Laporan Serikat News
Senin, 15 Mei 2017 - 15:28 WIB
Foto: Dok, Pribadi.
Oleh Dr. Chandra Motik Yusuf, S.H., M.Sc.*
Di berbagai kesempatan saya selalu mengungkapkan perbedaan antara Kemaritiman dan Kelautan. Kemaritiman adalah bagian dari kegiatan di laut yang mengacu pada pelayaran/pengangkutan laut, perdagangan (sea-borne trade), navigasi, keselamatan pelayaran, kapal, pengawakan, pencemaran laut, wisata laut, kepelabuhanan baik nasional maupun internasional, industry, dan jasa-jasa maritim. Sedangkan Kelautan adalahhal-hal yang berhubungan dengan kegiatan di wilayah laut yang meliputi permukaan laut, kolom air, dasar laut dan tanah di bawahnya, landas kontinen termasuk sumber kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, pesisir, pantai, pulau kecil, serta ruang udara di atasnya.
Sampai saat ini saya lebih senang mengartikan program Poros Maritim Dunia sebagai cita-cita mewujudkan Indonesia sebagai Negara Maritim. Karena dalam berbagai dokumen resminya seperti Nawa Cita, RPJMN bahkan dalam pelantikannya Presiden lebih sering menyebutkan cita-cita untuk mewujudkan Negara Maritim tersebut. Presiden pertama kali menyebutkan Indonesia sebagai poros maritim. Dunia pada saat debat calon presiden pada masa kampanye pilpres dulu.
Bila benar-benar kita membicarakan poros maritim, sampai saat ini kita belum jelas apa yang dimaksud dengan program poros maritim tersebut. Dalam pelaksanaannya Poros Maritim Dunia lebih diartikan sebagai pembangunan sistem logistik nasional dengan meningkatkan transportasi laut dari wilayah Barat sampai wilayah Timur Indonesia untuk menciptakan pemerataan pembangunan dan mengatasi kesenjangan harga antara wilayah Timur dan Barat.
Sebenarnya jika ingin memperbaiki sistem logistik nasional untuk menciptakan pemerataan pembangunan dan mengatasi kesenjangan harga, yang harus diperhatiakan adalah pembangunan infrastruktur di masing-masing wilayah agar tercipta pertukaran barang yang efektif antara Timur dan Barat. Karena biaya logistic akan tetap mahal apabila kapal-kapal tidak mendapatkan muatannya balik.
Pembangunan pelabuhan-pelabuhan juga akan percuma apabila armada pelayaran nasional kita juga belum siap. Saat ini masih banyak pelabuhan-pelabuhan yang terbangun percuma karena tidak menguntungkan secara ekonomis. Banyak pelabuhan yang dibangun tanpa didahului study kelayakan yang cukup, sehingga ketika pembangunan pelabuhan tersebut selesai tidak berguna.
Untuk meningkatkan peran pembangunan kemaritiman saat ini yang diperlukan adalah sistem perundang-undangan yang mendukung pembangunan kemaritiman tersebut. Saat ini banyak peraturan perundang-undangan kemaritiman yang tumpang tindih antara satu dengan yang lainnya. Kita butuh undang-undang kemaritiman yang mendukung pemberdayaan pelayaran nasional dan pelayaran rakyat untuk dapat menguasai pelayaran domestik maupun pelayaran internasional. Kita sedih melihat wilayah perairan Indonesia yang luas namun isinya lebih banyak kapal asingnya, baik kapal berbendera asing maupun kapal berbendera Indonesia namun tidak murni milik Indonesia.
Perlu keberanian Pemerintah untuk melakukan sinkronisasi dan pembuatan Undang-undang kemaritiman yang baru yang sesuai dengan kebutuhan membangun kedaulatan di wilayah perairan Indonesia dan mewujudkan Indonesia sebagai Negara Maritim.
Kendala mewujukan Indonesia sebagai Negara maritim adalah dari bentuk wilayah Indonesia yang begitu luas dan berbentuk kepulauan sehingga sulit untuk mentukan fokus pembangunan kemaritiman itu sendiri, berbeda dengan Hongkong, Singapura, Belanda dan Negara-negara Eropa lain yang lebih mudah untuk membangun negaranya sebagai Negara maritim.
Solusinya adalah Indonesia harus memfokuskan pembangunan kemaritimannya di satu wilayah tertentu dimana di wilayah tersebut dapat dibangun sinergi pembangunan kemaritiman mulai dari industri pelayaran, industri galangan kapal, industri jasa maritim dan industri lainnya yang mendukung terciptanya pembangunan kemaritiman. Apabila sudah tercipta sinergi pembangunan kemaritiman di wilayah tersebut, maka dapat disebut sebagai kota maritim yang akan dijadikan percontohan untuk pembanguankemaritiman di wilayah lainnya. Sebagai contoh, kita bisa menjadikan Batam sebagai Kota Maritim, dengan memusatkan semua pembangunan kemaritiman di Batam, mengingat secara infratruktur dan posisi strategis Batam sudah siap. Tentunya perlu diperbaiki dulu permasahan kelembagaan BP Otoritas Batam yang saat ini sulit berkembang karena berada dibawah kewenangan Pemerintah Daerah.
Kesulitan lainnya adalah budaya maritim yang saat ini sudah hilang. Saya menyebutkan sudah hilang karena saat ini dari 250 juta lebih penduduk Indonesia yang bekerja di bidang kemaritiman tidak lebih dari 2% nya, atau tepatnya hanya sekitar 2 juta penduduks aja. Budaya maritim semakin lama akan hilang mengingat tidak ada yang fokus membangun budaya maritim di Indonesia. Bahkan pengertian maritim atau budaya maritim itu sendiri masih simpangsiur.
Pembangunan kemaritiman sangat penting untuk mewujudkan Indonesia sebagai Negara Maritim. Pembangunan kemaritiman jangan hanya diartikan sebagai pembangunan infrastruktur maritim saja, namun juga harus dibarengi dengan pembangunan sistem Hukum Kemaritimannya, Budaya Maritim, Politik Maritim, Diplomasi Maritim, Pendidikan Maritim, Ekonomi Maritim dan lainnya. Untuk mewujudkan Indonesia sebagai Negara maritim, harus dipaksakan dan dijadikan program wajib pemerintah walaupun secara ekonomi saat ini pendanaan Negara kurang mendukung. Kenapa harus dipaksakan karena masa depan Indonesia ada di laut. Seberapa besarpun modal yang digunakan untuk pembangunan kemaritiman tersebut, modal tersebut pasti akan kembali. Karena semua yang ada di laut kita memiliki nilai yang sangat tinggi. *Penulis adalah seorang pakar hukum maritim terkemuka di Indonesia. Dengan pengalaman nya di bidang maritim selama lebih dari dua dekade, nama Chandra Motik sudah tidak asing lagi, baik di dalam maupun luar negeri. Chandra Motik bersama asosiasi hukum kelautannya telah bertahun-tahun menangani kasus maritim baik kasus lokal maupun internasional. Profesi Founder, President Director Chandra Motik & Associates
Ia adalah lulusan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, dan memperoleh gelar Sarjana Hukum nya pada tahun 1977. Setahun berikutnya yakni pada tahun 1978 ia melanjutkan pendidikannya di Berlitz Sprach Schule, Desseldorf – West Germany. Kemudian pada tahun 1995 ia memperoleh gelar Phd nya di Kennedy-Western University, Amerika Serikat.
DALAM era digital yang berkembang pesat, industri ekspedisi menghadapi tantangan dan peluang yang belum pernah terjadi sebelumnya. Dengan pertumbuhan bisnis
PILKADA merupakan momentum krusial dalam sistem demokrasi Indonesia. Masyarakat memiliki kesempatan untuk memilih pemimpin lokal yang akan mempengaruhi arah dan
Oleh: Mauzun Visioner (Pegiat Literasi) PEMILIHAN Gubernur Jawa Timur sedang mencuri perhatian publik. Pasalnya, Pilgub kali ini menampilkan tiga figur
FIGUR kyai masih menarik untuk dilibatkan atau terlibat pada kontestasi pilkada 2024. Pernyataan tersebut setidaknya sesuai dengan kondisi proses pilkada
PERNYATAAN Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Prof. Tjitjik Sri Tjahjandarie tentang “pendidikan tinggi adalah tertiary education, bukan