Ada banyak orang mulai dari kalangan mubaligh pemula, aktivis mahasiswa yang masih ingusan, filsuf canggung, politisi partai hingga mantan dan calon presiden gagal yang mengkritisi atau nyinyir pada Presiden Jokowi, namun saya amati para pendukung Jokowi menghabiskan energinya untuk menyerang balik mereka semuanya tanpa mengenal skala prioritas.
Akibat dari hal ini, banyak orang-orang pandir seperti Ustadz Tengku Zulkarnain, Jonru dan terakhir Zaadit Taqwa mendadak jadi orang-orang populer. Seolah-olah mereka ini levelnya setingkat dengan Jokowi, padahal sebenarnya mereka itu masih seperti kucing sedangkan level Jokowi sudah seperti singa. Bagaimana kita harus mengkaburkan maqam ini?.
Sangatlah lebih menarik dan tepat sasaran, jika kita fokus untuk melakukan serangan balik dari manuver-manuver politik yang dilancarkan oleh orang-orang seperti SBY dan Prabowo daripada terus menerus mengejar anak-anak kecil ingusan itu. SBY misalnya belum lama ini melakukan serangan politik pada pemerintah, yang dikatakannya bahwa Pemerintahan Jokowi terus menerus melakukan kriminalisasi pada para ulama, dan terakhir SBY menyatakan akan melakukan perang pada Setya Novanto yang dianggapnya telah mengait-ngaitkan diri dan keluarganya dalam soal kasus korupsi e-KTP. Mengapa kita tidak fokus melakukan serangan balik politik ke orang-orang seperti SBY ini?…
Tengku Zulkarnain, Jonru dan Zaadit serta Fadli Zon dan Fahri Hamzah itu hanyalah wayang-wayang kecil, di belakang mereka ini ada dalang, nah pada dalang itulah kita harusnya fokus menyerang. Ada Prabowo, SBY, Zulkifli Hasan dan para elit PKS yang bermain di berbagai parade hasutan, isu dan fitnah pada pemerintahan Jokowi yang sah mendapatkan kekuasaannya, pada merekalah harus kita arahkan pucuk laras serangan politik kita. Jangan lagi memberi tempat bagi anak-anak ingusan untuk mendapatkan panggung politik, karena itu belumlah level mereka.
Baca Juga: Politik itu Keberpihakan
SBY misalnya mengira bahwa Setya Novanto yang dibully dan dicaci maki jutaan rakyat Indonesia, terus kemudian boleh dengan muda diteror SBY saat Setnov tengah berusaha membongkar skandal korupsi e-KTP SBY, eee… tunggu dulu dong. Kami melawan mati-matian Setnov tapi bukan berarti kami akan membiarkan Setnov diteror SBY ketika Setnov ingin membuka kasusnya. Pun demikian dengan Zulkifli Hasan yang seolah keberatan dengan banyaknya penangkapan koruptor oleh KPK, serta Rocky Gerung yang dengan bangga mencaci maki para pengkritinya saat Rocky dengan enteng pula membela-bela berbagai macam kebijakan Anis sambil menyikut Jokowi.
Kita bertanya Zulkifli Hasan ini pejabat negara bukan? Rocky Gerung ini pendidik filsafat bukan? Jika iya, maka apa yang mereka lakukan selama ini tidak sesuai dengan jabatan dan profesinya. Karena sinis pada KPK yang menangkapi para koruptor bukanlah sikap yang baik dari seorang pejabat, dan mendungu-dungukan para lawan pemikirannya bukanlah sikap yang arif bagi seorang pengajar filsafat.
*Penulis Adalah Advokat dan Penulis.
Profesi: Advokat KAI (Kongres Advokat Indonesia). dan Penulis, Serta Pemerhati Politik
Menyukai ini:
Suka Memuat...