SERIKATNEWS.COM – Di tengah pemulihan ekonomi dari terjangan pandemi, isu penundaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 muncul ke permukaan. Beberapa partai secara tegas menyebut bahwa pihaknya mendukung penundaan tersebut, sedangkan beberapa yang lain sebaliknya.
Alasan pemerintah untuk menunda pelaksanaan Pemilu adalah ekonomi. Yaitu, untuk fokus pada pemulihan ekonomi pasca pandemi.
Pendiri Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti menilai bahwa alasan pemerintah tersebut kontradiktif. Sebab, hal tersebut bertentangan dengan kebijakan pemerintah terkait penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 silam.
Pada 2020, di tengah gempuran pandemi, pemerintah memutuskan untuk tetap menggelar Pilkada. Alasannya, untuk menggairahkan ekonomi.
“Ini aneh ya, pada 2020 lalu, pemerintah kukuh menggelar Pilkada agar ekonomi tumbuh, tapi kenapa untuk Pemilu 2024 justru pemerintah menggunakan alasan yang sama untuk menunda?” ungkap Ray dalam Millenial Talk Beritabaru.co, Rabu 09 Maret 2022.
“Faktor yang sama digunakan untuk dua hal yang bertabrakan, ini aneh,” imbuhnya dalam podcast yang ditemani oleh Novita Kristiani, host Beritabaru.co.
Ray menegaskan, Pemilu 2024 tidak bisa ditunda hanya karena ekonomi. Pasalnya, Pemilu justru bisa menjadi stimulus untuk menggeliatkan ekonomi di Indonesia.
Maksud pertumbuhan di sini bahwa dengan adanya Pemilu 2024, pasti nanti ada banyak pihak yang belanja. Dari segi pemerintah misalnya, ada sebesar 76 triliun anggaran untuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) guna dibelanjakan.
“Sejumlah 76 T ini jika mulai dibelanjakan sejak 2022 misalnya, dan sampai 2024, maka berapa besar coba dampaknya pada ekonomi, seperti belanja spanduk, talkshow, dan sebagainya,” kata Ray.
Begitu pun dari segi peserta Pemilu. Menurut Ray, dengan tidak menunda Pemilu 2024, maka para politisi akan segera membelanjakan uangnya untuk kepentingan Pemilu.
“Intinya, Pemilu justru menjadi bagian dari stimulus pertumbuhan ekonomi karena dengannya orang akan belanja. Jadi, kalau anggapannya menunda Pemilu untuk menggairahkan ekonomi, rasanya aneh, terbalik,” tegasnya.
Pandemi sudah teratasi
Apa yang menjadi pandangan Ray mendapatkan dukungan dari Adam Muhshi, Pakar Hukum dan Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Jember (Unej). Adam mengatakan, dari segi pandemi sendiri pemerintah sudah mengklaim bahwa pandemi sudah tertangani dengan baik di Indonesia.
Dengan ungkapan lain, ketika pandemi sudah diatasi dan ekonomi sudah membaik. Maka, penundaan Pemilu dengan alasan ekonomi dan pandemi sama sekali tidak relevan.
“Pemerintah mengklaim ekonomi tumbuh dan pandemi sudah teratasi, termasuk bahwa Omicron tidak seberbahaya Delta, meski penyebarannya sangat cepat. Dari sini, kemudian sangat tidak relevan bila ekonomi dijadikan alasan penundaan Pemilu,” ungkap Adam.
Di sisi lain, Adam membandingkan Pemilu 2024 dengan Pemilu 1999. Yang kedua tetap diselenggarakan meski dalam kondisi krisis moneter dan itu berjalan lancar.
“Ya alasannya tadi, pada 1999, Pemilu tetap diselenggarakan, meski dalam krisis, termasuk soal Pilkada 2020, seperti sudah dijelaskan oleh Bung Ray,” ungkapnya.
Lebih jauh, Zulfikar Arse Sadikin, Anggota Komisi II DPR RI Fraksi Golkar tidak menolak apa yang Adam dan Ray sampaikan. Pihaknya tidak setuju dengan penundaan Pemilu.
“Sebagai bagian dari penyelenggara Negara, maka kita harus menandaskan bahwa kita punya pegangan yang kuat dalam bernegara dan itu yang harus kita tegakkan, yaitu UUD, UU, kesepakatan yang sudah dibuat Komisi II bersama penyelenggara Pemilu dan Kemendagri yang sudah dituangkan dalam SK KPU soal Pemilu 2024,” jelas Zulfikar.
Zulfikar juga menghimbau bahwa siapa pun penting untuk melakukan refleksi atas apa yang sedang terjadi saat ini. “Dan salah satu refleksinya adalah tadi, bahwa kita sudah punya pegangan,” tandasnya dalam podcast bertema Menakar Penyelenggaraan Pemilu 2024 di tengah Pemulihan Ekonomi ini. (*)
SerikatNews.com adalah media kritis anak bangsa. Menyajikan informasi secara akurat. Serta setia menjadi platform ruang bertukar gagasan faktual.
Menyukai ini:
Suka Memuat...