Belum lama ini kita dikejutkan dengan kesaksian seorang pemuka Agama Budha. Mulainya saya mau ikut protes sejalan banyaknya kritik yg menentang pelarangan kegiatan ke Agamaan, tapi saya urungkan karena belum punya data yang akurat.
Beberapa hari setelah peristiwa beredar dan menjadi viral pihak aparat telah menjelaskan duduk masalahnya, bahwa kegiatan keagamaan yang di selenggaran disalah satu rumah umat yang kebetulan juga tokoh agama, bukan kegiatan biasa atau yang sifatnya temporer ( sementara ), akan tetapi suatu kegiatan yang rutin di selenggarakan oleh pendudu setempat yang beragama Budha. Keberadaannya sudah menyurapai tempat Ibadah ( Vihara ).
Sementara berita yg beredar, entah dari mana sumbernya telah tercipta suatu keadaan yg sangat minor, telah terjadi diskriminasi ke Imanan karena kegiatan ke Agamaan telah diganggu oleh sekelompok orang dan dukung tokoh tokoh masyarakat, agama dan aparat. Sehingga dalam hitungan menit masalah sentimen agama menjadi risih didengar.
Melihat gamparan seperti ini, kita gampang tersulut dengan berita berita sepihak yang cenderung tendensius. Padahal nilai nilai kebenarannya masih sangat sumir dan tidak terukur dengan baik, sementara kita sudah menaruh ketidaksukaan dengan mengedepankan hak sebagai kelompok minoritas yang selalu terpinggirkan. Sudah barang tentu cara pandang seperti itu adalah salah, dan kita menjadi bagian dari pembodohan di zaman milenial ( NOW ).
Tahu engga jaman NOW ( milenial ) itu apa? Kita cuma bisa menyebutnya saja, tanpa kita tahu dan mau tahu apa itu maknanya, bahkan kita engga mau tahu apa artinya, karena memang di zaman NOW kebenaran yang hakiki bukan lagi yg dikedapkan, tapi kekiniannya yang menarik untuk dijujung tinggi tinggi, terlepas nantinya kecewa. Ya engga apa apa yg penting kalaupun salah kan masih bisa nyengir.
Korban jaman NOW bukan hanya menimpa orang orang muda yang disebut gaul, ternyata merambah ke orang orang tua, setengah tua tidak terkecuali juga, dari banyak pengamatan saya, para Intelektual baik yg muda maupun juga yg tua. Tidak terkecuali juga kaum pelajar dan mahasiswa mahasiswi. Dikalangan mahasiswa, baru baru ini cukup di hebohkan pemberian kartu kuning kepada Presiden Jokowi dalam sebuah acara dis natalis. Dan pemberian kartu kuning yang disimbolkan sebagai bentuk setengah kegagalan menjadi banyolan sejagat, karena ternyata si mahasisawa jaman NOW mengkritisi kerja Presiden JOKOWI di Papau, karena gizi buruk dan pembangunan yang tidak signifikan, sudah barang tentu pemikiran seperti ini mejadi bahan tertawaan dan goyonan yang tidak lucu, dan kesimpulannya si mahasiwa dianggap sumir pengetahuan. Sebab setelah fakta di ungkap, bahwa di Papua itu sudah maju. Infrastukturnya sudah sangat maju, demikian juga harga pokok seperti bensin sudah sama seperti dijakarta, yang dahulunya sangat mahal. Dan itu hasil kerjanya Sang Presiden, yang luput dari sang mahasiswa.
Apa yg menandai terbentuknya jaman NOW, yaitu dekadensi moral atau disebut juga kemorosotan dari moral yg terjadi pada era ( jaman ) disebuah negara. Pemicunya adalah era digital yang ditandai dengan munculnya WhatsApp, Medsos, Facebook dan lain lain. Sehingga antara pemikiran dan perkembangan jaman yang diiringi oleh laju teknologi semakin sempit waktu untuk berpikir jernih serta menganalisa keadaan. Semua bekejaran dengan waktu yang tanpa ada skat skat antara rasional dan irasional, serta tidak ada warna pemisah antara merah dan putih. Yang ada didepan kita adalah abu abu, tergantung dimana kita berada.
Kembali lagi masalah diatas, dengan telah memposisikan sebagai tempat Ibadah, rumah tinggal telah berubah pungsinya. Dan kalau sudah demikian, apakah sudah ada ijin baik dalam bentuk status tempat Ibadah ( Catatan: SKB tiga menteri sudah dihapus), terutama setahu saya untuk mendirikan rumah ibadah ada aturan main, terutama yg paling mendasar adalah HO ( ijin gangguan ) dan juga ijin yang menyertainya. Jadi kesimpulannya rumah tinggal atas nama hukum dan undang undang tidak dapat di jadikan rumah Ibadah, karena ada syarat syarat perijinan yg berbeda.
Kalau bangun rumah tinggal kita hanya membutuhkan IMB, dan tidak demikian dengan rumah Ibadah.
Oleh karena itu, apa yg telah dirumuskan dalam musyarawah dalam mencari titik temu, adalah langkah yg sangat mengedepankan azas hukum tentang musyawarah untuk mufakat. Selanjutnya jadilah orang yg cerdas ditengah tengah jaman NOW.
*Penulis Adalah Ketua Umum, Negeriku Indonesia Jaya.