ADANYA ide pembangunan Ibu Kota Nusantara alias disingkat dengan IKN tidak lain merupakan kebijakan dari pemerintahan eksekutif di era Presiden Joko Widodo. Beberapa alasan adanya pembangunan IKN ini antara lain sebagai upaya meminimalisir setiap risiko bencana yang berada di ibu kota, karena selain posisinya yang strategis lokasi yang dibidik tersebut banyak lahan kosong sekaligus dikelilingi oleh wilayah-wilayah yang masih masuk dalam nomenklatur daerah berkembang. Seperti biasa, kebijakan yang sifatnya publik (state) ini tentunya tidak berjalan mulus dengan disepakati oleh banyak pihak dari berbagai elemen masyarakat. Pro dan kontra pun muncul mewarnai proses pelaksanaan kebijakan ini.
Pemindahan ibu kota negara ini aslinya bukanlah sebuah hal baru di Indonesia. Inisiatif ini sudah ada sejak zaman Hindia Belanda, demikian saat orde lama di zaman pemerintahan Soekarno. Lalu, redup hingga lahirnya orde baru dan bangunan pemerintahan pasca reformasi.
Era kepemimpinan Presiden Jokowi, hal demikian kembali muncul. Ibu kota negara akan dipindahkan ke Kalimantan Timur yang masih hijau dengan hamparan hutannya. Kalimantan Timur sendiri merupakan salah satu wilayah yang memiliki hutan terluas di Indonesia. Adapun upaya pemindahan ibu kota negara ini jelas akan banyak bersinggungan dengan pelebaran wilayah yang menjadi satuan ekosistem terbesar lahan gambut. Apabila keberadaan lahan gambut ini terancam, jelas akan menjadi persoalan baru, terutama bagi masyarakat Kalimantan sendiri.
Lebih detail lokasi rencana pemindahan ibu kota negara ini berada di dua kabupaten, yaitu Penajam Paser dan Kutai Kartanegara. Dua kabupaten ini sama-sama memiliki kawasan hutan lindung, hutan konservasi, dan hutan produksi. Adanya pemindahan tersebut jelas dikhawatirkan akan mencengkeram dan memberhangus setiap ekosistem hijau yang ada di sana.
Terbukti, hasil penelitian yang dipaparkan oleh Greenpeace sejak tahun 2015 hingga 2019, wilayah Kalimantan Timur merupakan daerah yang sangat banyak memiliki titik api kebakaran hutan. Selain itu, ekosistem yang terancam ketidakseimbangan ini jelas akan berdampak pada keberlangsungan lingkungan di wilayah sekitar.
Meskipun narasi awal pemindahan ini adalah IKN di luar Jawa akan berpotensi meningkatkan pemerataan ekonomi, segenap aspek yang banyak bersinggungan dengan persoalan sosial, politik, bahkan hingga budaya sebenarnya juga akan terdampak dan terpengaruh. Tidak bisa dipungkiri, gairah utama adanya pemindahan IKN ini adalah pembangunan dengan basis peningkatan ekonomi, sehingga mau tidak mau akan cenderung ekonomi sentris, sekaligus sangat berpotensi mengesampingkan persoalan lingkungan.
Pernyataan tersebut jelas dibarengi dengan pengamatan secara khusus terhadap corak pembangunan yang selama ini ada di Indonesia. Yang mana segenap aspek sumber daya alam dipandang sebagai objek yang terus-menerus untuk dikonsumsi (konsumtif). Dalam pembangunan IKN ini, tentunya hal demikian akan muncul dengan bentuk upaya eksplorasi dan eksploitasi yang di luar batas kemampuan dari ketahanan lingkungan hidup. Segalanya dilakukan demi kepentingan eknomi dan berimbas pada setiap tatanan ekosistem sumber daya alam yang ada di Kalimantan Timur.
Dampak Pembangunan IKN terhadap Keberlangsungan Lingkungan Hidup
Kalimantan Timur yang menjadi pusat pembangunan IKN diketahui memiliki hutan produksi seluas 63.434 ha. Sedangkan luas dari pembangunan IKN sendiri adalah 256.654 ha. Di tempat yang sama pula terdapat beberapa korporasi perusahaan yang bergerak pada wilayah perhutanan, yaitu PT. ITCI Hutani Manunggal yang memiliki luas lahan 37.314 ha dan PT Inhuatani I Batu Ampar yang memiliki luas 16.058 ha. Begitu pun ekosistem yang terancam tidak hanya wilayah hutan produksi, termasuk di antaranya beberapa keanekaragaman hayati yang ada di sekitarnya. Terdapat 500 lebih jenis tanaman, kisaran 100 lebih jenis mamalia yang hidup, dan terdapat hampir 300 jenis burung yang hidup di hutan tersebut. Beberapa spesies hewan langka sepperti Macan Dahan, Beruang Madu, Orangutan, Kucing Hutan, dan Lutung Merah hidup dan berkembang biak di hutan tersebut. Cakupan lingkungan hidup pada lokasi pembangunan IKN ini begitu banyak yang harus dijaga kelestariannya.
Aspek lain yang terbidik akan terdampak dari adanya pembangunan IKN juga lagi-lagi masih berada pada persoalan lingkungan sebagai satu medium penyeimbang kehidupan manusia yang bersifat jangka panjang. Pemerintah yang nantinya akan banyak menggunakan lahan-lahan pada hutan di Kalimantan Timur, selain hal demikian dapat mengancam terhadap keberadaan satwa lokal, juga akan banyak menyebabkan deforestasi. Perlu diketahui juga bahwa Kalimantan Timur adalah paru-paru dunia, maka apabila deforestasi benar-benar terjadi, maka jelas banjir dan penyebaran emisi karbon dapat dialami, seperti halnya di kota-kota industri besar lainnya.
Di lain sisi, hal wajib menjadi pemahaman kolektif adalah adanya deforestasi dapat menyebabkan degradasi hutan dan memantik adanya perubahan iklim yang selama ini menjadi tagline utama setiap isu kerusakan lingkungan. Kompleksitas dari setiap akumulasi permasalahan lingkungan hidup ini dapat menjadi perbedatan yang panjang dan tak kunjung usai. Deforestasi pula banyak menyebabkan peningkatan terhadap pemanasan global, tentu hal tersebut karena faktor biosfisik yang ada pada setiap prosesnya. Dari hal inilah kemudian pemanasan global hingga hari ini diyakini banyak membawa hal buruk bagi kehidupan manusia, terlebih masyarakat kota yang jauh dari hamparan hijau.
Setiap pertambahan emisi gas rumah kaca adalah salah satu hal yang memantik adanya pemanasan global. Fatalnya beberapa penelitian mengklaim bahwa fenomena ini tidak dapat dihindari secara penuh di era industiral hari ini. Hal yang sama pula juga termasuk adanya badai tropis kekeringan lahan, kepunahan satwa, dan banjir yang terus menggempur kala musim hujan.
Menyukai ini:
Suka Memuat...