Oleh: Isfandiari Mahbub Djunaidi
muliaAl Ghazali pernah menyampaikan sebuah surat kepada Sultan Sanjar Saljuqi. Isi surat tentunya bukanlah silaturahmi semata. Sebagai seorang alim, Al Ghazali punya tenggung jawab moral untuk menasehati sang raja agar tidak melenceng, tetap sayang rakyat dan bertaqwa kepada Tuhan, Allah SWT. Isi suratnya layak direnungkan, beliau mensitir kalimat suci Baginda Rasulullah Nabi Muhammad SAW,” Sehari yang dihabiskan seorang raja yang taqwa untuk menyelenggarakan keadilan, setara dengan 60 tahun yang dihabiskan seorang suci untuk ibadah dan shalat..” Subhanaallah… ini menujukkan betapa hebatnya tanggung jawab dan pahala seorang penguasa negeri, renungan untuk seorang kepala Negara, kepala daerah, calon legislatif sampai lurah dan kepada desa di tingkat terbawah.
Bayangkan…sehari menyelenggarakan keadilan! Hanya untuk berlaku adil.., sebagai pemimpin bukanlah pekerjaan yang sulit. Adil mengikuti suara hati, adil dalam tuntutan agama, adil tanpa tedeng aling, semata atas dasar ibadah kepada sang khalik. Bukan mencari ketenaran, bukan mencari penguatan kedudukan, bukan pula mencari kenikmatan duniawi apapun bentuknya. Apalagi jika sudah memegang jabatan, tinggal laksanakan dan biarlah Allah yang menuntaskan proses selanjutnya. Insya Allah berjalan sesuai takdirnya.
Ganjaran yang bukan alang kepalang, sama dengan 60 tahun ibadah seorang alim. Artinya, tabungan akhirat sudah berlimpah, tak ada lagi alasan pintu surga firdaus tertutup jika menemui ajal kelak. Jalan yang melenggang lurus, menuju kebahagian kekal! Jika demikian, tak aneh jika sebagian umat berlomba-lomba menjadi seorang pemimpin. Berjuang menuju tampuk pimpinan tertinggi negeri, menjadi pejabat daerah, calon legislative ataupun jabatan kepala desa. Mereka semua adalah ‘raja’raja’ untuk umatnya, walaupun jalan yang ditempuh dijamin berliku penuh intrik dan menyita energi, penat-lelah dan dana yang harus dikeluarkan.
Jika sudah digariskan, tak ada yang bisa membendung. Si Fulan bisa terpilih, dilantik dan akhirnya menjadi seorang raja. Hari pertama mungkin masih bersyukur dan syukuran ala kadarnya. Hari kedua masih ngaso mengenang penatnya masa kampanye. Setelah itu, barulah lebih menghayati lagi sabda Rasulullah soal 1 hari sebanding dengn 60 tahun itu. Alangkah bahagianya seorang raja jika ia mengingat hal maha penting ini. Sehari saja adil, setara 60 tahun. Coba bagiamana rasanya jika menyelenggarakan keadilan selama masa jabatan dipegang, tak ada satu ulamapun yang bisa menandingin pahala beliau.
Logika sederhananya, 90% pemimpin tahu sabda ini. Tahu untuk sekadar tahu, mengetahui sebagai pengetahuan atau bahan share dengan sesama kolega. Untuk tahu yang bersarang di kalbu, mungkin belum banyak yang mengalami. Pemimpin masih dipandang sebagai prestise, simbol kesuksesan seseorang. Bukan kesuksesan untuk bisa tinggal landas melebih amal para ulama, tapi tinggal landas sebagai orang penting dan punya kekuatan nyata. Padahal, pemimpin pastinya seorang yang cerdas secara moral dan inteltual. Jika ia cerdas, tentunya akan berhitung betapa dunia ini singkat adanya. Betapa laju usia ini cepat sebagaimana terbit dan tenggelamnya mentari dalam satu hari. ‘Kesingkatan’ ini tentunya jadi berkah tak terhingga bagi para pemimpin dilihat dari janji pahala yang sedemikian dahyat:Menyelenggarakan keadilan untuk dapatkan kunci surga yang telah dijanjikan. Sebuah fasilitas yang tak semua orang punya. Jadi bersyukurlah wahai pemimpin.
*Redaktur Umum dan Bisnis Tabloid Motorplus
SerikatNews.com adalah media kritis anak bangsa. Menyajikan informasi secara akurat. Serta setia menjadi platform ruang bertukar gagasan faktual.