SERIKATNEWS.COM– Analis hukum tata negara, Benny Sabdo mendorong Bawaslu dan pengurus semua partai politik mengawasi secara melekat dalam tahapan proses pencocokan dan penelitian daftar pemilih di 171 daerah dalam pilkada serentak 2018. Persoalan daftar pemilih, demikian Benny, selalu menjadi problem laten setiap hajatan pilkada. “KPU sebaiknya memberikan perhatian khusus kepada petugas pemuktahiran data pemilih yang bekerja sampai 18 Februari 2018,” tegas Benny di kantin Universitas Indonesia, Salemba, 25 Januari 2018.
Pengajar hukum Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta ini menandaskan sebagian besar gugatan sengketa hasil pilkada ke Mahkamah Konstitusi dikarenakan persoalan daftar pemilih yang tidak valid. Sengkarut daftar pemilih kerap kali bermuara dan menjadi langganan tetap kasus sengketa hasil pilkada di Mahkamah Konstitusi. Ia mengingatkan KPU agar memastikan dalam proses penyusunan daftar pemilih tetap dilakukan melalui proses verifikasi dan validasi secara rigid, tepat dan akurat.
Menurut Benny, petugas coklit dalam praktik biasanya suka menempuh jalan pintas hanya mendatangi rumah ketua RT/RW, sehingga mengabaikan metode sensus. Metode sensus artinya petugas pemuktahiran data pemilih wajib mendatangi rumah warga satu persatu. Ia juga menambahkan biasanya yang diplenokan KPU hanya angka-angka saja, bukan data berdasarkan pemilih di setiap TPS. “Kalau tidak cermat, maka ada potensi penghilangan hak pilih warga atau ada potensi ghost voters,” ucapnya.
Benny memaparkan pilkada merupakan perwujudan partisipasi rakyat dalam negara demokrasi. Karena itu, hak konstitusional warga negara untuk memilih dijamin oleh konstitusi dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945. “Data pemilih menjadi tahapan krusial. Karena data pemilih yang hasil akhirnya berupa daftar pemilih tetap adalah representasi dari diakuinya hak pilih yang berlaku universal bagi seluruh warga negara pada negara demokrasi,” tandasnya.
Menurut Benny, KPU harus fokus bekerja dalam proses pencocokan dan penelitian daftar pemilih. Ia menyatakan KPU memiliki kewajiban untuk memastikan tidak ada kejadian nomor induk kependudukan (NIK) ganda, NIK dengan nama dan tempat tanggal lahir yang sama, tapi alamatnya berbeda. “Bahkan, ada pemilih berusia dibawah 17 tahun dan belum menikah, ada pemilih hanya diisi namanya saja tapi data lainnya kosong, orang sudah meninggal namun namanya masih masuk daftar pemilih,” pungkas lawyer spesialis konstitusi itu. (SMH)
SerikatNews.com adalah media kritis anak bangsa. Menyajikan informasi secara akurat. Serta setia menjadi platform ruang bertukar gagasan faktual.
Menyukai ini:
Suka Memuat...