Nama Zulfikar Akbar, jurnalis harian olahraga Top Skor kini melambung. Percakapan di media sosial sejak semalam sangat ramai. Beragam opini muncul. Cuitannya menanggapi kabar penolakan Ustad Somad di Hongkong disambut dengan ancaman dan seruan dari kelompok dengan gaya preman berkedok agama.
Mereka mengawali dengan menyerukan boikot membeli harian olahraga Top Skor dan menuntaskan dengan ancaman geruduk kantor redaksi Top Skor.
Top Skor takut bukan kepalang mendapat “serangan” di media sosial. Kantornya yang terletak di Pejompongan, Tanah Abang hanya selemparan batu dari markas FPI di Petamburan, masih di kawasan Tanah Abang. Zulfikar “dipaksa” untuk menyampaikan permohonan maaf. Selanjutntya Yusuf Kurniawan sebagai Pemimpin Redaksi bergerak cepat dengan mengumumkan jika cuitan Zulfikar tidak mewakili Top Skor dan Zulfikar telah menerima hukuman dengan tidak lagi menjadi jurnalis Top Skor.
Tanggapan pertama saya adalah “Ini adalah penindasan buruh yang paling keji dalam hubungan kerja”. Belum pernah terjadi seorang buruh dipecat bukan karena pekerjaannya. Cuitan dengan menggunakan media sosial pribadi milik Zulfikar tidak dapat dijadikan alasan untuk pemutusan hubungan kerja.
Alasan-alasan PHK sudah sangat jelas dimuat dalam undang-undang ketenagakerjaan nomor 13 tahun 2003. Ada 10 alasan PHK yaitu :
Pekerja ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana.
Pekerja melanggar ketentuan yang telah diatur dalam Perjanjian Kerja/Peraturan Perusahaan/Perjanjian Kerja Bersama.
Pekerja mengundurkan diri.
Pekerja tidak mau bekerja pada perusahaan oleh karena terjadi perubahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan kepemilikan perusahaan
Perusahaan tidak bersedia menerima pekerja di perusahaan oleh karena terjadi perubahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan kepemilikan perusahaan.
Perusahaan tutup akibat mengalami kerugian terus menerus selama dua dua (2 tahun).
Perusahaan pailit.
Pekerja meninggal dunia.
Pekerja memasuki usia pensiun
Pekerja mangkir selama lima (5) hari berturut-turut.
Zulfikar jelas tidak masuk dalam 10 alasan PHK yang dijadikan aturan normatif. Tidak ada pintu masuk untuk memecat Zulfikar. Ini efek dari tidak tegasnya Kepolisian RI menjerat pelaku persekusi. Ini adalah bahaya yang sangat serius atas nasib buruh yang menggantungkan hidup dari upah yang diterima setiap bulan.
Persekusi kini tidak lagi dalam bentuk kekerasan fisik. Seruan boikot dan ancaman mengepung kantor tempat bekerja menjadi nyata dan menakutkan.
Apakah kita membiarkan puluhan, ratusan bahkan ribuan buruh kehilangan nafkah hanya ulah sekelompok orang yang menguasai jagat dunia maya?
Apakah kita diam ketika para jurnalis tidak lagi berani menyampaikan kebenaran akibat takut medianya diboikot dan bangkrut?
Strategi yang dilakukan kelompok yang sok suci dan intoleran tersebut jelas teramat canggih. Setelah hampir menguasai masjid dan mushola, kini mereka bergerak untuk membungkam media dan merusak periuk nasi buruh.
Padahal sudah sangat jelas UU ITE nomor 19 Tahun 2016 membuat aturan dengan tegas. Mereka dapat dikenakan pasal 28 tentang ujaran kebencian dengan ancaman 6 tahun dan pasal 29 tentang pengancaman dengan hukuman 4 tahun.
Zulfikar Akbar tidak bisa kita biarkan berjuang sendirian. Hak-hak sebagai buruh wajib dibayar lunas. Top Skor juga harus kita bentengi.
Media sosial sudah menjadi nuklir yang bisa dipakai oleh siapapun dan untuk kepentingan apapun. Ustad Somad melambung karena media sosial. Menciptakan orang jahat menjadi orang baik cukup dengan keahlian memainkan jemari di ponsel. Prestasi dan dedikasi Joko Widodo sebagai pemimpin yang bekerja keras, amanah dan jujur bisa hilang tidak berbekas oleh media sosial.
Kita tidak bisa sekedar diam atau berteriak dan asyik berkampaye di grup WA yang isinya pendukung yang seragam. Sementara kelompok intoleran sudah merdeka menyebar hasutan, ancaman, kebencian, kabar bohong dan penghinaan.
Kita harus segera bertemu dan mendesak Kapolri Jendral Tito Karnavian untuk melaksanakan penegakan hukum. Sikat dan penjarakan mereka!! Tidak perlu takut dianggap musuh Islam karena Islam yang moderat jumlahnya jauh lebih banyak.
Sikap Panglima TNI, Marsekal TNI Hadi Tjahjanto sudah pasti seiring dan seirama dengan tindakan tegas Kapolri. Negeri ini sudah terlalu lama gaduh dan membuat persaudaraan menjadi rapuh.
Saatnya bergerak, sebelum Indonesia rusak. Lawan PHK karena persekusi.
*Penulis Adalah Seorang Aktifis Buruh yang Pengetahuannya diperoleh Secara Otodidak dari Pengalaman dan Menyelesaikan Sarjana Hukum, Berkiprah memberikan pelatihan perburuhan sebagai Direktur Eksekutif Solidaritas Institute di Jakarta.
Menyukai ini:
Suka Memuat...