SERIKATNEWS.COM – Muradi seorang pengamat politik dari Universitas Padjajaran Muradi menilai bahwa gerakan people power yang didengungkan kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno merupakan upaya memaksakan kehendak berkuasa. Menurutnya, people power tidak bisa digunakan untuk menolak hasil Pemilu 2019 yang sudah dilaksanakan secara demokratis.
“Bagi saya ini bukan soal perlu tidaknya dilakukan people power, tapi lebih pada keinginan yang dipaksakan untuk berkuasa,” ujar Muradi, Senin (13/5/2019).
Muradi menilai bahwa people power dalam negara demokratis seharusnya dilaksanakan pada pemungutan suara pemilu untuk menentukan pemimpin. Siapa pun yang ingin berkuasa, harus bisa memenangkan kontestasi sesuai mekanisme yang demokratis.
“Bahkan di negara demokratis sudah disediakan ruang-ruang mengajukan keberatan jika diduga terjadi kecurangan dalam pemilu. Namun, tuduhan kecurangan tersebut harus berdasarkan bukti dan data yang kuat dan valid,” imbuh Muradi.
Menurut Muradi, tuduhan kecurangan dari kubu Prabowo-Sandi tidak didukung bukti dan data yang kuat. Tuduhan lebih pada klaim semata dengan tujuan menggiring opini publik bahwa terjadi kecurangan dalam Pemilu 2019 ini.
“Mekanisme dan keberatan atas penyelenggaraan pemilu dapat dilakukan melalui lembaga yang ada dengan disertai data dan barang bukti dari praktik kecurangan tersebut. Jika tidak mampu dan membawa data dan bukti kecurangan, saya kira itu hanya sebatas klaim tanpa bukti dan upaya mewacanakan people power semata karena tidak bisa menerima kekalahan,” terangnya.
Padahal, kalah menang dalam demokrasi merupakan hal biasa. Oleh sebab itu, negara demokratis menyiapkan perangkat di mana orang bisa mengajukan protes dan keberatan jika kekalahannya disebabkan faktor kecurangan.
“Dalam konteks ini, penggunaan people power untuk menolak proses dan hasil pemilu justru bertentangan dan mencederai esensi demokrasi itu sendiri. Karena itu, gunakan mekanisme-mekanisme demokratis yang sudah ada dan setiap Paslon dan timnya dewasa dalam menanggapi proses dan hasil pemilu,” imbuh Muradi.
Lebih lanjut, Muradi menduga terminologi people power yang dimaksud oleh pendukung Prabowo-Sandi sama dengan yang diasosiasikan pada rezim otoriter. Namun, karena sebatas tuduhan, maka maknanya menjadi berbeda.
“Yang dimaksud sebagai rezim otoriter yang dituduhkan ke pemerintahan Jokowi tidak memiliki prasyarat sebagaimana rezim Orde Baru. Artinya tidak bisa disamakan satu dengan yang lain. Akan tetapi seolah-olah menjadi diserupakan dengan berbagai isu dan hoax yang disampaikan ke publik,” pungkasnya.
SerikatNews.com adalah media kritis anak bangsa. Menyajikan informasi secara akurat. Serta setia menjadi platform ruang bertukar gagasan faktual.
Menyukai ini:
Suka Memuat...