SERIKATNEWS.COM – Hairus Salim, Pengurus Yayasan LKiS, bercerita tentang pertemuannya dengan Gus Dur. Meskipun Gus Dur adalah tokoh publik dan mempunyai latar belakang ningrat, tetapi ketika berbicara dengannya, Hairus menemukan sosok yang egaliter.
Menurutnya, Gus Dur tipikal orang yang dapat berinteraksi dengan siapa pun. Bahkan, tak segan bercanda dengan orang-orang yang baru dikenalnya.
“Sampai sekarang saya belum menemukan sosok seperti Gus Dur,” ungkap Hairus Salim dalam acara Dialog Gus Dur dan Kemanusiaan, Minggu (26/02/2023). Acara tersebut merupakan rangkaian dari peringatan Haul Gus Dur XIII.
Gus Dur ibarat jembatan yang menghubungkan orang. Hal itu menurut Hairus merupakan sikap yang sulit karena setiap orang punya prasangka atau kecurigaan (prejudice) terhadap orang lain. Akan tetapi tidak bagi Gus Dur, dia mampu menghancurkan dinding pembatas tersebut.
Dalam forum yang sama, Direktur Institut DIAN/Interfidei, Elga Sarapung kembali ke tahun 1997 ketika Gus Dur mengundangnya ke acara musyawarah kiai di Lombok. Ketika itu Elga bertanya-tanya mengapa dia diundang? Tetapi pertanyaan itu tak dia sampaikan. Elga hanya mengamati dan mencoba mengerti alasan Gus Dur mengundangnya.
Dalam acara tersebut, Elga melihat perbedaan penampilan kiai dengan dirinya. Para kiai menggunakan sarung dan sandal, sedang dia menggunakan sepatu dan pakaian ala pendeta. Elga kemudian sadar bahwa Gus Dur ingin memberitahu tentang keragaman budaya pakaian.
“Menurut saya, Gus Dur pemikirannya jauh ke depan. Peristiwa itu menjadi jembatan bagi saya untuk berkomunikasi orang di luar saya,” terang Elga.
Sikap Gus Dur yang egaliter dan berpikiran maju tersebut, menurut Hairus disebabkan oleh cara beragama Gus Dur. Ketika agama telah terlembaga, agama tidak dapat dijadikan tujuan, melainkan sarana untuk mencapai tujuan awalnya, Islam khususnya, yaitu kedamaian dan kasih sayang. Lantaran cara beragama tersebut, Hairus melihat Gus Dur sebagai sosok yang dapat hinggap ke dahan yang tidak biasa dihinggapi orang.
Hairus juga menerangkan hobi Gus Dur yang suka bercanda, bahkan ketika menanggapi persoalan keagamaan. Sikap tersebut perlu diterapkan karena saat ini banyak orang yang serius beragama lalu menjadi kaku dan tidak manusiawi. Orang-orang mudah tersinggung; tidak mau dikritik. “Padahal mengkritik agama sering dilakukan para sufi dengan candaan,” pungkas Hairus.
Kontributor Serikat News Daerah Istimewa Yogyakarta
Menyukai ini:
Suka Memuat...