PILKADA merupakan momentum krusial dalam sistem demokrasi Indonesia. Masyarakat memiliki kesempatan untuk memilih pemimpin lokal yang akan mempengaruhi arah dan kualitas pemerintahan daerah. Pelaksanaan Pilkada yang semakin dekat, dinamika politik yang kompleks tersedia untuk siklus keseharian, menjadi barometer antusiasme seluruh elemen masyarakat dalam mewarnai praktik demokrasi.
Perlu dijadikan suatu atensi dalam keberlangsungan pesta demokrasi, terkait gerakan politik yang tidak terpaku dalam satu titik dan bergerak secara holistik. Merancang gerakan dan strategi baru dengan segi pragmatisnya adalah ide awal dalam menyesuaikan dengan berkembangnya zaman. Pada momentum pilkada, para politisi mengoptimalkan platform media sosial sebagai arena kampanye dan juga edukasi yang dapat mereka berikan sesuai dengan perencanaan serta keinginan.
Menjadi hal penting saat kita mencerna serta memahami lebih mendalam dari gerakan politik media sosial. Para politisi banyak menggunakan buzzer sebagai aktor utama untuk mengupayakan suatu gerakan dalam menyuluhkan informasi dan edukasi yang sesuai dengan tupoksi masing-masing. Tentunya sangat jelas berpotensi untuk mempengaruhi individu maupun kelompok.
Istilah buzzer merupakan individu atau kelompok yang secara aktif mempromosikan, menyebarluaskan, atau memengaruhi opini publik tentang suatu topik yang biasanya untuk kepentingan politik, bisnis, atau kehidupan sosial lainnya. Mereka sering kali menggunakan platform media sosial untuk meningkatkan visibilitas dan dukungan terhadap isu atau individu tertentu. Hal ini menjadi usaha dan inisiatif yang baik untuk menyesuaikan serta menyelaraskan dengan berkembangnya zaman.
Tentunya buzzer memiliki kecenderungan untuk mempublikasikan konten yang salah dan disinformasi. Mereka menggunakan akun palsu yang dioperasikan oleh orang-orang dan robot dalam jumlah besar. Pesan dikeluarkan oleh buzzer dapat menyebabkan sebuah opini atau topik menjadi trend di media sosial.
Namun sangat disayangkan dalam momentum pilkada, para buzzer melakukan praktik negatif dalam platform media sosial. Banyak kita temui ulah tidak baik dari para buzzer yang jelas tidak sesuai dan tidak sama dengan tupoksi aslinya. Contoh sederhananya yaitu saling mencaci maki dan saling manjatuhkan antara golongan A dan golongan B atas dasar keegoisan dan keambisiusan. Hal ini sudah menjadi kebiasaan untuk memvalidasi suatu golongan.
Paling mirisnya ketika menemukan berbagai macam manipulasi data yang juga sering muncul di platform media sosial. Data tersebut lebih mengedepankan keunggulan daripada keaktualan data yang ada. Hal tersebut betul-betul mempengaruhi terhadap integritas suatu golongan.
Salah satu contoh pasangan calon A sering disebut lebih unggul dalam elektabilitas dibandingkan calon B. Namun kenyataannya, pasangan calon B yang sebenarnya lebih unggul di kalangan masyarakat daripada calon A. Contoh tersebut kerap kali sering dimunculkan dan juga dinarasikan sebagai upaya mempengaruhi keyakinan serta iktikad personal maupun golongan.
Peristiwa ini sangat jelas, momentum pesta demokrasi dipoles dengan berbagai macam dinamika tidak baik. Karena itu, mari kita lebih waspada dalam menerima berbagai macam informasi, dan menyikapinya dengan bentuk kritis dan selektif, sehingga dapat berkontribusi pada lingkungan yang lebih sehat dan informatif. Mari ciptakan suasana pilkada yang penuh integritas, dan setiap suara dan keputusan didasarkan pada kebenaran.
Presma Universitas Annuqayah
Menyukai ini:
Suka Memuat...