Oleh: Hilful Fudhul
Sudah banyak kiranya orang-orang menceritakan tentang hiruk-pikuk perperangan di 10 November yang kita peringati sebagai hari pahlawan. Bahkan banyak sejarawan yang menulis tentang peristiwa ini, dimulai dari gemparnya orasi Bung Tomo yang menggelora. Tapi, ada yang hilang dari peristiwa bersejarah itu seperti keterlibatan kaum sarungan yang juga turut serta melawan penjajah yang kembali ingin menguasai Surabaya.
Sejarawan seperti KH. Agus Sunyoto pun turut menulis sisi lain dari peristiwa 10 November yaitu hasil pertemuan ulama se-jawa dan Madura yang menghasilkan fatwa Resolusi Jihad. Banyak ulama khususnya sejarawan NU seperti Zainul Milal Bizawie, Gugun El-Guyanie dan KH. Agus Sunyoto yang telah menuliskan peran santri dan ulama diperistiwa itu. Buku-buku yang menceritakan tentang peran ulama dan santri NU itu seperti judul buku “Laskar Santri-Ulama dan Resolusi Jihad” karangan Gus Milal, “Resolusi Jihad Paling Syar’i” karangan Gus Gugun dan yang terakhir adalah karangan KH. Agus Sunyoto yang judulnya “Fatwa dan Resolusi Jihad.
Selain itu, terdapat pula berita tentang resolusi jihad di koran Kedaulatan Rakyat edisi 22 Oktober 1945. Dan banyak lagi data yang menceritakan peran ulama seperti Mbah Hasyim sapaan akrab pendiri Nahdatul Ulama itu. Lewat beliau, bahkan perdebatan tentang Pancasila sah atau tidak sebagai dasar negara pun selesai melalui Ijtihad beliau yang menyatakan bahwa Pancasila tidak bertentangan dengan syari’at Islam dan artinya sah sebagai dasar negara.
Semua kejadian itu telah lama terkubur dan akhir-akhir ini saja melalui sejarawan NU berhasil mengungkapkan data lain tentang peristiwa 10 November itu yaitu lahirnya Resolusi Jihad pada tanggal 22 Oktober. Seruan itu pun mengundang banyak tokoh dikalangan ulama tradisional seperti KH. Abbas dari Buntet-Cirebon, rekam jejak keterlibatan mbah Abbas itu tercatat dibuku “ Perlawanan Di Tanah Peraasingan “ yang diterbitkan oleh penerbit Lkis.
Nah, KH. Agus Sunyoto mengungkapkan sisi lain dari peristiwan 10 November kaitannya dengan keterlibatan ulama NU di perang Surabaya itu. Pada kesempatan “Bedah Buku, Fatwa dan Resolusi Jihad” karangan KH. Agus Sunyoto yang dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 7 November 2017 yang bertempat di Universitas Nahdatul Ulama (UNU). Beliau bercerita bahwa motivasi awal menulis tentang resolusi jihad ini, berawal ketika ada pertemuan beberapa sejarawan di salah satu kampus negeri yang berada di Jakarta, pada pertemuan itu sejarawan menyatakan bahwa salah satu kelompok yang tidak berkontribusi pada masa penjajahan dan kemerdekaan adalah orang-orang NU.
Buku Fatwa dan Resolusi Jihad adalah sejarah keterlibatan ulama NU yang masih dianggap baru oleh beberapa sejarawan. Akan tetapi, beberapa tokoh diinternal NU telah berhasil mengungkapkan data-data keterlibatan Mbah Hasyim Khususnya pada peristiwa 10 November itu.
Sejarawan, KH. Agus Sunyoto pada kesempatan bedah bukunya, beliau menceritakan bahwa santri dan ulama terlibat melalui pasukan Hisbullah. Santri yang berperang di 10 November itu pun sempat diajari untuk menggunakan senjata seperti senapan mesin beberapa hari sebelum pecahnya peristiwa perang. Santri yang biasanya hanya berkutat dengan kitab-kitab kuning itu dipaksa untuk menggunakan senapan mesin, akan tetapi karena masih belum paham mereka kembali menggunakan bambu runcing, karena dianggap lebih mudah begitulah salah satu data yang ia dapatkan selama proses penulisan bukunya.
KH. Agus Sunyoto juga mengungkapkan bahwa hal ini, yaitu keterlibatan ulama dan santri pada peristiwa yang melahirkan hari pahlawan itu masih dianggap tabu oleh beberapa kalangan. Mungkin ini yang disebut sebagai “Sejarah ditulis oleh para pemenang dan penguasa“, sehingga kejadian 10 November masih banyak hal yang perlu digali lebih dalam.
Polosnya santri ini juga selain terungkap di peristiwa 10 November juga terjadi ketika pasukan Nahdiyyin seperti Banser yang memprotes tentang penurunan KH. Abdurrahman Wahid sebagai presiden Republik Indonesia. Banser yang datang ke Istana Negara itu dengan gagah berani menembus ring satu pertahanan ketat dari pasukan keamanan elit milik Polisi dan TNI. Setelah itu, pasukan Banser bubar tanpa intruksi dari pak Kyai dan ternyata bubarnya Banser itu disebabkan karena gerimis hujan yang turun. Pak yai bertanya, Kok bubar katanya berani mati membela Gus Dur ?, salah satu pasukan Banser menjawab, ya berani mati kok pak yai tapi kami takut masuk angin. Kisah ini banyak diceritakan diinternal orang-orang Nahdiyin sendiri.
Artinya kepolosan santri selalu saja mewarnai peristiwa bangsa ini. Pak yai Agus pun menambahkan kejadian ketika santri dilatih menggunakan bahan peledak seperti bom granat. Seorang kyai menyuruh salah satu pasukannya untuk melemparkan granat ke dalam salah satu Tank milik penjajah, kemudian tanpa ba-bi-bu seorang santri langsung berlari ke arah tank membuka pintu dan kemudian melemparkan granatnya ke dalam Tank, karena ingin memastikan hasilnya seorang santri itu memasukan kepalanya kedalam tank dan meledaklah granat itu, korbannya selain pasukan yang ada didalam tank juga santri yang melempar granat yang ingin melihat hasilnya itu.
*Penulis Pengurus LAKPESDAM PCNU Kota Yk.
SerikatNews.com adalah media kritis anak bangsa. Menyajikan informasi secara akurat. Serta setia menjadi platform ruang bertukar gagasan faktual.
Menyukai ini:
Suka Memuat...