JAKARTA – Jhon Cane Center (JCC) sebagai lembaga non-pemerintah mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk segera menggunakan hak prerogatifnya dalam upaya pengembalian uang negara yang telah dikorupsi oleh berbagai pihak, baik dari kalangan pejabat negara, oknum korporasi, maupun individu lainnya. JCC menilai langkah ini penting demi kepentingan negara dan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Chairman JCC, Najib Salim Attamimi, menegaskan bahwa dalam konstitusi UUD 1945, terdapat sejumlah hak prerogatif yang dimiliki Presiden, termasuk hak untuk memberikan grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi dengan pertimbangan dari Mahkamah Agung dan DPR. Karena itu, Presiden Prabowo memiliki kewenangan untuk mengambil langkah tegas dalam memburu para koruptor serta memastikan uang negara yang telah dikorupsi dapat dikembalikan.
“Dalam UUD 1945, hak prerogatif presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan pertimbangan dari Mahkamah Agung serta memberikan amnesti dan abolisi dengan pertimbangan DPR,” jelas Najib di Jakarta, Selasa (11/2/2025).
Menurutnya, Presiden Prabowo sudah berulang kali menyampaikan dalam berbagai forum kenegaraan dan acara publik agar para koruptor segera bertobat, sadar akan kesalahannya, serta mengembalikan uang negara yang telah dikorupsi. Najib menegaskan bahwa seruan tersebut harus segera ditindaklanjuti oleh penegak hukum.
“Jika penegak hukum atau institusi terkait tak juga bertindak, Presiden Prabowo harus segera mengeluarkan hak prerogatifnya demi kepentingan negara dan kesejahteraan rakyat Indonesia,” tegas Najib, yang juga menjabat penggagas Mujadalah Kiai Kampung ini.
Najib juga menyoroti bahwa Indonesia saat ini sangat membutuhkan anggaran besar untuk kesejahteraan rakyat, pendidikan, kesehatan, ketahanan pangan, serta sektor penting lainnya. Oleh karena itu, pengembalian uang negara dari hasil korupsi menjadi solusi mendesak.
“Indonesia tidak boleh dikendalikan dan dikuasai oleh para koruptor. Tidak sedikit uang negara yang telah dikorupsi dan bahkan dicuri oleh oknum yang hanya mementingkan dirinya, keluarganya, dan kelompoknya sendiri,” katanya.
Data menunjukkan, sejak tahun 2004 hingga 2024, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menangani 1.629 kasus korupsi dan 64 kasus pencucian uang. Dalam 10 tahun terakhir, kerugian negara akibat tindak pidana korupsi mencapai Rp290 triliun. Najib meyakini bahwa jumlah sebenarnya bisa jauh lebih besar dari yang telah diungkap.
Sementara itu, dalam kesempatan berbeda, Prof. Dr. Siti Zuhro, Peneliti Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), menegaskan bahwa seruan Presiden Prabowo terhadap para koruptor bukanlah hal baru. Ia menyebut bahwa dalam setiap pemilu sejak 2014, Prabowo telah berulang kali menyinggung kebocoran uang negara akibat korupsi yang serius.
“Karena itu, penegakan hukum dan pemberantasan korupsi menjadi program utama Presiden Prabowo,” tegasnya.
Siti Zuhro juga menambahkan bahwa pemberantasan korupsi bukan hanya soal penindakan, tetapi juga pengembalian uang negara agar bisa digunakan untuk mengatasi ketimpangan sosial, kemiskinan, dan pengangguran yang masih signifikan di Indonesia.
“Apa yang disampaikan Presiden Prabowo itu, tidak lain tidak bukan, dimaksudkan untuk mendukung program pengentasan kemiskinan dan program penyejahteraan masyarakat,” katanya.
Ia menegaskan bahwa lembaga penegak hukum seperti Polri, KPK, Kejaksaan Agung, serta lembaga pengawasan keuangan seperti BPK dan BPKP harus segera merespons instruksi Presiden Prabowo tanpa ragu dan bimbang.
“Jika tanpa ada tindakan-tindakan konkret yang ditunjukkan oleh Polri, KPK, Jaksa Agung, BPKP, dan BPK, kepercayaan publik terhadap pemerintah Presiden Prabowo-Gibran bisa jadi akan menurun,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia menyebut bahwa kepemimpinan Presiden Prabowo akan dipertaruhkan jika tidak ada solusi konkret dalam pemberantasan korupsi. “Instruksi Presiden Prabowo itu harus segera dijalankan,” tegasnya. (*)
Jurnalis Serikat News (Probolinggo)
Menyukai ini:
Suka Memuat...