Kurang beberapa waktu lagi dalam hitungan hari dan jam, batas waktu pendaftaran Capres-cawapres, prahara terjadi di kubu penantang petahana. Alih-alih memantapkan pasangan yang sebanding untuk bertanding pada pilpres, yang terjadi justru saling mencerca. Kemesraan ketua parpol yang diumbar beberapa waktu sebelumnya, tiba-tiba buyar beberapa saat sebelum pendaftaran capres-cawapres resmi ditutup KPU.
Andi Arief, salah satu petinggi Partai Demokrat, mengatakan bahwa Sandi membayar PKS dan PAN untuk menjadi cawapres. Ucapan ini tentu menuai balasan dari partai yang dituduh. Prahara pun lantas terjadi pada pihak penantang petahana.
Isu Prabowo-Sandi yang muncul mendadak ini tentu tidak hanya menjadi pertentangan anggota koalisi oposisi, tetapi juga ditentang oleh kelompok yang mendukung Itjima Ulama. Seperti diketahui Itjima Ulama telah merekomendasikan cawapres Prabowo adalah seorang ulama. Jika bukan ulama tentu Prabowo akan kehilangan salah satu basis massa andalannta. Situasi ini benar-benar membuat Prabowo ibarat bertemu buah simalakama.
Meskipun pilihan Prabowo untuk meminang Sandi, jika benar, adalah kepentingan praktis Prabowo terkait kebutuhan logistik, tetapi langkah ini menghancurkan kekuatan politik yang tersusun dari koalisi partai. Hal ini tentu saja sangat menguntungkan Joko Widodo. Bahkan ibarat suatu perang, dengan situasi lawan politik yang justru saling sikut seperti itu, maka Joko Widodo sudah melihat kemenangan di depan mata dengan sangat jelas.
Koalisi partai penantang petahana terang-terangan menunjukkan kelemahannya dan akan kehilangan dukungan karena keputusan yang berorientasi pada kekuatan logistik daripada kekuatan politik.
Situasi masih dengan cepat berubah hingga nama capres-cawapres dibawa ke KPU untuk didaftarkan. Bahkan cawapres dari pihak Joko Widodo juga masih belum tetap mengingat dinamika yang terjadi. Jokowi dan Prabowo pada akhirnya mempunyai masalah yang sama yaitu menghadapi pihak yang merasa wakil dari kelompoknya yang paling tepat menjadi cawapres.
Joko Widodo di atas kertas lebih mampu menangani konflik kepentingan politik yang terjadi pada koalisi partai daripada pihak penantang petahana. Selain itu prahara rebutan kursi nomor dua di koalisi oposisi juga menunjukkan bahwa koalisi partai penantang petahana lemah dan tidak militan.
Akhirnyaprahara penantang petahana akan menjadi tambahan energi bagi Joko Widodo untuk menatap Pilpres dengan lebih optimis. Koalisi partai yang tidak kuat dan orientasi pada kepentingan partai atau kelompoknya, akan membuat koalisi ini ditinggal oleh masyarakat sebagai pemilik suara sah dalam Pilpres.
Pengamat Intelijen, Mahasiswa Doktoral Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia.
Menyukai ini:
Suka Memuat...