Perfect Blue merupakan film animasi Jepang yang dirilis tahun 1997, dan menjadi film debut karya Sutradara Satoshi Kon. Film ini juga merupakan hasil adaptasi novel berjudul Perfect Blue: Complete Metamorphosis yang ditulis oleh Yoshikazu Takeuchi. Perfect Blue mengusung genre Thriller Psychological-Mystery, genre yang belum banyak dipakai dalam film-film animasi Jepang saat itu. Film yang menjadi debut Satoshi Kon ini juga kemudian membuat awal ciri khas dalam karya-karya film yang ia buat, yaitu selalu berhubungan dengan mimpi, halusinasi, dan sesuatu yang berkaitan dengan psikologis. Bisa dikatakan dalam film-filmnya, ia menciptakan mimpi di dalam mimpi. Tak heran, dalam film selanjutnya yang berjudul Paprika (2006), sutradara Christopher Nolan pun terinspirasi dengan film tersebut, dan menuangkannya dalam film Inception (2010).
Film ini menceritakan seorang mantan anggota grup idola “Cham!”, bernama Mima Kirigoe (Junko Iwao). Pasca hengkangnya dalam grup musik itu, ia mulai mencoba dunia akting. Ia mendapat kesempatan bermain dalam serial drama berjudul “Double Bind“. Namun, dari sinilah semua permasalahan muncul. Transisi yang dialami Mima bukanlah sekadar transisi pekerjaan. Citranya yang sangat kuat sebagai seorang idol grup yang cantik dan innocent pun berubah. “Siapakah kamu?”, Mima terus menghafalkan satu kalimat itu yang menjadi bagian dari naskah filmnya. Adegan ini merupakan salah satu petunjuk penting dalam film ini. Mima terus mengulang kalimat itu. Pertanyaan itu sekaligus menjadi representasi akan keraguannya pada dirinya sendiri, pada identitasnya. Ia mulai bertanya pada dirinya sendiri, apakah semua yang dilakukannya adalah keinginannya sendiri? Apakah selama ini yang menjalankan dirinya adalah sendiri? Ataukah ada orang lain yang menjadi dirinya? Mima mempertanyakan identitas diri yang sebenarnya.
Batas antara mimpi, halusinasi, dan kenyataan semakin buram. Setiap hari naskah yang ia perankan semakin nyata dan terasa. Akan tetapi, begitu pun sebaliknya. Kenyataan kian terasa seperti delusi. Hal-hal semakin membingungkan ketika Mima menyadari bahwa beberapa orang yang ada di sekitarnya mati secara misterius. Selain itu, ia juga diberitahu Rumi, (Rica Matsumoto) manajernya, bahwa ada seseorang yang membuat website berisi segalanya tentang Mima. Di situ dituliskan secara detail aktivitas yang dijalani Mima, bahkan hal-hal yang bersifat pribadi. Mima pun ketakutan dan semakin depresi saat mengetahui ada penggemar fanatiknya, yaitu Me-Mania yang bernama Uchida (Masaaki Ōkura) yang selalu mengikutinya. Atmosfer dalam peristiwa-peristiwa belakangan yang dialaminya ini membuatnya sulit membedakan mana fantasi, mana mimpi, dan mana realita.
Hal yang juga menarik dari film ini adalah perihal warna yang dipilih di dalam animasinya. Dalam judulnya, tertulis “Perfect Blue“. Sementara, visual dalam animasi ini didominasi oleh warna merah. Mulai dari warna bibir Mima yang merah menyala, baju-baju, warna dinding bangunan, dan tentu saja warna merah darah yang terjadi saat adegan pembunuhan. Menurut saya, Pemilihan kata Blue memang tepat, karena biru diidentikkan dengan kesedihan dan juga depresi. Sementara warna merah yang mendominasi film ini memiliki beberapa makna. Salah satunya menjadi simbol dari seksualitas. Perubahan sosok Mima menjadi wanita dewasa, yang awalnya lekat dengan citra seorang idol muda. Hal ini tidak lepas dari adegan pemerkosaan Mima di filmnya, pemotretan-pemotretan dewasa, hingga akhirnya publik menilai bahwa ia bukanlah perempuan suci lagi dan bukan lagi idola mereka. Ini juga perlu digaris bawahi, bahwa Perfect Blue membuktikan kalau perempuan sering kali menjadi objek seksual dan korban eksploitasi di industri hiburan. Kemudian, warna merah juga berarti darah. Dalam Perfect Blue, banyak adegan kekerasan dan pertumpahan darah yang sangat ‘mengganggu’ dari kematian misterius orang-orang di sekitar Mima yang terjadi berturut-turut.
Di tahun saat dirilisnya Perfect Blue, belum banyak anime yang menyuguhkan tema thriller psikologis seperti ini. Perfect Blue tidak hanya memiliki visual yang estetik dan realistis, namun juga nilai-nilainya yang masih relevan hingga kini. Mulai dari topik tentang krisis identitas, eksploitasi perempuan di industri hiburan, maraknya idol grup, sampai hal-hal yang berhubungan dengan dunia maya seperti akun palsu, berita bohong, dan juga stalker. Penonton perlu mengamati dengan cermat setiap adegan yang ada. Sebab, ada banyak clue tak terduga yang akan menggiring kita ke kesimpulan terakhir mengenai teka-teki Mima. Yang jelas, Satoshi Kon telah membuat plot-twist yang memuaskan penonton setelah sampai di penghujung film ini.
Lahir di Jepara, 19 Juni 1999. Penggemar animasi Jepang, terutama buatan Studio Ghibli. Biasanya juga menulis puisi. Puisi-puisinya bisa dibaca di lpmedukasi.com dan pmiigusdur.com.