KETIK saja di Google, “Ahmad Fauzi Korupsi Migas Sumenep”. Pertama pasti muncul Direktori Putusan Mahkamah Agung. Download saja. Kalau tidak bisa, datang ke tempat saya, nanti saya beri hard copy gratis. Lalu diskusi.
Dakwaan Penuntut Umum dan pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya mengurai panjang lebar peran Kepala Kantor Perwakilan PT. WUS di Jakarta, Ahmad Fauzi, dalam kasus korupsi PI Migas Sumenep.
Kembali pada tema di atas, “Melawan Fauzi atau Korupsi?”. Tentu yang kita lawan bukan personal Ahmad Fauzi, melainkan perilaku Kepala Kantor Perwakilan PT. WUS di Jakarta yang dengan jabatannya berkhianat pada rakyat Sumenep.
Atas dasar dakwaan dan pertimbangan putusan korupsi PI Migas Sumenep, Kepala Kantor Perwakilan PT. WUS di Jakarta bernama Ahmad Fauzi patut kita duga korup sejak sebelum menjabat Wakil Bupati/Bupati Sumenep.
Pilkada Sumenep 2024 mau calon lagi, menurut jurnalis, PDIP beri restu Ahmad Fauzi Wongsojudo “kawin” dengan Ketua PKB Sumenep, KH. Imam Hasyim.
Pasangan itu bagi saya tidak ideal, karena KH. Imam Hasyim ibarat segentong air suci, jernih dan halal di padang tandus, yang diharap umat dan rakyat menjadi pelepas dahaga.
Sayang harus berkohabitasi dengan manusia korup, selain tak jernih lagi, air jadi najis. Rakyat tak diberi pilihan, tak ada lawan sepadan di Pilkada Sumenep 2024. Hanya hukum lawan satu-satunya.
Bupati Ahmad Fauzi terampil urusan yang korup-korup. Paling tidak biodata sendiri dia korup. Misalnya, saat mendaftar Bacawabup/Bacabup Sumenep, pengalaman kerja sebagai Kepala Kantor Perwakilan PT. WUS di Jakarta pasti tidak dicantumkan. Itu sikap koruptif paling sederhana.
Jadi, kalau ditanya mengapa saya melawan Ahmad Fauzi sebagai pejabat? Pertama, karena dia tidak punya integritas. Sejak awal terdidik koruptif, dengan menjabat Bupati, potensial korup-absolut lebih terbuka.
Bagi saya, korupsi adalah penyebab Madura, khususnya Sumenep tetap “miskin”. Karena itu, cegah koruptor berkuasa. Jika tidak bisa, “lawan”. Perlawanan rakyat melalui jalur hukum adalah ultimum remedium. Obat terakhir bagi koruptor. Hukum, miskinkan.
Kedua, Ahmad Fauzi kader Banteng yang berkhianat pada marhaenisme, ideologi yang “diwasiatkan” Bung Karno pada penerusnya agar konsisten di sisi wong cilik, petani, buruh, nelayan, pedagang kecil, kaum marginal dan jenis mustad’afin lainnya.
Secara ideologi, saya gandrung pada pikiran kiri, nasionalisme, religius dan sosialisme. Saya terpesona pada pemimpin yang kerap orasi, memberi wawasan, membakar spirit, memberi inspirasi, arahan, bimbingan dan perlindungan bagi rakyat.
Tapi, saya benci siapa pun yang mengaku kader kiri progresif, tapi pengkhianat. Kiri tapi korup, feodal, imperialis dan jahat terhadap rakyat. Tak ada beda dengan perilaku kapitalis kolonialis yang dilawan Bung Karno sejak sebelum Indonesia merdeka. Siapa pun dia.
Saya nilai, tak ada sedikit pun ceceran ideologi Bung Karno dalam pikiran dan perilaku Bupati Ahmad Fauzi Wongsojudo. Bahkan menurut Kurniadi si “Raja Hantu”, Bupati Achmad Fauzi bodoh dan tidak layak jadi Bupati, lebih layak jadi Ketua RT”.
Bupati Ahmad Fauzi, bagi saya tak berpihak pada wong cilik. Petani sampai saat ini kesulitan pupuk. Tak ada pembinaan serius terhadap Kelompok Tani, kecuali terhadap “antek-antek”. Begitu pula pada nelayan dan kaum tertindas lainnya.
Program bantuan pemerintah tak jarang mencuri gambar hasil pertanian mandiri rakyat, lalu dipublis seolah-olah itu buah karya pemerintah. Itu testimoni dan curhatan kelompok tani yang saya record.
Ketiga, Bupati Ahmad Fauzi rajin berjanji, lalu mengingkari. Cocok kalau disebut “Raja PHP”. Perhatikan saja janji-janji politiknya sebelum jadi Bupati. Kaitkan visi-misi dengan realitas kerja hingga saat ini.
Apakah ada kerja-kerja monomental yang benar-benar berpihak pada grass root? Apakah disparitas pembangunan, termasuk infrastruktur jalan seimbang antara daratan dan kepulauan?
Apakah jargon Sumenep Kota Keris membuat rakyat Sumenep lebih sejahtera dan tak menderita?
Pertanyaan lainnya, apakah rakyat pulau bersedia diberi makan janji lagi oleh penguasa. Misalnya dengan janji nanti kepulauan akan dibangun jalan yang mulus, akan dibangun bandara, akan ada rumah sakit terapung dengan kapal siaga, akan jadi Kabupaten Kepulauan asal dipilih lagi?
Kalau saya jadi rakyat/rakyat pulau pasti saya jawab: NO!
Jujur saja, pada Pilpres 2024 lalu, saya berdiri tegak di barisan Prabowo-Gibran melalui Barisan Relawan Infant Gibran (BRIGIB) dengan harapan agar nasib rakyat pulau yang sengsara di Sumenep dapat dibantu Pemerintahan Prabowo-Gibran jika berhasil menjadi Presiden dan Wakil Presiden. Saluran itu sudah ada.
Saat ini belum dilantik, Pilkada Sumenep 2024 tak menarik, ada rumor parpol-parpol di Jakarta sudah diborong agar tidak ada lawan tanding yang sepadan untuk melawan Ahmad Fauzi Wongsojudo. Situasi itu pasti menyulitkan kami untuk membantu nasib rakyat Sumenep, termasuk rakyat pulau.
Meski demikian, BRIGIB tak kenal kamus menyerah. Never give up! Kami pasti berjuang! Salam.
———————————————
- Penulis adalah alumni Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Indonesia dan Penasehat Barisan Relawan Infant Gibran (BRIGIB) Sumenep.
Direktur LKBH IAIN Madura
Menyukai ini:
Suka Memuat...