Siapa cawapres Jokowi? Pertanyaan inilah yang saat ini menjadi trending topic baik di dunia maya maupun di warung-warung kopi premium sampai pinggir jalan. Siapa cawapres Probowo? Meskipun belum resmi diumumkan, banyak orang yang memprediksi Prabowo akan maju lagi dan siapa yang jadi cawapresnya. Saat Prabrowo mengunjungi SBY di rumah sakit, nama AHY kembali disebut-sebut. Apalagi saat mereka berdua melakukan pertemuan di rumah SBY di Kuningan. Istilah resminya, konsolidasi.
Lalu siapa cawapres Jokowi yang katanya sudah direstui 6 partai pendukung? Yang lebih menarik JK katanya belum menerima ‘bocoran’ ini padahal dia juga digadang-gadang melanjutkan kiprahnya sebagai capres mendampingi Jokowi jika tidak terganjal undang-undang. Selesai pertemuan Prabowo SBY, tagar #MilenialDukungPrabowoAHY ramai bermunculan seperti mau mengejar perang tagar #2019GantiPresiden dengan #2019TetapJokowi. Yang menarik, tagar #JokowiCakImin dan #JokowoAirlanggaKITA ikut meramaikan perang tagar itu. Ketum PKB dan Partai Golkar itu dianggap mencuri panggung konsolidasi (belum koalisi) Prabowo-SBY.
Baca Juga: Pemilu 2019, Titik Balik Penyegaran Partai Politik
Berita perang tagar itu berkelindan dengan ditemukannya sel-sel gahar (baca: mewah) di Sukamiskin. Kontradiksi yang luar biasa. Kok ada sel mewah di penjara yang suka miskin, sehingga ada warganet yang gregetan dan menyuruh ganti nama menjadi suka kaya saja. Penemuan itu jelas merupakan validasi dari anggapan masyarakat bahwa maling kelas kakap jauh lebih beruntung dan nyaman ketimbang maling kelas teri. Sama-sama dipenjara tapi beda fasilitasnya bumi-langit.
Saat mengunjungi beberapa bekas penjara di luar negeri, saya mendapatkan kesan seram. Sel-sel yang saya kunjungi itu terkesan didominasi tembok beton tebal dan teralis besi ukuran besar yang saat dipegang bukan hanya dingin dan bau besi berkarat, melainkan ‘dingin’ dan ‘menyeramkan’. Beda jauh dengan sel mewah di Sukamiskin yang ada taman, saung dan tempat mancing segala. Ini dipenjara atau tempat rekreasi?
Apa hubungannya antara penjara gahar dan perang tagar? Ada! Sebagai bagian masyarakat dengan peningkatan pengguna ponsel pintar terbesar di dunia, kita jadi semakin kepo saja. Rasa ingin tahu kita begitu besar, apalagi berkaitan dengan siapa yang bakal memimpin kita untuk masa jabatan 5 tahun ke depan. Apalagi Jokowi sendiri seakan memberikan umpan ’10 nama di kantong’ dan diciutkan menjadi ‘5 nama di kantong’ dan sekarang malah ada ‘1 nama’ yang disepakati 6 partai pendukung minus JK.
Penjara gahar maunya ditutup-tutupi agar baik penghuni maupun kalapas bebas bertransaksi. Sementara itu, perang tagar justru dimaksudkan agar orang-orang yang disebut di dalam perang tagar itu bisa melompat pagar yang didirikan lawan politik dan menjadi juara.
Di tengah dua berita yang menjadi trending topic, transfer pemain bola kelas dunia ikut meramaikan jagad pemberitaan di tanah air. Jika mereka ramai-ramai transfer atau membajak pemain top, di Indonesia sedang ramai politisi lompat pagar. Artinya, dari partai A ke partai B. Yang di partai B, bisa lompat ke partai A atau C. Adagium dunia politik “Tidak ada kawan dan lawan abadi, yang ada hanya kepentingan abadi” tetap valid sampai hari ini.
Pengacara yang dulu membela kelompok A tiba-tiba bisa nyaleg di partai yang dulu dimusuhinya. Tokoh vokal di pantai C bisa saja tiba-tiba menyeberang ke partai D yang dulu sering diserangnya. Di partai yang baru dia bukan hanya menjadi bemper yang kuat tetapi juga penyerang yang handal. Mengapa? Karena dia tahu ‘jerohan’ lawan yang dulu kawannya.
Mengapa fenomena itu bisa kembali marak? Kita yang sudah hidup di zaman kemerdekaan ini merasa begitu bebas sehingga ikatan-ikatan apa pun menjadi terasa longgar. Yang menarik, kita merayakan euforia kemerdekaan berpolitik di satu sisi, namun di sisi lain kita terpenjara oleh kaidah-kaidah zaman old yang sudah tidak bisa mengakomodasi pemikiran zaman now. Orang yang biasa hidup bebas dan bisa pergi ke mana-mana, bahkan keluar negeri saat dimasukkan ke penjara, justru menghalalkan segala cara agar kenikmatan itu tetap bisa mereka nikmati. Contohnya ada narapidana yang dengan memakai wig bisa nonton tenis di luar pulau.
Ada juga yang memanfaatkan surat berobat agar bisa dirawat di rumah sakit VVIP yang tentu lebih nyaman ketimbang di sel mewahnya. Apalagi dari bisik-bisik yang terdengar kencang kita tahu bahwa mereka bisa saja mampir sebentar ke rumahnya sebelum ke rumah sakit atau sebelum balik ke selnya. Bahkan ketika KPK ‘sidak’ ke penjara, ada sel-sel yang tidak berpenghuni. Ke mana mereka ‘kelayapan’ siapa yang tahu. Bukankah ada karyawan yang tidak masuk memakai surat izin dokter ternyata justru sedang menonton bioskop? “Saya justru menghibur diri karena jiwa saya sedang stress,” bisa jadi begitu alasannya. Sama stressnya dengan menghadapi kenyataan bahwa sidak yang dilakukan pihak lain justru tidak mendapatkan apa-apa yang melanggar SOP. Soalnya kalau sop dibalik memang tumpah. Wkwkwk.
Perang tagar pun terjadi karena kita belum ‘sembuh’ dari perseteruhan karena beda pilihan sejak pilpres dan pilgub DKI. Rupanya kita memang perlu minum pil yang menyadarkan kita dari tidur panjang status quo bernama gengsi. Sekali pilih ini rasanya enggan berganti pilihan meskipun hati nurani kita mulai tergelitik. Pilihan di sini tentu saja bukan orang atau partai politik, melainkan pilihan untuk kembali berpikir dewasa dalam menghadapi perbedaan. Ayo cepat bangun!
Penulis Pelukis Kehidupan di Kanvas Jiwa