Penulis: Serikat News
Sabtu, 4 November 2017 - 15:24 WIB
Ilustrasi: pixabay.com
Oleh: Djafar Ruliansyah Lubis
Dalam pasal 1 ayat (3) UUD 1945 dirumuskan bahwa Negara Republik Indonesia adalah Negara Hukum, Negara dimana seharusnya menjunjung tinggi Supremasi Hukum dalam rangka law enforcement bukan justru Supremasi Politik dimana Hukum dipolitisasi bagi kepentingan kekuasaan dimana rumusan sederhana tentang Indonesia sebagai Negara Hukum dalam Konstitusi kita tetap hanya merupakan rumusan sederhana yang tidak bermakna apa apa sehingga Negara kita seperti Negara cacat dimana antara apa yang diamanahkan menjadi kontra produktif dalam kenyataan.
Meski Hukum dan Kekuasaan seperti diketahui saling melengkapi dalam Politik, menurut lesalle dalam pidatonya yang termashur Uber Verassungswessen dimana dia katakan bahwa ” Konstitusi suatu Negara bukanlah Undang Undang Dasar tertulis yang hanya merupakan secarik kertas melainkan hubungan-hubungan kekuasaan yang nyata dalam suatu Negara “.lesalle melihat Konstitusi sebagai deskripsi mengenai struktur Kekuasaan Negara.
Sedangkan hakikat Hukum dalam konteks Kekuasaan menurut Karl Olivercona dikatakan bahwa ” Hukum adalah Kekuatan yang terorganisasi dimana penggunaan Kekuatan diatur dengan seperangkat aturan “, namun walaupun Kekuasaan itu adalah Hukum, Kekuasaan tidaklah identik dengan Hukum.
Meski Kekuasaan adalah Hukum oleh Van Apeldorn dikatakan Kekuasaan tidak selamanya adalah Hukum ” Might is not Right” pencuri berkuasa atas barang yang dicurinya akan tetapi tidak berarti bahwa ia berhak atas barang itu karena barang yang didapat sipencuri itu diperoleh dengan cara melawan Hukum.
Apakah Negara kita betul betul adalah Negara Hukum, mari kita lihat Apakah tiga tujuan Hukum itu sudah dirasakan oleh Masyarakat,yang pertama mengenai masalah kepastian Hukum, ini terlihat begitu sarat dengan kepentingan Politik dari Rezim yang berkuasa, Hukum hanya dijadikan sebagai alat Politik kekuasaan yang ditujukan semata mata untuk melanggenggkan kekuasaan dimana Masyarakat hanya menjadi objek Politik bukan subjek Politik padahal didalam Konstitusi dikatakan Kedaulatan berada ditangan Rakyat.
Tujuan Hukum yang kedua mengenai manfaat Hukum, apakah manfaat dari Tujuan Hukum ini betul betul sudah dirasakan oleh masyarakat, faktanya manfaat Hukum hanya dirasakan oleh orang orang yang mampu mengendalikan Hukum sedangkan untuk golongan yang lemah dalam Masyarakat hanya menjadi pelengkap penderita yang terus saja tertindas. Hukum telah dikebiri bagi kepentingan Politik seperti pelayan setia yang melayani sang raja, seorang kasim dengan sukarela dikebiri untuk mengabdikan diri pada seorang raja untuk menunjukkan kesetiaannya begitulah Hukum telah kehilangan kewibawaannya saat ini dan menjadi pelayan Politik yang mengabdikan dirinya pada kekuasaan.
Tujuan Hukum tentang keadilan sepertinya hanya menjadi mimpi disiang bolong bagi Masyarakat, prinsip ” Equality Before the Law” tidak ubahnya sebuah pepesan kosong agar kita tidak kehilangan harapan bahwa keadilan Hukum itu ada dan tidak memihak meski dalam kenyataan tidak seperti itu, coba kita lihat bagaimana ketika seorang pencuri ayam ditangkap dengan muka yang bonyok dikeroyok Massa dan tangan terborgol dengan seorang koruptor yang ditangkap dengan muka tersenyum melambaikan tangan bak seorang pahlawan yang dikerubutin wartawan untuk diwawancarai, beginikah bentuk keadilan Hukum kita.? sampai kapan kita bisa menjadi jujur untuk sedikit saja menyisakan rasa malu agar kita tidak menjadi pecundang yang menghianati dan menggerogoti bangsanya sendiri. Semoga saja apa yang dikatakan dalam pameo Hukum sebagai “lege abitur instrumento criminis” bukanlah hukum sebagai das sein.
Meskipun Hukum adalah produk politik dalam perspektif das sein tapi ketika Hukum berlaku maka politik harus tunduk pada Hukum sebab Hukum sebagai das sollen adalah juga menjadi tujuan akhir dari Politik.
*Penulis Adalah Ketua Dewan Pembina DPP Persatuan Advocat Muda Indonesia
DALAM era digital yang berkembang pesat, industri ekspedisi menghadapi tantangan dan peluang yang belum pernah terjadi sebelumnya. Dengan pertumbuhan bisnis
PILKADA merupakan momentum krusial dalam sistem demokrasi Indonesia. Masyarakat memiliki kesempatan untuk memilih pemimpin lokal yang akan mempengaruhi arah dan
Oleh: Mauzun Visioner (Pegiat Literasi) PEMILIHAN Gubernur Jawa Timur sedang mencuri perhatian publik. Pasalnya, Pilgub kali ini menampilkan tiga figur
FIGUR kyai masih menarik untuk dilibatkan atau terlibat pada kontestasi pilkada 2024. Pernyataan tersebut setidaknya sesuai dengan kondisi proses pilkada