Oleh: Ruli Harmadi
Menurut Rudolf Mrazek dalam tulisan Structure Political Experience , Tan Malaka mendapatkan berpikir Dialektika dari tradisi merantau Minangkabau. Studi atas filsafat Hegel dan Marx di Negeri Belanda memperkenalkan Tan Malaka pada berpikir dialektika secara sistemastis. Dialektika ini merupakan metode berpikir tingkat lanjut atas persoalan yang tidak bisa dijelaskan dengan logika. Merupakan sebuah metode berpikir atas sebuah proses yang sedang terjadi. Dalam Matematika hal ini dipelajari dalam kalkulus diferensial.
Dampak berpikir dialektik ini pada Tan Malaka menjadikannya tidak berpikir dogmatis pada segala hal, termasuk pada Marxisme. Berpikir dialektik ini menjadikan Tan Malaka seorang pemikir pelintas batas yang menerobos berbagai sekat. Sebagai seorang dialektik menjadikan Tan Malaka sering berada pada posisi yang dilematis. Tantangan pertama yang dihadapinya adalah ketika dia menjadi guru di perkebunan Deli. Di Deli Tan Malaka mengalami konflik antara berpihak pada pemodal yang telah memberinya upah besar atau pada kuli perkebunan sebagai kelas tertindas. Tan memilih untuk berhenti dan memilih untuk pindah ke Semarang menjadi guru kelas tertindas Syarikat Islam.
Di Semarang sekali lagi Tan Malaka mengalami dilema ketika terjadi konflik hebat antara kubu Abdul Muis, Agus Salim dengan kubu Darsono di SI yang menimbulkan SI Merah. Sebagai seorang dialektis, Tan Malaka mencoba mendamaikan perpecahan tersebut dan melihatnya sebagai suatu hal yang tidak perlu terjadi karena keduanya merupakan kekuatan progresif melawan kolonialisme. Setelah perpecahan tak bisa dielakkan, Tan memilih bergabung pada SI Merah yang lebih revolusioner.
Ketika sedang giat-giatnya mengurus Sekolahnya, kepergian Semaun dan Darsono dari pucuk pimpinan partai mendorong anggota memilihnya sebagai ketua PKI yang membuatnya berkecimpung dalam Politik. Sekali lagi Tan Malaka berada dalam posisi dilematis. Tanpa membutuhkan waktu lama, Gubernur Jenderal mengeluarkan surat pembuangan Tan Malaka dari Tanah Air yang membawanya ke Moscow epicentrum Internationale II.
Dalam kongres ini, gerakan PAN Islam di dunia jajahan yang sedang bergolak dikategorikan sebagai anti revolusi dunia oleh para kamerad. Tan Malaka sebagai seorang dialektik naik ke panggung dengan pidato yang menggegerkan membantah Thesis para kamerad yang sudah menjadi Dogma dan diamini para utusan. Sekali lagi akibat cara berpikir Dialektik nya ini Tan Malaka mengalami dilematis karena bertentangan dengan doktrin Internationale.
Pengembaraan Tan Malaka selanjutnya ke Asia Tenggara dan Cina semakin mengkristalkan pemikiran Dialektika nya yang kelak akhirnya dituangkan dalam bukunya yang legendaris Madilog. Dengan berpikir Dialektik Tan Malaka tidak terjebak pada dogma Partai seperti yang terjadi pada Alimin, Muso dan Amir Syarifudin. Tan Malaka menjadi tuan atas pikirannya sendiri akibat berpikir Dialektiknya. Dalam Revolusi Indonesia, Tan Malaka menggalang berbagai kekuatan lintas batas untuk menghadapi Agresi Militer Belanda. Sekali lagi Tan Malaka menghadapi dilema menghadapi rekan-rekannya yang memilih Diplomasi. Gerpolek adalah karya berpikir Dialektik nya sebagai tantangan Agresi dan Diplomasi. Akhirnya pelor Tentara Dogmatis lah yang menghentikan langkah Tan Malaka Sang Dialektik Pelintas Batas.
*Penulis Adalah Anggota Tan Malaka Institute (TMI)
SerikatNews.com adalah media kritis anak bangsa. Menyajikan informasi secara akurat. Serta setia menjadi platform ruang bertukar gagasan faktual.
Menyukai ini:
Suka Memuat...