SERIKATNEWS.COM – Juliari Batubara selaku Menteri Sosial mengungkapkan adanya perbedaan data penerima bantuan sosial (bansos) dalam upaya penanganan Covid-19 bisa terjadi karena adanya dinamika politik. Ia mengatakan desa yang tidak terdata untuk sasaran penyaluran bansos bisa terjadi disebabkan adanya dinamika politik daerah.
“Distorsi ini terjadi karena mungkin kita sama-sama tahu, kita sama-sama orang politik, mungkin ada faktor politiknya. Mungkin ada faktor like and dislike antara dinas sosial dengan kepala desa yang memberikan dana,” kata Juliari, Rabu (6/5/2020).
Dalam Rapat Kerja Komisi VIII yang disiarkan langsung akun Youtube DPR RI, Juliari mengatakan tidak ada sumber data lain yang digunakan untuk menentukan penerima bansos, sepenuhnya dari data dinas sosial. Sehingga pihaknya tidak bisa memastikan data yang diberikan Dinsos sesuai dengan dinamika lapangan. Dia juga mengakui Kemensos tidak melakukan cek ulang data yang diterima.
“Kemensos terima dan tidak akan cek lagi. Kenapa? Karena tidak punya waktu. Ini hanya tiga bulan program ini. Kalau waktu kami hanya dihabiskan untuk cek ke lapangan, Covid-nya selesai, bantuannya belum datang,” ungkapnya.
Sebelumnya, untuk meredam dampak pandemi Covid-19 pemerintah mengeluarkan Rp405,1 trilliun, sebanyak Rp110 triliun digunakan untuk jaringan pengamanan sosial berupa bansos. Mensos sempat menemukan kejanggalan pembagian bansos yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Pihaknya juga menyatakan sudah memeriksa 15 titik penyaluran bansos di Jakarta dan mendapatkan warga penerima bansos dari Kemensos, juga penerima bansos dari Pemerintah DKI.
Dia mengatakan awalnya pemerintah pusat hanya akan menyalurkan bansos kepada warga yang tidak menerima bantuan Pemprov DKI, jumlahnya sekitar 1,3 juta kepala keluarga.
“Pada saat Ratas (Rapat Terbatas) terdahulu, kesepakatan awalnya tidak demikian. Gubernur DKI meminta bantuan pemerintah pusat untuk meng-cover bantuan yang tidak bisa di-cover oleh DKI,” tegas Juliari.