Indonesia semestinya bisa terlepas dari cengkraman belenggu penjajahan moderen, juga terlepas dari hegemoni kekuasaan energi, jika ada keberanian pemikiran, dibarengi kebijakan politik, serta tindakan revolusioner untuk mengatasi masalah krisis energi di dalam negeri.
Artikel ini terinspirasikan dari catatan harian salah seorang pejuang rakyat Indonesia, serta kondisi rakyat Indonesia yang hampir mati tercekik Tarif Dasar Listrik yang naik dari waktu ke waktu, sehingga membuat rakyat tidak mampu membayar kebutuhan listriknya, ditambah dengan kinerja PLN yang buruk karena sering masyarakat mengalami padamnya listrik. Padahal energi listrik sudah menjadi kebutuhan primer bagi masyarakat.
Kekurangan supply energi listrik, bukan saja dialami oleh negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, negara maju pun mengalami hal yang sama dan mereka berani melakukan terobosan politik yaitu kebijakan memakai energi nuklir sebagai pembangkit tenaga listrik. Presentase penggunaan energi nuklir untuk pembangkit listrik dunia, saat ini telah mencapai 24 persen dari total energi listrik dunia.
Semakin menarik energi nuklir, setelah ditemukannya teknologi pengamanan bahan nuklir dan reaktor yang makin lama makin baik dibanding energi lainnya. Energi nuklir menjadi terobosan revolusioner, tidak menjadi hantu, dan tidak berbahaya sebagaimana kita bayangkan.
Ramah lingkungan, biaya untuk implementasi yang tidak mahal, pemakaian untuk jangka waktu yang sangat panjang, sumber energi yang tidak pernah habis, memberikan manfaat yang luar biasa murahnya dalam jangka panjang bagi masyarakat ekonomi rendah.
Apalagi teknologi reaktor nuklir terus berkembang dan saat ini terus meningkatkan dan telah memasuki generasi ke V yang diseleksi dari 100 buah desain reaktor dengan kriteria seleksi aspek ekonomi, tingkat keselamatan, hingga limbah dengan kuantitas yang dapat didaur ulang menjadi energi baru, tahan terhadap aturan NPT.
Dirancang tidak hanya berfungsi sebagai instalasi pemasok daya listrik saja, tetapi dapat pula digunakan untuk pemasok energi termal kepada industri proses. Oleh sebab itu PLTN sejak generasi IV tidak lagi disebut sebagai PLTN, tetapi disebut sebagai Sistem Energi Nuklir ( SEN ).
Pemenuhan ketersediaan pasokan energi sebenarnya merupakan kebijakan politik kepada siapa kebijakan energi tersebut berpihak, baik dilihat secara geopolitik atau sisi kepentingan nasional.
Kita telah bisa melihat berbagai contoh oleh sebab keputusan politik mengenai nuklir suatu negara bisa berdampak luas terhadap pergaulan International.
Sebagai contoh yang sedang hangat mengenai Korea Utara dan Iran. Yang menghadapi tindakan pengucilan oleh dunia International atau bikin akibat dari desakan negara adidaya terhadap degradasi kekuasaannya akibat kebijakan nuklir dianggap membahayakan.
Secara singkat sebenarnya masalah energi nuklir bukan akibat ketidakmampuan sebuah negara, melainkan lebih terletak pada keberanian pemerintah berkuasa dalam memutuskan kebijakan penggunaan energi nuklir untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri.
Jadi bukan oleh karena kemampuan tehnis maupun kondisi sosial budaya sebuah negara. Apalagi Indonesia yang sebenarnya banyak memiliki SDM yang berhubungan dengan ahli nuklir, mereka ini memiliki kedisiplinan yang tinggi, bahkan jauh melebihi kedisiplinan orang tambang minyak, karena dalam pemanfaatan energi nuklir yang dikelola adalah benda yang tidak terlihat mata yaitu partikel atom.
Dapat kita lihat juga contoh kasus bencana Chernobyl bisa terjadi di Rusia sebagai negara superpower oleh sebab salah dalam keputusan politik akibat situasi perang dingin pada waktu itu yang seharusnya tidak perlu sampai terjadinya bencana.
Sebaliknya kondisi negara India yang budaya masyarakatnya yang tidak berbeda jauh dengan Indonesia tidak ada mengalami masalah nuklir sejauh ini.
Demikian juga akibat kepentingan politik maka terjadi perdebatan sengit dalam pengelompokkan sumber daya energi, untuk menetapkan apakah energi nuklir termasuk pada sumber energi terbarukan ataukah tidak. Masih terus mengalami tarik ulur yang belum juga selesai.
Hal demikian berpulang kepada kebijakan politik apa yang dianut dalam memutuskan penggunaan energi nuklir sebagai pemasok utama kebutuhan energi sebuah negara. Dibandingkan energi lainnya.
Seperti energi air, angin, surya, panas bumi. Berapa besar kapasitas yang bisa dibangun dengan kondisi Indonesia sebagai negara kepulauan? Produksi listriknya juga rendah memerlukan biaya mahal serta perawatan yang juga tidak terbilang murah.
Menggunakan energi fosil jelas bermasalah, tidak hanya dalam tata kelola, mengingat menipisnya cadangan fosil. Cadangan minyak semakin menipis, batubara sangat merusak lingkungan, tenaga air masih jauh lebih mahal dalam konstruksinya serta operasionalnya.
Sejauh ini Indonesia sebenarnya dalam memanfaatkan nuklir telah dilakukan melalui lembaga BATAN sebatas pada penggunaan nuklir dalam rekayasa bibit pertanian. Dan ini bukan berarti Indonesia tidak memiliki ilmuwan nuklir yang mampu berbuat lebih banyak pemanfaatan energi nuklir.
Tehnologi nuklir dari sudut keilmuwan tergolong sangat detail juga memerlukan presisi dalam perhitungan tanpa adanya toleransi sama sekali hingga seperti selembar rambut dibelah seribu. Ilmuwan Indonesia sebenarnya mampu mengerjakan ini!!
Ditambah keuntungan politik luar negeri Indonesia bebas dan aktif akan sangat membantu serta dapat mendukung penggunaan energi nuklir lebih luas untuk memenuhi kebutuhan energi Indonesia menuju kemandirian energi.
Tentunya dengan sungguh tetap memperhatikan dan ditekankan pada batasan politik yang dapat dilalui agar tidak mengalami nasib seperti Korea Utara dalam membuat kebijakan politiknya.
Indonesia sebagai penggagas gerakan Non Blok memiliki keuntungan yang lebih, dalam menangkis kecurigaan dunia Internasional maupun negara tetangga dalam membangun pemanfaatan energi nuklir.
Jangan sampai terjadi lagi adanya masyarakat tidak bisa menikmati listrik oleh sebab diputuskannya aliran listrik akibat warga tidak mampu membayar tagihan listrik yang mahal.
Hal demikian sungguh harus menjadi perhatian bagi pemegang kebijakan bahwa disatu sisi ingin menggerakkan ekonomi kreatif masyarakat, namun di sisi lain terkendala oleh kebijakan salah yang selama ini turun temurun akibat ketakutan terhadap hantu nuklir yang sebenarnya bentuk ancaman dari negara adidaya saja.
Dan kemudian semakin diperparah oleh kinerja lembaga-lembaga terkait akibat adanya tumpang tindih kewenangan yang bermuara menjadikan kebijakan tidak efesien, berbiaya tinggi dan sebenarnya melebihi dari biaya membangun “PEMBANGKIT LISTRIK BERTENAGA NUKLIR”
Sebenarnya adalah sungguh menjadi keprihatinan seluruh bangsa Indonesia dengan sebuah pertanyaan besar, kapan kita bisa memulai melangkah untuk mencapai kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia??
Semua mata terarah dan sungguh memohon adanya terobosan besar, sebuah kebijakan berani untuk memotong dominasi kekuasaan mafia energi yang telah membelenggu bangsa dan negara Indonesia.
Hanya mafia minyak dan energi yang mengatakan bahwa nuklir bukan solusi. Negara Indonesia ada berdiri untuk rakyat bukan untuk kepentingan bisnis para Broker.
Jokowi adalah harapan masa depan rakyat Indonesia. Rakyat perlu hidup. Tanggungjawab negara harus memberinya kehidupan. Jadi jangan pernah takut bertindak untuk kesejahteraan rakyat Indonesia.
Menyukai ini:
Suka Memuat...