IKHTISAR
“Jangan meminta beban yang ringan tetapi mintalah bahu yang luas.”
Kata-kata bijak ini penting untuk mengukur seberapa besar beban politik Joko Widodo (Jokowi) dalam melanjutkan kepemimpinan nasional saat ini. Misalnya, apakah latar belakang Jokowi yang secara alami tidak memliki warisan politik masa lalu, baik itu ampas Orde Baru maupun residu Orde Lama, dapat membuatnya terpilih kembali? Atau sebaliknya, “ketiadaan beban politik masa lalu” justeru membuatnya sulit untuk menemukan dan meramu era politik baru? Atau bahkan kita harus bersiap-siap kembali kepada situasi masa lalu, dimana politik Indonesia hanyalah diperuntukan kepada kelompok elit yang memiliki kekuatan modal besar, keturunan orang besar dan menjadi bagian dari warisan konflik masa lalu – akibat kita gagal menjaga orang-orang “tanpa beban” seperti Jokowi?
Kekuatiran terakhir ini menjadi pertaruhan bagi “orang-orang biasa” di Indonesia. Yakni, orang-orang yang tidak memiliki kaitan dengan persoalan masa lalu. Keberhasilan Jokowi menjadi Presiden sebagai representasi dari “politik tanpa beban” menjadi tidak bermakna jika kemudian gagal melanjutkan kepemimpinan politiknya. Mengapa bisa begitu?
Pemilu bagi seorang Presiden petahana adalah bukti apakah kepemimpinannya baik atau tidak. Jika terpilih kembali maka itu adalah bukti bahwa kepemimpinannya selama ini diterima oleh rakyat. Dengan demikian, sesungguhnya keberlanjutan kepemimpinan Jokowi menjadi beban dari perjuangan politik orang-orang biasa. Beban dari “politik tanpa beban” yang kita cita-citakan.
RELEVANSI KEGIATAN
Diskusi mengenai “politik nirbeban” ini menjadi penting bagi publik dalam rangka menyongsong peringatan 20 tahun reformasi yang sedianya akan kita hadapi pada bulan Mei mendatang. Reformasi 1998 dengan segala kelebihan dan kekurangannya telah melahirkan sosok “beban nol persen” seperti Jokowi.
Rumah Gerakan 98 sebagai wadah untuk melanjutkan perjuangan reformasi eksponen mahasiswa 1998 mengambil tanggung jawab untuk mengingatkan betapa pentingnya mengawal produk reformasi seperti Jokowi. Pada saat yang sama, kami juga ingin mengupas tantangan yang harus dihadapi supaya “politik nirbeban” dapat lestari. Supaya kita benar-benar menghentikan impunitas politik masa lalu dan segera menikmati era baru politik yang lebih bersih, adil dan lestari.
TEKNIS KEGIATAN
(1) Moderator akan menjelaskan maksud dan tujuan diskusi ini serta mengenalkan para pembicara.
(2) Pembicara Pertama akan menjelaskan apa yang dimaksud dengan “politik nirbeban” Jokowi dan bagaimana politik tersebut bisa menyelesaikan masalah yang dihadapi bangsa ini.
(3) Pembicara Kedua akan menjelaskan dan mengkritisi bahwa sebagai petahana dan representasi dari “politik nirbeban”, Jokowi justeru merupakan beban bagi publik sehingga tetap memerlukan berbagai daya dan upaya untuk melindunginya. Sebagai eksponen 98, juga akan menjelaskan agenda reformasi apa yang perlu diperhatikan dan bagaimana cara menuntaskannya.
(4) Pembicara Ketiga (Pengamat Politik) akan menjelaskan bagaimana sebaiknya kampanye “politik nirbeban” Jokowi ini mendapat dukungan luas serta mengupas segala tantangannya termasuk pilihan Wakil Presiden terbaik serta kelompok politik yang penting untuk didekati.
TEKNIS KEGIATAN
Hari/Tanggal : 19 April 2014
Waktu : 15.00-selesai
Tempat : Sekerariat Rumah Gerakan 98
Jl. Rasamala VII No. 23A Menteng Dalam, Tebet. Jkt Selatan
Pembicara :
1. Prasetio Edi Marsudi (Politikus PDI Perjuangan)
2. Bernard AM Haloho (Ketua Umum Rumah Gerakan 98)
3. Bandot Malera (Pengamat Politik)
Moderator : Kartika Djoemadi
SerikatNews.com adalah media kritis anak bangsa. Menyajikan informasi secara akurat. Serta setia menjadi platform ruang bertukar gagasan faktual.
Menyukai ini:
Suka Memuat...