Kampanye Joko Widodo dua periode terus digaungkan oleh para pendukung. Kampanye untuk memenangkan Presiden yang biasa disapa Jokowi di Pemilihan Presiden Republik Indonesia pada 2019 semakin intens.
Lalu, apa alasan mereka untuk menjadikan Jokowi kembali memimpin Indonesia pada 2019-2014?
Alasan utama mereka adalah keberlanjutan pembangunan di Indonesia. Para pendukung Jokowi ingin pria asal Solo, Jawa Tengah, itu melanjutkan pekerjaannya, membangun infrastruktur di seluruh wilayah Indonesia.
Sudah ratusan proyek yang dibangun Jokowi di tiga tahun kepemimpinannya. Di Kalimantan, misalnya, ada 24 proyek infrastruktur, di Sulawesi ada 27, kemudian di Maluku dan Papua ada sekitar 13 proyek, baik berupa bendungan, pelabuhan, bandar udara, hingga pembangkit listrik.
Jokowi juga membangun ribuan kilometer (km) jalan. Pada 2015, terdapat 1.286 km jalan yang baru dibangun. Setahun kemudian, yaitu 2016, pemerintah berhasil membangun 559 km dan pada 2017 dibangun 778 km jalan baru.
Sehingga total jalan baru yang telah dibangun pemerintahan Jokowi adalah sepanjang 2.623 km. Sekitar 2.000 km di antaranya merupakan jalan perbatasan yang dibangun di titik-titik terluar dan pelosok negeri.
Pembangunan yang dilakukan pemerintah saat ini juga merambah jalan tol. Pembangunan jalan tol mencapai 568 km selama tiga tahun terakhir, terbagi atas 132 km pada 2015, 44 km pada 2016, dan sisanya 392 km pada 2017. Pemerintah menargetkan pembangunan jalan tol hingga 2019 mencapai 1.851 km.
Jokowi juga memperhatikan kebutuhan petani dengan membangun 30 bendungan sampai 2017. Jokowi berharap pemerintahannya bisa membangun 100 bendungan hingga 2019, terdiri dari 70 bendungan baru dan 30 bendungan lanjutan.
Bendungan yang telah terbangun dalam tiga tahun terakhir akan menambah luas layanan irigasi waduk, dari semula 761,54 hektar (ha) menjadi 859,62 ha.
Presiden Jokowi juga menargetkan pembangunan jembatan sepanjang 29.859 meter hingga 2019. Kini, di tahun ketiganya, sepanjang 25.149 meter jembatan telah berhasil dibangun.
Jembatan-jembatan baru tersebut antara lain Jembatan Tayan di Kalimatan Barat, Jembatan Merah Putih di Ambon, Jembatan Soekarno di Manado, Jembatan Teluk Kendari di Sulawesi Utara dan Holtekamp di Jayapura.
Selain membangun jalan dan jalan tol, pemerintahan Jokowi juga membangun transportasi massal jenis baru, yakni Light Rail Transit (LRT) Jabodebek dan Palembang serta Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta.
Selain itu, dalam tiga tahun terakhir, pemerintah juga membangun kereta cepat Jakarta-Bandung, Kereta semi cepat Jakarta-Surabaya, Kereta Bandar Udara Soekarno-Hatta serta kereta antarterminal di Bandar Udara Soekarno-Hatta atau SkyTrain.
Tanpa APBN
Jokowi melalui Kementerian PPN/Bappenas juga mencari alternatif pembiayaan proyek-proyek infrastruktur strategis nasional melalui skema Pembiayaan Investasi Non Anggaran Pemerintah (PINA).
Menurut Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro per Desember 2017 jumlah proyek dalam pipeline PINA mencapai 34 proyek infrastruktur yang terdiversifikasi dalam empat sektor meliputi jalan tol, penerbangan, pembangkit dan transmisi listrik, serta pariwisata. Total nilai proyek tersebut sebesar Rp348,2 triliun atau 25,79 miliar dolar AS.
Adapun proyek dengan skema pembiayaan PINA adalah:
Waskita Toll Road-Jalan tol Trans Jawa dan Non-Trans Jawa (18 proyek dengan total nilai proyek Rp 135 triliun/10.000 juta dolar AS).
PT PJB-Pembangkit Listrik (2 proyek dengan total nilai proyek Rp14,5 triliun/1.071 juta dolar AS).
PT Indonesia Power-Pembangkit Listrik (6 proyek dengan total nilai proyek Rp78,3 triliun/5.798 juta dolar AS).
PT PLN-Transmisi Listrik (Total nilai proyek Rp27,5 trilun/2.040 juta dolar AS).
BIJB (Pengembangan Fase 2 dan Aerocity (2 proyek dengan total nilai proyek Rp30 triliun/2.237 juta dolar AS).
Bandar Udara Kulon Progo DIY-PT Angkasa Pura 1 dan PT PP (Rp6,7 triliun/495 juta dolar AS).
Pesawat R-80- PT RAI (Rp21,6 triliun/1.600 juta dolar AS).
Pengembangan Area Terintegrasi Pulau Flores-Flores Prosperindo, Ltd (Rp13,5 triliun/1.000 juta dolar AS).