“Seandainya waktu dapat diputar kembali, pada hari-hari genting di bulan November 2008. Apakah Anda akan mengubah keputusan dalam menentukan nasib Bank Century?” tanya saya. “Insyallah, Tidak”, jawab Boediono.
“Keputusan menyelamatkan Bank Century adalah keputusan terbaik saat itu. Tidak banyak anak bangsa yang berkesempatan menyelamatkan negeri ini. Saya adalah salah satunya. Dan saya bangga telah mempersembahkan yang terbaik yang dapat saya lakukan”, lanjut pak Bud, panggilan akrab Boediono, Gubernur Bank Indonesia 2008-2009, Wakil Presiden Republik Indonesia 2009-2014. Sejumlah ekonom mendukung pernyataan Boediono. Meski barangkali lebih banyak yang menentang dan mengalamatkan tuduhan serius.
6 tahun setelah Boediono bersama Dewan Gubernur Bank Indonesia memutuskan untuk menyelamatkan Bank Century dengan memberikan suntikan modal sebesar Rp. 6,7 T melalui Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS), Bank Century yang telah berganti nama Bank Mutiara dijual dengan harga Rp. 4,4 T. Sesuai aturan Undang-Undang, memang setelah 5 tahun, LPS harus menjual bank yang telah diselamatkan.
Dengan terjual seharga Rp. 4,4 T, maka biaya bail out yg dikeluarkan pemerintah RI sesungguhnya adalah Rp. 2,3 T. Jika waktu itu Pemerintah menutup Bank Century, menurut LPS, penutupan akan membutuhkan biaya sebesar Rp. 5,4 T dan nilai tersebut tidak akan kembali, alias uang penjaminan hilang.
Melihat lebih jauh kebelakang. Ketika gelombang krisis moneter melanda Indonesia tahun 1997-1998 yang membuat Produk Domestik Bruto (PDB) anjlok 13% dan PHK dimana-mana, pemerintah harus mengeluarkan biaya hingga Rp. 650 T untuk perbaikan ekonomi dan perbankan. Pengalaman adalah guru terbaik. Tak ada keledai yang mau terperosok lumpur untuk kedua kalinya. Dalam kondisi ini seharusnya bangsa Indonesia berbesar hati dan melihat permasalahan ini secara utuh. Meski barangkali, tersisa pertanyaan besar, kenapa Bank Century yang diselamatkan? Yang menurut Pansus DPR asetnya hanya 0.05% dari total aset perbankan RI?
“Ini masalah hukum, saya orang ekonomi. Saya serahkan sepenuhnya kepada penegak hukum dan kepada para ahli hukum untuk memberikan pandangannya. Jika ada orang yang mendompleng kebijakan bail out Bank Century ini untuk ambil duit, gratifikasi, itu soal lain dan harus dibedakan”, kata Pak Bud.
“Mungkin ini memang jalan saya yang ditunjukkan oleh Yang Diatas. Tahun 1997-1998 pada saat krisis, saya juga di Bank Indonesia. Saat itu kita banyak menutup Bank. Atas saran IMF, kita tutup 16 Bank kecil yang kira-kira asetnya hanya 4% dari total asset perbankan. Logika waktu itu, Bank yang tidak sehat ditutup, yang sehat dipertahankan. Banyak orang yang nervous, kemudian bertanya, Bank mana lagi yang akan ditutup besok? Tidak ada jaminan simpanan. Hingga 2 bulan berikutnya orang pada ngantri di halaman Bank, pada mau ambil duitnya”, lanjut Pak Bud.
Bagi saya yang baru masuk kuliah ketika krisis moneter, tak terlalu paham apa yang terjadi. Global Financial Crisis menyeret Indonesia dan negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Australia dan Hongkong untuk menerapkan berbagai strategi dalam mempertahankan kondisi ekonomi mereka. Salah satunya dengan menerapkan penjaminan penuh atau Blanket Guarantee. Tujuannya, jika ada Bank yang bermasalah, deposan tak perlu kawatir karena simpanannya dijamin. Pun jika Bank tersebut ditutup, uang mereka akan tetap aman. Dengan demikian, ketika saat itu banyak nasabah di Indonesia mengantri hingga di halaman Bank untuk menarik simpanan mereka, deposan diluar negeri tenang-tenang saja, tak kawatir uangnya hilang.
Strategi Indonesia ketika itu hanya menaikkan batas jaminan simpanan dari semula Rp. 100 Juta rupiah menjadi Rp. 2 Miliar rupiah. Diatas itu tidak dijamin. Itulah sebabnya dana diatas Rp. 2 Miliar rupiah ditarik ramai-ramai oleh para nasabah kemudian disimpan di luar negeri, di negara-negara yang dananya dijamin penuh oleh pemerintahnya.
Belajar dari pengalaman 1997-1998, resep baku dalam kebijakan ekonomi pada keadaan krisis menurut Boediono adalah menjaga psikologi masyarakat agar tidak liar. Yakni dengan menerapkan blanket guarantee. Lantas, apa pilihannya jika blanket guarantee tidak diterapkan? Jangan ada Bank yang ditutup.
“Saya tidak mengganggap November 2008 adalah musibah. Saya justru mengganggap itu kehormatan, dapat menyumbang disaat bangsa kita benar-benar membutuhkan”. Kali ini intonasi suara pak Bud lebih dalam. Setengah bergetar.
Ya. Saya melihatnya. Berdasar berbagai laporan keuangan, 6 bulan setelah kebijakan bail out Bank Century diambil, kondisi ekonomi dan perbankan kita membaik.
Penulis adalah News Presenter BeritaSatuTV dan Tenaga Ahli DPR RI, Jakarta
Mahasiswi Program Doktor Ilmu Kriminologi UI
Baru-baru ini meluncurkan buku Kumpulan Cerpen; Apple Strudel
Chat Nastiti untuk informasi lebih lanjut melalui Twitter/Instagram @nastitislestari
Menyukai ini:
Suka Memuat...