SERIKATNEWS.COM – Lebaran, hari kemenangan umat Islam setelah sebulan berpuasa, identik dengan berbagai tradisi. Salah satunya yang tak lekang oleh waktu adalah berbagi hampers atau parcel lebaran.
Konsep hampers sendiri sebenarnya sudah ada jauh sebelum era modern. Kata “hampers” berasal dari Bahasa Inggris kuno “hamper” yang berarti keranjang anyaman, biasanya terbuat dari pohon willow. Di abad ke-11, orang Prancis mengenalkan konsep ini ke Inggris. Keranjang anyaman ini digunakan untuk membawa makanan dan minuman saat berburu atau perjalanan jauh.
Lalu, kapan tradisi berbagi hampers menjadi tradisi Lebaran? Ternyata, jejaknya bisa dilihat di masa kolonial Belanda. Saat itu, para keluarga Eropa kerap memberikan bingkisan berisi kue kering kepada keluarga priyayi pribumi. Tradisi ini kemudian diadopsi oleh masyarakat pribumi dan terus berkembang hingga sekarang.
Memasuki tahun 1897, perusahaan Sears and Roebuck and Co. di Amerika Serikat mempopulerkan penggunaan hampers anyaman sebagai wadah pakaian. Hal ini turut memengaruhi perkembangan hampers sebagai bingkisan serba guna yang tak hanya digunakan saat Lebaran, tetapi juga pada momen spesial lainnya.
Popularitas hampers Lebaran sendiri melonjak di era 1980-an. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan budaya konsumerisme, hampers menjadi pilihan hantaran yang praktis dan berkesan. Isinya pun tak lagi melulu kue kering, tetapi beragam produk mulai dari makanan ringan, teh dan kopi, hingga produk perawatan tubuh.
Namun, makna berbagi hampers Lebaran tak hanya soal isi dan tampilannya yang menarik. Pada dasarnya, tradisi ini bermula sebagai bentuk ucapan terima kasih dan balas budi kepada penerima. Hampers menjadi simbol untuk mempererat hubungan silaturahmi dan saling berbagi kebahagiaan di hari raya.
Seiring perkembangan zaman, makna hampers Lebaran turut mengalami pergeseran. Menurut sosiolog Moordiati, kini hampers menjadi simbol yang kompleks dalam masyarakat modern. Pemberian hampers mewah atau eksklusif terkadang dimaknai sebagai cara untuk menunjukkan status sosial atau kekayaan pemberi. Sementara itu, penerima hampers bisa menganggapnya sebagai pengakuan atas kedudukan sosial mereka.
Pergeseran makna ini tentu menimbulkan perdebatan. Meski tak bisa dipungkiri bahwa aspek status sosial turut memengaruhi tradisi berbagi hampers, namun esensi utamanya sebagai sarana mempererat hubungan dan berbagi kebahagiaan hendaknya tetap dijunjung tinggi.
Lalu, bagaimana agar tradisi berbagi hampers Lebaran tetap bermakna? Jawabannya adalah dengan menyesuaikan isi hampers dengan penerima dan budget. Tak perlu memaksakan diri memberikan hampers mewah jika hal tersebut memberatkan.
Hampers berisi kue kering buatan sendiri, produk UMKM lokal, atau bahkan kreasi hampers tematik yang unik justru bisa menjadi pilihan yang lebih berkesan. Selain itu, jangan lupa sertakan kartu ucapan berisi doa dan harapan tulus untuk penerima.
Dengan demikian, tradisi berbagi hampers Lebaran tak hanya akan lestari, tetapi juga semakin bermakna dalam mempererat tali silaturahmi dan berbagi kebahagiaan di hari kemenangan. (*)
SerikatNews.com adalah media kritis anak bangsa. Menyajikan informasi secara akurat. Serta setia menjadi platform ruang bertukar gagasan faktual.
Menyukai ini:
Suka Memuat...