Separuh dari sejarah kebangkitan bangsa Melayu Patani (Selatan Thailand) tidak dapat dinafikan bahwa telah tercatat banyaknya peran mahasiswa dan anak muda. Mereka sadar mengenai nasib anak bangsa yang masih jauh dari kata sejahtera, apalagi merdeka. Kesadaran tersebut kemudian mengikat mereka untuk bangkit dan melawan pemerintah yang zalim.
Telah tertera dalam lipatan sejarah Bangsa Patani bahwa mahasiswa beserta elemen masyarakat lainnya mampu mengumpulkan sejumlah massa sebanyak 10.000-an jiwa untuk memprotes pemerintah Thailand yang bertindak agresif bertindak terhadap rakyat Patani, sehingga pelanggaran HAM berat semakin meningkat tinggi sejak dari pencetusan revolusi Januari 2004 lalu sampai sekarang.
Peristiwa “Power of People” atau “Aksi Demonstrasi Mahasiswa dan Masyarakat Patani” di Masjid Jamik Pattani pada 31 Mei – 4 Juni 2007, dikenal sebagai salah satu peristiwa sejarah paling heroik bagi para mahasiswa Patani. Mahasiswa pada saat itu bersatu padu untuk melawan pemerintah yang sangat kejam terhadap masyarakat muslim Patani. Kendati, klimaks pun terjadi saat mahasiswa bersama masyarakat berbondong-bondong menuntut sepuluh tuntutan rakyat.
Cerita sukses gerakan mahasiswa 2007 itu tentu menjadi pelajaran berharga bagi masyarakat Patani. Sebelum muncul peristiwa “Power of People”, kondisi masyarakat Patani dan gerakan mahasiswa selalu dibatasi ruang geraknya oleh rezim. Justru kebijakan yang berlaku khusus di Patani (Thailand Selatan) yakni Undang-Undang Darurat Militer dan normalisasi kehidupan yang serba terkungkung menjadi tekad bagi ruang gerak mahasiswa kala itu.
Civil Society for Peace: Buah manis dari “Power of People”
Menurut David Meyer dan Sidney Tarrow dalam buku Social Movement Society (1998) yang menyebutkan bahwa gerakan sosial bermula dari adanya tantangan-tantangan bersama didasarkan atas tujuan dan solidaritas bersama, dalam interaksi yang berkelanjutan dengan kelompok elite, saingan/musuh, dan pemegang otoritas (1998:4).
Hal tersebut telah terbukti bahwa pasca aksi “Power of People” ini, para pimpinan demonstrasi bersama intelektual lainnya menyadari bahwa apa yang dibutuhkan oleh masyarakat dan sangat perlu kepada gerakan sosial yang dapat membantu mereka agar tidak sewenang-wenang diperlakukan oleh penguasa yang tidak berperi kemanusiaan.
Menurut Faisal Maman, tujuan terbentuknya civil society ini untuk mengambil peran dan fungsi penting bergerak untuk perdamaian. Oleh karena mereka ini paling dekat dengan kelompok masyarakat dan sekaligus berperan sebagai wakil dari kalangan rakyat pada penduduk setempat yang terdiri dari para intelektual, sarjanawan dan pengamat keadaan konflik. Mereka pasti mengetahui asal usul akibat konflik, sehingga dapat berperan bersama dalam menyelesaikan konflik.
Peran organisasi masyarakat Patani-Malay Civil Society Network for Peace sebagai kampanye untuk meningkatkan kesadaran sosial politik terhadap penderitaan masyarakat di zona konflik akibat kematian bersifat perang asimetris antara pemerintah Thailand dan gerakan BRN sebagai konfrontasi ideologi nasionalisme Siam-Thai dengan ideologi nasionalisme Melayu-Patani. Proses perdamaian untuk perubahan sosial politik di Patani tidak terlepas dari peran aktor-aktor baik Civil Society Organizations (CSOs), kultural masyarakat Patani dan tokoh masyarakat lokal maupun elite politik yang berada di pusat kekuasaan. Dengan modal-modal yang mereka miliki mampu membawa perubahan yang signifikan dengan bekerja samanya ketiga aktor itu dalam membangun perdamaian di Patani yang hakiki (Faisal, 2017: ix).
Tiga belas tahun peristiwa ini muncul karena mempunyai barisan gerakan mahasiswa sebagai front terdepan memupuk semangat rakyat Patani untuk bangun melawan ketidakadilan. Bahkan jauh sebelumnya pernah beberapa kali terjadi demonstrasi oleh rakyat.
Hasan Yamadibu, pakar sejarawan Patani menyebut bahwa “Bukannya baru Rakyat Melayu Patani berganding bahu berpuluh-puluh ribu menuntut kebenaran karena ketidakadilan, kezaliman, pelanggaran hak asasi menimpa mereka berkurun lama. Sejarah mengajarkan kita bahwa setiap 25 tahun Rakyat Melayu Patani akan berkumpul dengan rela mati demi kebenaran dan hak pertuanan mereka. Cara damai, non-violence dan hormati undang-undang antara bangsa adalah jalanan kita.”
Mau Ke Manakah Arah Gerakan Mahasiswa Patani Sekarang?
Tiga belas tahun aksi “Power of People” ini berlalu, refleksi ulang bahwa jika mahasiswa Patani era 2007 kala itu dapat memenuhi aspirasi masyarakat dengan rel nyata terbentuknya Civil Society for Peace setidaknya telah membawa perubahan di masyarakat Patani yang lebih baik. Lantas bagaimana dengan pergerakan mahasiswa Patani sekarang? Kendati, sampai kapan kita mau mengarungi kebangkitan massa dan ketulusan perjuangan ini? Jangan sampai 31 Mei 2007 hanya jadi impian dan sejarah semu saban tahun belaka.
Mitos mahasiswa sebagai agent of change yang telah lama kita percaya dan selalu dipegang teguh oleh mahasiswa makin menjauh dari realitas yang ada. Tantangan yang sering dihadapi oleh gerakan mahasiswa Patani di era modern ini selain dari gangguan dan ancaman dari aparat militer Thailand adalah para mahasiswa semakin berkurang kepedulian terhadap nasib rakyat kecil, sehingga mereka lebih memilih untuk berfoya-foya dan senang riang di pusat perbelanjaan atau di kafe-kafe modern. Hal tersebut begitu gemerlap dan jauh dari kesulitan hidup rakyat kecil. Di sana mereka dapat leluasa berbicara tentang artis idola, film populer serta trend atau model pakaian terbaru.
Sayangnya, mahasiswa seolah kehilangan jati diri. Terlebih mahasiswa saat ini seolah tak mengetahui ke mana arah tujuan seorang mahasiswa, dan apa sebenarnya tugas mahasiswa ke depannya nanti. Inilah pertanyaan-pertanyaan krusial yang harus ditemukan jawabannya oleh para aktivis pergerakan mahasiswa.
Empat Tugas Pokok Gerakan Mahasiswa
Hal ini penting karena tampak terlihat gerakan mahasiswa Patani mulai melupakan tugas-tugas utama mereka ini. Dzulfian Syafrian, aktivis mahasiswa UI mengatakan bahwa setidaknya ada empat tugas utama dari pergerakan mahasiswa:
Pertama, gerakan mahasiswa sebagai gerakan moral, mahasiswa seharusnya berperan sebagai kontrol sosial atau watch dog terhadap berbagai kebijakan pemerintah, terutama kebijakan yang tidak pro rakyat banyak.
Kedua, gerakan mahasiswa sebagai gerakan intelektual, salah satu perbedaan mendasar antara mahasiswa dengan golongan masyarakat lainnya adalah mahasiswa diajarkan untuk berpikir secara logis, rasional, dan sistematis. Logis berarti berdasarkan pertimbangan sebab-akibat yang benar alias tidak keliru dalam berpikir dan mengambil kesimpulan. Rasional berarti telah melalui pertimbangan berbagai aspek, terutama aspek untung rugi (Cost-Benefut Analysis). Sistematis berarti gerakan mahasiswa harus disusun dengan rapi dan tertata baik dari pemikiran maupun aksi nyata. Inilah konsep dasar gerakan mahasiswa sebagai gerakan intelektual.
Ketiga, gerakan mahasiswa sebagai pemberdayaan masyarakat. Kata pemberdayaan (empowerment) itu memiliki makna yang jauh lebih dalam daripada membantu (help). Membantu belum tentu memberdayakan tetapi memberdayakan sudah pasti membantu. Membantu identik dengan filosofi “memberi ikan” yang berarti membantu tanpa mendidik masyarakat agar mandiri, sedangkan memberdayakan menggunakan filosofi “memberikan kail” yaitu membantu masyarakat sekaligus mendidik mereka agar dapat hidup mandiri ke depannya nanti.
Keempat, gerakan mahasiswa sebagai gerakan pengkaderan. Setiap organisasi atau gerakan mahasiswa pasti memiliki pemimpinnya masing-masing. Pemimpin yang baik tidak hanya dilihat seberapa besar prestasi yang diraihnya, namun pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu mencetak kader-kader penerusnya yang tidak kalah hebat dari dirinya. Inilah pemimpin sejati yaitu pemimpin yang mampu melahirkan pemimpin lainnya sehingga proses regenerasi dapat terus terjadi. Hidup terus berputar dan kehidupan terus berjalan.
Itulah empat tugas utama dari organisasi mahasiswa. Ke depan, empat tugas ini sebaiknya benar-benar dihayati oleh siapa pun yang merasa sebagai aktivis mahasiswa. Tanpa pengamalan empat tugas pokok ini, gerakan mahasiswa akan kehilangan wibawanya di hadapan masyarakat luas. Hidup terus berputar dan kehidupan terus berjalan. Teruslah bergerak wahai mahasiswa karena ketika kau berhenti bergerak, maka pada saat itu juga sesungguhnya kau mati.