minoritas yang ingin diafirmasi oleh Menteri Agama.
“Jangankan beragama, orang tidak beragama pun dalam perspektif UUD dan konteks HAM itu dilindungi. Pak Mahfud Md sebagai pakar hukum pernah menyatakan seperti itu. Jadi kalau dalam konteks hak warga negara, bisa jadi itu adalah bagian yang mau dipenuhi oleh Menag,” katanya.
Menurut Masduki, Yaqut tetap harus memberi penjelasan lebih lanjut terkait rencana tersebut. Di sisi lain, Masduki memandang setiap warga negara punya hak yang harus dilindungi negara.
“Oleh karena itu, kita ingin ada konfirmasi, penjelasan, dan dialog, apa yang dimaksud menteri agama. Kan tidak fair juga kalau kita lihat persekusi yang dialami kelompok minoritas. Padahal dia punya hak sebagai warga negara. Karena negara kita ini kan bukan negara agama. Sehingga setiap warga negara punya hak yang sama di negeri ini. Jadi hak yang mayoritas dengan minoritas haknya sama di depan negara dan hukum. Prinsip itu bisa jadi yang dimaksud oleh Menag,” imbuhnya.
Dijelaskan oleh Masduki bahwa Ahmadiyah terbagi dalam dua kelompok, yaitu Ahmadiyah mazhab Lahore Pakistan dan Qadian India. Ahmadiyah Lahore menganggap Mirza Ghulam Ahmad itu sebagai pembaharu. Sementara Ahmadiyah Qadian memandang Mirza Gulam Ahmad itu sebagai nabi setelah Nabi Muhammad.
Menurutnya, tafsir Ahmadiyah Qadian tidak sesuai dengan Alquran dan Hadis sahih yang menyatakan tak ada nabi setelah Nabi Muhammad. Atas kesalahan tafsir tersebut, umat Islam bisa berperan dalam memberi dakwah.
“Jadi ini ada perbedaan tafsir. Tapi perbedaan yang dilakukan yang dilakukan Ahmadiyah Kodyan ini menyimpang. Dari zaman sahabat, sampai tabiin, sampai ini tak ada yang memaknai seperti itu. Kecuali kelompok ini saja, jadi menyimpang. Dalam ahlisunah waljamaah, paham yang menyimpang ini tak boleh ditolerir, tak boleh dibiarkan. Harus didakwahi supaya mereka sadar,” pungkasnya.
SerikatNews.com adalah media kritis anak bangsa. Menyajikan informasi secara akurat. Serta setia menjadi platform ruang bertukar gagasan faktual.