“Idealisme adalah kemewahan terakhir yang dimiliki oleh pemuda”
Ijinkan saya membuka tulisan dengan sebuah quote Tan Malaka di atas. Mengapa menulis Relevansi Pemikiran dengan quote Tan Malaka mengenai idealisme? Apakah idealisme adalah merupakan pemikiran Tan Malaka? Seperti yang kita ketahui bahwa pusaka yang diwariskan Tan Malaka adalah Madilog. Materialisme, Dialektika dan Logika. Dalam aliran pemikiran, idealisme adalah sebuah isme mengenai ideal yaitu hal-hal bagus menurut ukuran ide. Pemikirnya antara lain Plato dan Hegel. Dimana tempat idealisme dalam Madilog? Dalam hal ini idealisme merupakan sebuah sikap yang perlu dimiliki seorang yang berpikir Madilog. Idealisme ini akan menentukan sikap seorang yang berpikir dialektis ketika mengalami dilema yang bertentangan dengan gagasan Materialisme dan Logika. Jadi idealisme yang dimaksud Tan Malaka lawan dari pragmatisme atau oportunisme.
Ketika seorang pemuda yang tidak memiliki apa-apa secara material maka pada saat itu pula dia hanya mempunyai kemewahan terakhirnya yang tidak bisa dibeli dengan uang yaitu idealisme.
Bagaimana menguji idealisme yang dimiliki pemuda ini di era Milineal yang ditandai dengan Revolusi Informasi, konsumerisme, kapitalisme, oligarky, dan berbagai hal lainnya yang bertolak belakang? Secara demografi kita tetapkan saja generasi milineal kelahiran dari tahun 1990-2000.
Kita ambil sebuah contoh yaitu Merdeka 100%. Apakah Merdeka 100% ini hanya merupakah sebuah idealisme Tan Malaka?
Apakah yang dimaksud Merdeka 100%?
Merdeka 100% menjadi jargon dalam Kongres Persatuan Perjuangan yang menghimpun 141 organisasi pada Januari 1946. Lahirlah Program minimim yang terdiri dari tujuh butir yaitu: berunding atas pengakuan Kemerdekaan 100% sesudah tentara asing meninggalkan pantai dan lautan Indonesia, pemerintahan rakyat, laskar rakyat, melucuti Jepang, mengurus tawanan bangsa Eropa, mensita dan menyelenggarakan pertanian, mensita dan menyelenggarakan perindustrian.
Ketika tujuh butir program minimum ini terlaksana barulah Merdeka 100% memenuhi syarat. Apakah program minimum ini hanya merupakan idealisme semata tanpa mungkin diwujudkan, karena terlalu berat menjalankannya?
Apakah tuntutan tujuh butir program minimum ini masih berlaku di Era Mileneal? Apakah tentara asing masih menduduki wilayah Indonesia? Apakah belum berlaku pemerintahan rakyat dan Tentara rakyat? Tentara Jepang sudah pergi hari ini, lantas tentara mana yang perlu dilucuti pemuda Mileneal? Begitupun dengan tawanan bangsa Eropa. Apakah pertanian dan perindustrian masih belum diselenggarakan oleh negara hari ini?
Tujuh butir program minimum tersebut pada hari ini masih belum terpenuhi, hanya wujudnya saja yang berubah ke bentuk lain, sehingga harapan Merdeka 100% belum terlaksana.
Mengapa setelah 73 tahun Indonesia Merdeka program minimum ini belum tuntas? Untuk bisa menjawa pertanyaan ini akan tampaklah Pemikiran Tan Malaka sangat relevan bagi generasi mileneal. Salah satu yang ditawarkan Tan Malaka adalah generasi muda akan bisa Merdeka 100% melalui jalan berpikir Madilog.
Tentara asing tidak meninggalkan pantai dan lautan Indonesia kalau persenjataan tentara Indonesia lemah. Pemerintahan rakyat tidak akan bisa terwujud kalau rakyatnya tidak berdaya. Begitu juga dengan tentara rakyat. Bagaimana melucuti asing dan mengurus aset dan industri asing? Bagaimana menyelenggarakan pertanian dan industri? Semua tuntutan program minimum membutuhkan prasyarat rakyat punya kekuatannya sendiri yang didapat dari berpikir Madilog.
Selama Merdeka 100% menjadi acuan maka pemikiran Tan Malaka akan selalu mutakhir.
Penulis adalah anggota Tan Malaka Institute (TMI)
Menyukai ini:
Suka Memuat...