Penulis: Serikat News
Sabtu, 4 November 2017 - 12:40 WIB
Ilustrasi:Hizbut Tahrir Indonesia
Oleh: Hilful Fudhul
Akhir-akhir ini bangsa Indonesia dihadapkan dengan berbagai persoalan. Dimulai dari konflik antar-agama, konflik ras sampai ketidakstabilitasan politik. Persoalan yang disebut setidaknya menjadi persoalan yang masih sulit untuk diselesaikan oleh bangsa kita. Segala perbedaan yang menjadi kebanggaan kini telah menjadi penyebab konflik yang memecah belah. Lihat saja dalam proses pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) di DKI. Secara prosedur serta struktural pilkada DKI telah usai, akan tetapi masih banyak akibat dari pertarungan politik setidaknya diantara para pendukung pasangan calon.
Konflik setelah pilkada masih mencuat setidaknya dimedia sosial. Melihat kondisi demoktrasi kita dari pilkada DKI setidaknya ada banyak hal-hal yang perlu dievaluasi bersama terkait pelasanaan demokrasi kita. Sebagai bangsa yang beragam suku, budaya, agama, ras dan bahasa. Bangsa Indoensia harus tetap menjaga segala perbedaan itu sebagai rahmat bagi bangsa kita. Yang menjadi persoalan ialah bagaimana tetap menjaga keharmonisan diantara perbedaan yang ada.
Belajar dari Pilkada DKI
Pelaksanaan demokrasi kita masih harus perlu diperbaiki bersama. Mengacu kepada pilkada DKI masih banyak diantara peserta pilkada yang tidakdewasa dalam memahami demokrasi. Pada pengertian umum demokrasi berdasarkan pada prinsip hak, kebebasan serta kewajiban. Hak tentu adalah sesuatu yang perlu ada dalam berdemokrasi seperti hak mengikuti atau berpartisipasi dalam pelaksanaan demokrasi, kebebasaan dapat dimaknai sebagai kebebasaan untuk menentukan pilihan atau bebas bersuara sedangkan kewajiban ialah hal penting yang harus mengikuti aturan serta hukum yang mengatur pelaksanaan demokrasi.
Mengacu dari hal diatas banyak kelompok tertentu yang masih bertindak inkonstitusional seperti menggerakkan massa untuk mempengaruhi struktur. Seperti contoh pada kasus penistaan agama yang dilakukan oleh salah satu peserta pilkada DKI. Kita melihat banyak diantara masyarakat kita mencoba bertindak diluar mekanisme hukum yang berlaku. Sebagai warga negara yang baik, tentu ada hukum yang mengatur segala kehidupan dalam berbangsa. Jika seseorang memang melakukan tindakan yang melanggar hukum maka sewajarnya ditindak oleh aparat yang berwajib.
Pada kasus penodaan agama yang terjadi di Jakarta, sudah ada aturan yang berlaku salah satunya ialah Undang-undang hukum pidana (KUHP) nomor 156 tentang penodaan agama. Pada hukum yang disebut ini telah jelas menyebutkan barang siapa yang mencederai agama tertentu dan menyebabkan perpecahan akan dihukum. Sebagai umat beragama dalam konteks kenegaraan maka hal yang perlu dilakukan ialah mengikuti hukum yang berlaku. Jika dalam proses hukum ada yang tidak sesuai dengan aturan maka sebagai warga negara juga jelas harus mengawal. Pada pengawalan proses hukum tentu juga harus melalui mekanisme yang setidaknya tidak menimbulkan perpecahan diantara umat beragama. Maka apapun yang telah diatur oleh hukum, sebagai warga yang taat hukum kita perlu mendorong pemerintah melaksanakan hukum itu kepada siapapun yang melanggarnya.
Langkah Pencegahan
Disisi lain bangsa kita dihadapkan dengan kedewasaan dalam melihat hal-hal yang mencoba memecah belah persatuan sebagai contoh banyak perdebatan soal pembubaran ormas yang dianggap berbeda ideologi dengan negara.
Pembubaran soal ormas yang ingin menggantikan ideologi negara dengan ideologi agama tertentu. Menurut penulis adalah bentuk ujian berbangsa dan bernegara kita. Jelas pada pembubaran ormas macam HTI disisi lain dianggap mencederai demokrasi serta menodai kebebasan setiap warga negaranya. Akan tetapi disisi lain juga ormas HTI oleh negara dianggap perlu untuk dibubarkan karena berseberangan dengan ideologi negara dan ini dianggap prinsipil.
Sebenarnya kita harus benar-benar jernih melihat dan memilah persoalan yang kita hadapi akhir-akhir ini. langkah pemerintah dengan mengajak seluruh ormas keagamaan untuk berkomitmen menjaga keutuhan Negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI), pada sisi yang lain pemerintah juga telah mengintruksikan pihak keamanan negara untuk bertindak tegas kepada siapun yang merusak kesatuan bangsa Indonesia.
Ada hal yang perlu kita tangkap dari kasus pembubaran HTI baru-baru ini, ialah tidak maksimalnya kita dalam menanamkan pancasila pada masyarakat serta penguatan UUD 1945 pasca amandemen beberapa kali yang juga masih minim penguatan dimasyarakat. Sehingga masyarakat mudah menerima ideologi yang bertentang dengan negara. Kita perlu menguatkan kembali ideologi bangsa, bentuk penguatan setidaknya pada penyelenggaraan institusi pendidikan kita. Ideologi pancasila haruslah dikuatkan melalui kurikulum pendidikan kita, melihat ormas macam HTI cukup berkembang di institusi pendidikan kita.
Langkah selanjutnya yang menurut penulis lebih prinsipil ialah dengan menggalangkan gagasan seperti Islam ke-Indonesiaan sebagai agama yang ramah terhadap apapun, menghargai perbedaan serta tetap mengikuti aturan dan hukum yang berlaku di Indonesia, dengan menyerukan atau mendorong akademisi atau ormas macam Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama untuk menguatkan pemahaman keagamaan yang tidak bertentangan dengan negara, melalui riset serta karya-karya akademis soal gagasan yang mensyaratkan kerukunaan umat. Disisi lain juga pemuka agama perlu mendakwahkan pancasila pada mimbar-mimbar masjid sebagai upaya mencegah perpecahan.
Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah diatas mengingat potensi perpecahan diantara umat masih belum ada jaminan tidak akan ada lagi konflik agama. Mengingat juga masyarakat Indonesia akan mengahapi pemilu serentak 2019 nanti. Pada pertarungan politik bisa jadi konflik agama mencuat kembali. Maka pemerintah harus mulai mengatur hukum dan bertindak tegas kepada siapapun yang mencoba memecah belah persatuan bangsa.
Pemerintah juga perlu mengajak ormas yang mencintai bangsa Indonesia untuk juga terlibat mendamaikan konflik yang terjadi dimasyarakat serta hal lainnya ialah mengajak media massa untuk menangkal berita hoax yang jelas memantik konflik.
Oleh: Robiatil Hurriyah (Mahasiswi PAI STIT Al-Ibrohimy) Di era digitalisasi yang sudah sangat canggih, teknologi komunikasi dan informasi sudah berkembang
Oleh: Wafiruddarroin PEMILIHAN kepala daerah (Pilkada) adalah momentum penting yang tidak hanya menentukan pemimpin baru, tetapi juga mencerminkan dinamika sosial
Oleh: Isna Asaroh (Ketua Kopri PMII Jember) Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Putri (KOPRI) merupakan sayap organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam
“Terbinanya insan akademis, pencipta, dan pengabdi yang bernafaskan Islam serta bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang di ridhoi