Sejak Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI menyerahkan rekomendasi amandemen UUD 1945 tentang perubahan wewenang, proses penganggaran kedaerahan seperti Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Alokasi Umum (DAU) kini diawasi DPD.
Lembaga perwakilan yang berdiri tahun 2004 itu mengharapkan adanya penguatan wewenang terkait legislasi, penganggaran, dan pengawasan. Penganggaran DAK dan DAU disebut rawan disalah gunakan oleh pihak berkepentingan di daerah.
Demikian ini disampaikan oleh anggota DPR RI Fraksi Hanura, Inas Nasrullah Zubir, melalui keterangan rilisnya, Minggu (11/02). Bagi Inas, kewenangan DPD sebelumnya hanya untuk mempertimbangkan penyusunan DAK dan DAU, bukan di tingkat memutuskan.
“Perluasan wewenang DPD, seperti dalam pengawasalan proses DAK dan DAU, itu penting. Dalam APBN ada sejumlah dana yang dialokasikan kepada setiap Daerah Otonom (Provinsi/Kabupaten/Kota) di Indonesia setiap tahunnya sebagai dana pembangunan. Kita kenal nomenklatur Dana Alokasi Kusus(DAK) dan Dana Alokasi Umum(DAU),” ungkap Wakil Ketua Komisi VI DPR RI itu.
Menurut Inas, sebelumnya dana-dana tersebut tidak lagi diawasi oleh DPR setelah ditransfer ke setiap daerah. Makanya, uang pembangunan itu rawan disalah gunakan oleh kepala daerah karena tidak ada mekanisme pengawasan yang ketat.
“Dalam praktiknya, DPR tidak memiliki mekanisme pengawasan yang stabil danm konsisten. Meski kewenangan dulu ada di DPR, tetapi kepentingan dan urusan politik daerah mesti juga menjadi perhatian DPD. Bagi saya ini alur yang progres untuk antisipasi praktik suap dan mark up anggaran kepala daerah,” tegas Inas.
Celah penyelewengan DAK dan DAU ditengarai karena longgarnya pengawasan dari pusat. Karena itu, Inas menceritakan, skema pelanggaran itu membuat prihatin Dr. Oesman Sapta yang pada saat itu menjabat anggota DPD RI dan Wakil Ketua MPR RI.
Oesman Sapta menilai lemahnya pengawasan pusat terhadap proses penganggaran daerah DAK dan DAU menyebabkan banyak kepala daerah terlibat kasus rasuah. Lagi, Oso, panggilan akrab Oesman Sapta, mengklaim pimpinan DPD RI waktu itu tidak bisa mengakomodir komponen DPD untuk secara resmi bisa mengawasi laju DAK dan DAU.
“Setelah terpilih menjadi Ketua DPD-RI, Pak Oso dengan seluruh kapasitas dan kekuatan DPD RI serta posisi Wakil Ketua MPR yang dijabatnya berhasil melakukan lobi dengan DPR RI untuk memuluskan masuknya kewenangan pengawasan DPD-RI terhadap keuangan daerah dalam revisi Undang-Undang MD3 yang segera akan diparipurnakan di DPR,” ungkap Inas.
Inas menambahkan, setelah Oso berhasil meloloskan peningkatan kewenangan DPD RI dengan juga ikut terlibat secara resmi mengawasi alur DAK dan DAU, Oesman Sapta kemudian memundurkan diri dari jabatan Wakil Ketua MPR RI. Saat ini, selain sebagai Ketua DPD RI, Oso juga Ketua Umum Partai Hanura.
“Dengan tuntasnya salah satu perjuangan Pak Oso bersama anggota DPD RI yang lain dalam meloloskan kewenagan pengawasan, Pak Oso kemudian memundurkan diri dari Wakil Ketua MPR RI. Semoga proses perjuangan ini akan berdampak baik terutama dalam mengurangi angka korupsi daerah yang telah berjibun banyaknya,” tutup anggota DPR RI Dapil Banten III itu.
Menyukai ini:
Suka Memuat...