Opini
Pelanggaran Hak dan Tanggung Jawab dalam Pernikahan Anak

Pernikahan anak sedang menjadi perbincangan yang marak baik di media sosial maupun kehidupan nyata. Pemicunya adalah sebuah layanan pernikahan (wedding organizer) bernama Aisha Wedding. Di dalam situs tersebut terdapat sebuah himbauan, nyaris provokasi untuk setiap perempuan menikah sedini mungkin, dimulai dari usia 12 tahun hingga maksimal 21 tahun. Menurut himbauan tersebut, pernikahan yang demikian diperkenankan oleh Allah dan diharapkan oleh para calon suami.
Masyarakat cenderung untuk bereaksi keras melihat kejanggalan yang berusaha dipaksakan dengan dalih agama. Tidak sedikit juga kelompok yang membenarkan sembari mengetengahkan contoh bahwa Rasulullah pun menikahi Aisyah, istrinya, pada usia yang belia. Tanpa memperhatikan bagaimana Rasulullah menyetujui pernikahan yang diminta oleh sahabatnya, Abu Bakar Asshidiq, yang notabene adalah ayah dari Aisyah, kelompok masyarakat yang mengambil contoh pernikahan Rasulullah ini lantas mempertanyakan tingkat keimanan orang lain yang tidak setuju.
Mari kita pelajari dari sisi sejarah terlebih dahulu; Rasulullah menikahi Aisyah atas dasar politis, mempererat tali persaudaraan dengan orang kepercayaannya. Apakah Abu Bakar menyerahkan anak gadisnya oleh karena tidak mampu menafkahinya sebagai orangtua dan menganggap Aisyah sebagai beban? Tentu tidak. Aisyah dinikahkan dengan lelaki pilihan, terbaik dari yang terbaik, yang tidak mengumbar hasrat badaniah. Rasulullah menunggu Aisyah hingga cukup umur sebelum memperlakukannya sebagai seorang istri seutuhnya.
Ini tentu berbeda dari upaya “cuci otak” orang-orang yang bernaung di balik Aisha Wedding ataupun mereka yang mendukungnya. Alasan untuk menikahkan gadis-gadis di bawah umur ini adalah karena gadis-gadis tersebut adalah beban orangtua. Mereka berpendapat bahwa agar gadis-gadis ini tidak menjadi beban adalah dengan sesegera mungkin menikahkan mereka dengan pria untuk menggantungkan hidup dan masa depan. Apakah pria tersebut adalah pria beristri, tanpa cinta, hanya tertarik pada kemolekan tubuh belaka, itu kiranya tidak menjadi masalah.
Hak dan Tanggung Jawab Orang Tua dalam Membesarkan Anak
Anak-anak, baik laki-laki maupun perempuan, adalah produk dari cinta, kasih sayang dan harapan yang didapat dari sebuah pernikahan. Tanggung jawab orangtua lah untuk membesarkan anak-anak sebagai titipan Allah, agar menjadi anak-anak yang sholeh dan sholehah, berguna bagi agama, nusa dan bangsa. Anak-anak memiliki hak untuk mendapatkan kasih sayang yang cukup, pendidikan yang mumpuni, dan untuk menentukan masa depan yang mereka inginkan.
Bila pada usia 12 tahun seorang anak perempuan sudah dihadapkan pada persoalan melayani kebutuhan laki-laki, ia akan kehilangan masa sebagai anak-anak yang berkembang. Belum lagi bila ia mendapatkan anugerah untuk memiliki anak. Dari segi kesehatan, kehamilan pada pernikahan dini memberikan permasalahan tersendiri bagi anak-anak perempuan. Struktur panggul yang masih terus bertumbuh menyebabkan seorang anak perempuan di bawah usia 16 tahun mengalami penyulit kehamilan. Bila kehamilannya terus berlanjut hingga persalinan, ia kemungkinan akan mengalami komplikasi yang bisa menyebabkan kematian.
Bukan itu saja, sebagai perempuan muda yang jauh dari kata mandiri, mengurus anak akan menjadi beban untuknya. Ia mungkin saja telah dipersiapkan oleh orangtuanya untuk menikah muda, namun jiwa anak-anak akan tetap ada dan harus terpenuhi kebutuhannya sebelum ia bisa merawat manusia lain sebagai anaknya. Bila anak perempuan terbebani dengan mengurus bayi dengan segala keruwetannya, ia bisa saja menganggap anak tersebut sebagai rival yang merebut masa mudanya. Yang lebih mengkhawatirkan adalah keberlanjutan pola beban membebani yang bagai lingkaran setan hanya untuk memenuhi hasrat patriarkis.
Peran Negara dan Masyarakat dalam Pencegahan Pernikahan Anak
Sebagai pengatur kebijakan dan penegak hukum, negara wajib melindungi hak anak-anak dari para predator seksual, baik yang memang pelaku kriminal atau orang-orang yang berlindung di balik jubah agama untuk mensahkan hal-hal yang sebenarnya bertentangan dengan norma masyarakat dan hukum yang berlaku. Begitupun dengan masyarakat; beruntung masyarakat Indonesia adalah orang-orang yang senantiasa mengkinikan informasi yang cenderung meresahkan. Apapun yang janggal akan segera tenar di tengah netizen, dan masyarakat Indonesia secara umum.
Dengan perbincangan publik ini, permasalahan yang dianggap meresahkan akan sampai dengan seksama ke tengah meja para pemegang kebijakan, pengambil keputusan dan penegak hukum. Aisha Wedding yang memfasilitasi dan memprovokasi pernikahan dini ini sudah menghilangkan jejaknya. Namun demikian, masih akan ada aktivitas-aktivitas serupa, baik secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi. Tugas masyarakat lah untuk memasang mata dan telinga, demi mencegah terjadinya kejadian serupa atau tindak kriminal lainnya.
Penulis Aktif Nulis di indonesiakoran.com, ojokepo.com

-
News7 hari ago
Revitalisasi Pabrik Gula Harus dengan Pemutakhiran Teknologi
-
News7 hari ago
PLN Menerjunkan 6.170 Personil untuk Pemulihan Kelistrikan dan Keselamatan Warga
-
Politik6 hari ago
Buku Data Desa Presisi Beri Inspirasi Data Desa ke Depan
-
Lifestyle4 hari ago
Lagu Tanpa Batas Waktu Pengiring Sinetron Ikatan Cinta, Digemari Banyak Orang