Ada kabar buruk, kalau benar: seorang yang punya jabatan penting di Indonesia, Ketua MPR, cemas karena Mahkamah Konstitusi mengakui hak hidup aliran kepercayaan — katakanlah agama-agama lokal yang ada di Nusantara sebelum Islam dan Kristen datang ke mari. Pejabat itu khawatir bahwa itu akan mengurangi jumlah umat Islam di Indonesia.
Bagi saya kabar itu, bila benar, buruk. Sebab sang pejabat tak menghormati keputusan Mahkamah Konstitusi —sementara konstitusi juga yang menjamin adanya MPR, lembaga yang dipimpin sang pejabat.
Bagi saya kabar itu buruk, karena sang pejabat mencemaskan berkurangnya jumlah orang Islam di Indonesia, karena adanya aliran kepercayaan yang hidup. Ia tak peduli, bagaimana nasib penganut kepercayaan ketika menghadapi agama-agama — bagaimana sejak berpuluh tahun justru mereka yang terdesak.
Dan akhirnya kabar itu bagi saya buruk, karena yang dipersoalkan adalah jumlah. Kehidupan beragama dinilai dari sedikit banyaknya pengikut — seperti sukses sebuah pertunjukan musik dinilai dari angka penjualan tiket, bukan dari keindahannya.
Menyukai ini:
Suka Memuat...