Satu kata dan tindakan yaitu “PEMBERSIHAN” secara tegas dan tanpa pilih bulu! baik dari dalam struktur pemerintahan, legislatif, semua institusi publik. Juga para pengajar sesat agama! Selama tidak ada tindakan berani untuk membersihkan ideologinya, selama itu pula ancaman teroris akan tetap ada di bumi Indonesia! Radikalisme atas dasar intoleran adalah spiritnya teroris!
Situasi sedang darurat karena pondasi dasar negara terancam oleh permainan agenda pembusukan. Karena itu harus dihadapi dengan tegas melakukan pembersihan tanpa kompromi.
Mengapa harus takut dengan kata HAM, juga stigma represif dan lain sebagainya jika demi keutuhan serta kedaulatan bangsa dan negara??
Jangan takut hantu HAM atau bertindak Represif. Terhadap para pelakunya. Bahkan kalau perlu tantang siapa juga yang berani neko-neko. Apa jadinya dalam situasi darurat masih bermanis-manis terhadap lawan… “Tidak Ada!”
Opini atas HAM lahir karena perang dunia I dan II. Itu konteks historis dan politiknya.
Tujuannya perlindungan terhadap “hak dasar” sebagai manusia yaitu hak hidup, hak sipil politik, hak ekonomi, hak budaya, hak beragama.
Maka,semua tindakan yang dengan sengaja menghilangkan HAM tanpa alasan mendasar adalah pelanggaran HAM.
Terorisme itu melanggar HAM. Karena itu, pembelaan terhadap tindakan terorisme jelas adalah pelanggaran HAM itu sendiri.
Dalam kerangka membela diri dari terorisme, dan dalam perlindungan terhadap HAM, maka ancaman hukuman mati terhadap teroris bukan pelanggaran HAM.
Yang harus perlu untuk diketahui adalah:
Terorisme merupakan kelanjutan dari konflik perang dingin. Middle east, kecuali Arab Saudi dan Israel lebih banyak dipengaruhi oleh Soviet. Tentara dan milisi yang memberontak terhadap rezim yang sah di middle east banyak didukung oleh US.
Tetapi, para pemberontak itu kemudian berbalik memusuhi US dan Barat karena tahu kelicikan Barat yang memporak-porandakan negeri mereka untuk diambil minyaknya dan middle east adalah medan perlombaan senjata. Kemudian para milisi itu banyak datang dari berbagai negara, membentuk ISIS lalu pulang kembali ke negeri masing-masing untuk mengacaukan keamanan dan menghancurkan rezim.
Dengan demikian ini, medan konflik mulai diperluas hingga ke Asia Pasifik. Makin mendekat ke teritorial front US-Australia-Barat. Atas dasar inilah, pihak US-Barat akan berpeluang untuk mencampuri urusan maupun mengkontrol negara sekitar seperti Indonesia dan Filipina.
Tetapi, campurtangan jelas akan membuat situasi tambah buruk. Karena pada dasarnya, US-Barat bertujuan merampok SDA dan selanjutnya menjadikan sebagai pasar dari medan perang perlombaan senjata.
Adapun kondisi darurat ancaman terorisme semakin diperparah keadaannya di Indonesia, dengan kondisi pendidikan yang masih memprihatinkan, bahkan menjadi alat untuk memperluas ajakan kebencian.
Terutama di pendidikan tinggi, ada gejala mahasiswa anti intelektual. Dimana saat berhadapan dengan pemikiran yang agak abstrak, rumit dan butuh konsentrasi tinggi, mereka cenderung menghindari.
Gejala anti intelektual ini menjadi kondisi yang sangat baik bagi tumbuh suburnya pemikiran sesat, lalu anggap diri dan kelompoknya saja yang paling dan selalu benar.
Saatnya kementerian agama, pendidikan dasar dan menengah, pendidikan tinggi dan mesti duduk bersama untuk menyelesaikan masalah ini. Ini sebagai agenda jangka panjang.
Penting belajar agama. Tetapi yang terpenting, belajar agama harus berdampak pada adanya kepedulian sosial, belas kasih kepada sesama .
Disamping itu perlu juga perbaikan secara sistematis dan berkelanjutan di bidang ekonomi dan sosial. Kontrol terhadap pendidikan generasi muda yang diselenggarakan pihak agama.
Pembersihan terhadap oknum elit Polri dan TNI yang selama ini menjadi pelindung gerakan teroris dan para pendukung kolonialisme internal. Juga hukuman mati untuk para teroris (dan juga koruptor, pedagang narkoba, terlebih lagi penjual manusia).
Negara harus tegas! Dan harus diingat bahwa rentannya keamanan nasional tidak dapat lepas dari banyak faktor penyebab yang juga terkait dengan konstelasi politik.
Beberapa penelitian tentang terorisme di Indonesia menunjukkan bahwa terorisme lebih banyak muncul dari radikalisme.
Penelusuran secara sosiologis menunjukkan bahwa radikalisme di Indonesia lebih karena ketidakadilan sosial ekonomi dan politik yang struktural.
Pengangguran menyebabkan frustasi di kalangan kaum muda. Hal ini menyebabkan mereka mudah sekali dihasut oleh kelompok radikal yang memperjuangkan bangunan ideologi negara bangsa yang lain dan dianggap sebagai bisa menyejahterakan mereka.
Selain itu, radikalisme memang muncul karena pemahaman yang sesat terhadap agama seperti jihad utuk mati syahid. Faktor ini memang berkaitan dengan minimnya pengetahuan.
Tentu saja ini berkaitan dengan pendidikan, dan secara lebih jauh dengan ekonomi dan sosial. Selain itu, kita tak boleh abai dengan konstelasi politik nasional dan internasional yang berusaha menghancurkan negara ini agar imperialisme barat tetap berjalan melalui kolonialisme internal.
Kita tentu berharap mayoritas rakyat mulailah mengkondisikan dengan meletakkan dasar yang baik yaitu Pancasila.
Reformasi pendidikan yang sudah dikacaukan dan juga peruntukan tempat peribadatan dengan benar.
Kondisi yang terjadi saat ini mengenai Pancasila, baru pada Sila Pertama saja yang diurusi dan ini juga masih salah pula mikirnya akibat rendahnya mutu pengajarannya.
Kemudian Sila Kemanusiaan, masih disepelekan dengan berbagai tindak terorisme, maupun mengkafirkan semua diluar kelompoknya.
Demikian juga Sila Persatuan Indonesia, masih selalu digoyang dengan isu separatis dan provokasi yang sebenarnya demi menguasai wilayah.
Demokrasi, menjadi sangat liberal tanpa aturan menabrak batas hak yang lainnya. Dan masih selalu ingin dikuasai model otoriter kelompok oligarki orbais.
Sila Keadilan Sosial, sama sekali tidak terbangun oleh sebab semua sendi kehidupan masih dikangkangi oleh para broker dan mafioso ekonomi.
Revolusi Kebangsaan masih sangat diperlukan untuk mewujudkan keutuhan Pancasila yang benar bagi seluruh rakyat bangsa Indonesia… Revolusi masih belum selesai.!
*Opini ini tanggungjawab Penulis, bukan Redaksi SerikatNews
Menyukai ini:
Suka Memuat...