Apa yang Anda lakukan saat melayang tanpa arah di lingkungan tanpa gravitasi seperti semut di tengah samudra raya? Minta tolong, itu pasti, tetapi kepada siapa? Jika Tony Starks memilih untuk mengirimkan pesan yang entah diterima atau tidak, direspons atau tidak, kita pun masih sanggup memungut serpihan kekalahan untuk membentuk kembali mozaik kehidupan yang baru.
1. Di dalam pertandingan apa pun—tak terkecuali pertandingan hidup—kalah menang adalah keniscayaan
Pemilu sudah usai, namun rakyat masih menggeliat. Mengapa? Karena—mengutip kalimat bijak Mahfud MD—KPU selalu salah di mata yang kalah, padahal sampai tulisan ini saya buat, KPU secara resmi belum mengumumkan siapa yang menang dan siapa yang kalah. Jadi yang merasa kalah namun merasa menang—membingungkan bukan?—melakukan aktivitas yang kontraproduktif dan inkonstitusional. Saya salut dengan atlet yang setelah kemenangannya menyerahkan piala kepada pemenang kedua karena—meskipun tidak ketahuan—mengungkapkan dengan jujur bahwa dia melakukan kecurangan. Dalam pemilu kita dua belah pihak pasti ada segelintir orang yang melakukan kecurangan, namun apakah karena nilai setitik susu sebelanga harus dibuang?
Di dalam setiap pertandingan, selalu ada rule of the game. Setiap atlet tahu bahwa dengan ikut suatu pertandingan, dia wajib hukumnya untuk menaati peraturan yang ada. Jika tidak mau mengikuti aturan, bahkan menolak keputusan juri atau panitia, peserta dianggap gugur atau didiskualifikasi. Mari membiasakan diri menaati aturan. Mengapa setiap kali menginjak tanah Singapura, kita otomatis tertib, sedangkan saat berada di tanah air begitu gampang kita membuang sampah sembarangan? Menurut saya, bukan peraturannya yang salah, tetapi pelaksanaannya yang melempem. Hukuman bagi pelanggar dianggap ringan dan tidak memberikan shock therapy. Ketegasan TNI-Polri dalam mencegah kerusuhan sangat kita harapkan.
2. Menang tidak jumawa, kalah legawa
Falsafah Jawa yang begitu dalam seharusnya merasuk ke sanubari kita secara mendalam. Yang menang merangkul yang kalah. Yang kalah tidak berontak dan menghancurkan apa saja. Di alam demokrasi, pilihan beda itu pasti terjadi. “Pak Jokowi sangat-sangat menghormati pilihan itu, beliau mengatakan, ya oke enggak ada masalah, kita adalah membangun persatuan bangsa. Andi Gani memang yang menyampaikan, saya mewakili KSPI adalah pendukung Paslon 02 dan dari Andi Gani dan kawan-kawan adalah pendukung Paslon 01. Kami tetap bisa bersatu tidak perlu ada perpecahan, tidak perlu ada gontok-gontokan dan Pak Jokowi tersenyum, jawabannya tersenyum dan mengangguk-angguk. Artinya kita menangkap gesturnya adalah memang harus begitu,” ujar Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPI) Said Iqbal di istana Bogor. Perang antara Avengers dan Thanos tidak seharusnya terjadi di Indonesia yang dikenal dunia sebagai masyarakat yang rukun dan damai.
Saya begitu terkesan ketika di pertandingan lari bagi orang berkebutuhan khusus. Anak-anak down syndrome itu berlari sekencang-kencangnya. Tiba-tiba seorang anak terjatuh. Pesaingnya yang paling depan dan berpeluang untuk menang justru berbalik dan memapah anak itu agar terus berjalan memasuki finis. Dialah pemenang sesungguhnya.
3. Sebelum jadi arang jangan sembarang membakar kayu
Main kayu di media sosial maupun media nyata mewarnai pasca Pilpres dan Pileg. Yang memprihatinkan peperangan itu disulut oleh segelintir orang yang tidak siap kalah dan tidak siap menang. Saling ejek justru berakhir ke saling cekik. Saling sindir bisa jadi saling pelintir leher. Sebelum parah menjadi Venezuela kedua, mengapa kita tidak cooling down dan membiarkan air keruh jernih kembali? Emosi yang membara bisa membakar akal sehat. Biarkan KPU bekerja dengan maksimal tanpa gangguan. Bukankah mereka pun sedang berduka karena ratusan petugasnya wafat saat bertugas?
Jika di film para Avengers yang tersisa ini berjuang keras untuk mengembalikan semangat juang melawan kejahatan, demikian juga seharusnya yang dilakukan oleh seluruh rakyat Indonesia. Musuh kita bukan orang, apalagi saudara sebangsa dan setanah air. Musuh kita adalah virus pembodohan massal yang ditularkan angin fitnah dan badai provokasi. Jika ditelusuri dengan saksama, pelakunya hanya segelintir orang yang suka memelintir kebenaran di tengah samudera raya rakyat yang masih waras dan berakal sehat. Mari kita jaga dan bangun kembali marwah bangsa yang sempat goyah.
Penulis Pelukis Kehidupan di Kanvas Jiwa
Menyukai ini:
Suka Memuat...